21: Mawar Biru

177 29 0
                                    

Kamar Maya dan Jefran kini menjelma menjadi sebuah ruangan pasien rawat inap dadakan—hampir serupa setengah jam yang lalu. Setelah dipastikan luka Jefran telah ditangani dengan baik dan mendapat wejangan dari dokter, keadaan di sana pun kembali kondusif.

Jefran sendiri yang bersikeras tuk dirawat di rumah karena rumah sakit tidak bisa menjamin keadaan akan aman.

Selepas kepergian dokter, hingga saat ini Jefran masih tertidur di kamar. Sedangkan Maya menunggu di ruang tengah bersama Yono. Atmosfer masih terasa kurang nyaman, mereka berkutat pada pemikiran masing-masing.

"Nee-san, tidak ganti baju dulu?" tanya Yono yang bersandar pada dinding.

"Nanti." Maya hanya mencuci tangan dan wajah. Noda merah yang menempel pada pakaian mengingatkannya pada kondisi Jefran. Harinya datang juga. Ia menangkap sisi gelap sang suami dengan kedua matanya sendiri. Alih-alih marah, tumbuh rasa iba pada hati. Kesal pun karena Maya baru mengetahui fakta-fakta baru dari penjelasan Yono.

Jefran telah melalui banyak peristiwa mengerikan yang bahkan tak sanggup Maya bayangkan.

Kini, Maya sudah tau siapa Jefran sebenarnya—pelaku beberapa tahun yang lalu. Si higanbana. Namun, memang tak ada kaitannya dengan kasus higanbana akhir-akhir ini.

"Yon, lo bisa lanjut jelasin."

Maya sudah jauh lebih siap dari sebelumnya. Sofa empuk yang ia duduki tak lantas membuatnya betah sebab rasa khawatir terhadap keadaan Jefran terus menggerogoti relung hati.

Yono menjelaskan, semuanya berawal dari Rahardja yang membentuk toko barang antik bernama Roemah Lawas. Dulunya tempat itu berfungsi selayaknya toko biasa, kemudian berkembang di balik layar menjadi sebuah organisasi kecil yang bekerja dibawah bayang-bayang.

Rahardja mengumpulkan anak yatim piatu dan anak terlantar yang berpotensi kuat untuk dimanfaatkan dalam kegiatan positif, yaitu menolong orang kemudian mendapatkan imbalan berupa uang.

Namun untuk mendapatkan kandidat unggul, tentu harus melewati segala macam seleksi pelatihan. Suatu hari ambisi Rahardja semakin membesar, apa lagi obsesinya terhadap orang kaya yang semena-mena mengharuskan mereka hilang dari muka bumi pun melahirkan alat-alat tempur unggulan.

Mulai dari titik itu, anak-anak yang terpilih berjumpa dengan dua kata terlarang—menghilangkan nyawa. Tentu pihak target tidak tinggal diam. Pertumpahan darah menghasilkan gejolak amarah dari kalangan musuh hingga tiba hari Rahardja meninggal dunia. Roemah Lawas berubah nama menjadi Roemah Koeno lalu kembali jadi toko barang antik biasa. Anggota lama pun memilih berpencar, membubarkan diri. Kecuali Jefran.

Meski Roemah Koeno sudah beralih fungsi ke semula, Jefran tetap menerima beberapa 'permintaan tolong' sebab menurutnya bila setetes darah telah tumpah maka selamanya tak akan bisa terhentikan layaknya sebuah kutukan.

Ternyata aktivitas higanbana udah selama itu ... dan baru ramai di masyarakat beberapa tahun terakhir, simpul Maya.

"Seperti rumor yang beredar." Wiwik datang membawa nampan berisi tiga gelas jus jeruk. "Jefran memang hanya fokus ke orang-orang tertentu. Biasanya orang kriminal dan sejenisnya."

"Makasih, Mbak." Maya menerima minuman.

Wiwik duduk menyilangkan kaki di sebelah Maya. "Polisi selama ini melabeli Jefran 'orang berbahaya' karena mengancam nyawa para petinggi negara."

"Orang-orang besar yang serakah itu nggak bisa tinggal diam karena merasa nyawanya terancam?" tanya Maya.

"Betul." Yono pun duduk di sofa. "Mereka sudah menangkap pola yang dibuat Aniki. Dan Aniki sendiri pun paham konsekuensinya akan memancing orang-orang besar itu meski tidak bermaksud menargetkan mereka. Dengan kata lain, Aniki sudah siap menjadi incaran."

(My)sterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang