34: Kuntum Baru

95 7 0
                                    

Season 2.

Kepak sayap segerombol burung gereja mengisi langit merah kekuning-kuningan. Di bawahnya, suara gaduh klakson kendaraan saling bersahutan sebab terjadi macet. Imbas dari perbaikan jalan. Diperkirakan oleh warga sekitar suasana seperti itu akan berlangsung sampai aktivitas pemerintah memperbaiki jalan selesai. Katanya, masyarakat harus lebih bisa bersabar.

Bersabar dan terus bersabar. Andai ada yang menjual stok kesabaran.

"Ah elah, gue harus muter jalan," sungut Gyuta sambil memakai helm. "Lo jadi dijemput, May?"

Atensi Maya teralihkan dari hiruk-pikuk jalanan sembari mengangguk. "Paling sebentar lagi. Lo duluan aja."

"Maaay!" Seorang pegawai seperti Maya keluar dari restoran dengan berlari kecil, menuju motornya yang terparkir disebelah Gyuta. "Dipanggil Mbak Wiwik tuh."

"Hah? Kenapa?"

Pegawai laki-laki itu mengedikkan bahu ketika duduk di atas motornya. "Lo buat salah kali?"

"Enak aja, hari ini allhamdulillah mulus tanpa gue buat ulah." Sempat terbesit keraguan dalam ucapan, tetapi Maya beranikan diri untuk menghadap. "Makasih, Bang."

"Pede dulu aja, May. Semangat ye!" seru Gyuta seraya menyalakan motor.

Tubuh gontai Maya masuk ke restoran mencari keberadaan Wiwik yang terlihat sedang duduk membelakanginya di dekat jendela sambil menelpon seseorang.

Selama ini Wiwik memang selalu bersikap baik terhadap Maya, malah, karena kecerobohannya sering membuat bosnya itu merugi. Seperti memecahkan piring, gagang pintu toilet yang putus kala Maya menekannya, kemudian hampir saja terjadi kebakaran saat ia masuk ke area dapur untuk mengantarkan bahan makanan—kejadian itu berlangsung begitu cepat, seakan kesialan satu langkah tepat didepannya. Tapak kaki itu berlajan lebih awal menghadang integritas.

Meskipun begitu, Wiwik selalu sabar dan memaafkan Maya. Aneh? Sangat. Dari ketidakmampuan tersebut membuat Maya jadi merasa tak enak hati. Namun bukan berarti Wiwik bisa selalu menjelma bak malaikat, pernah juga ia berubah menjadi setan menyeramkan. Saat itu kesalahan Maya memang fatal, kembali perihal keteledoran menyenggol guci antik berharga ratusan juta yang sengaja dipajang pada sudut-sudut tertentu restoran hingga pecah.

Ingin rasanya Maya mengundurkan diri lalu mencari pekerjaan yang lebih sesuai agar tidak tambah merepotkan, tetapi mendapatkan pekerjaan baru bukanlah perkara mudah. Apa lagi sudah bertemu dengan atasan seperti Wiwik yang kelewat baik.

Namun ada poin keanehan lainnya, kesialan hanya sering terjadi bila berkaitan dengan restoran dan Wiwik. Kalau Maya sudah pulang ke rumah atau sedang di jalan, semua kembali menjadi normal. Sebetulnya selama ini Maya memendam usulan untuk meruqyah restoran itu—atau dirinya saja ya yang diruqyah?

Maya sudah berdiri di belakang Wiwik, tetapi ia urungkan niat untuk langsung menyapa.

"Aho (bodoh). Pokoknya jangan gitu lagi, aku nggak suka," ujar Wiwik yang sedang melakukan sambungan telepon.

[ ... ]

"Dih? Emangnya aku nggak bisa belajar bahasa jepang?"

[ ... ]

"Iya, kamu mau dibawain apa?"

Maya menoleh ke luar. Di sana seseorang baru saja berhasil lolos dari kemacetan panjang kemudian memakirkan mobil hybrid di halaman restoran. Orang yang ditunggu sudah tiba, lantas Maya terpaksa menginterupsi obrolan Wiwik.

"Maaf, Mbak Wiwik ...." Maya bersuara pelan sambil berjalan mendekat yang kemudian direspon Wiwik dengan sebuah anggukan.

"Eh, By, udah dulu ya nanti aku telpon lagi. Sampai ketemu bulan depan, sayang. Byeee." Wiwik pun menutup sambungannya. "Duduk, May. Maaf ya aku minta waktumu sebentar. Nggak buru-buru 'kan?"

(My)sterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang