Bagian 08

734 76 25
                                    

Azka rasanya ingin mengumpat pada guru matematikanya itu yang bisa-bisanya mengadakan ulangan dadakan setelah ia dan teman-teman sekelasnya baru saja kepanasan karena habis melakukan upacara bendera. kepala mereka saja masih terasa panas karena berjemur lama di bawah terik sinar matahari, ini malah harus di suruh ulangan. Tega sekali memang!

Rupanya bukan Azka saja yang kesal. ia bisa mendengar hampir semua teman sekelasnya mengeluh pada Bu Ika guru matematikanya yang terkenal killer itu.

"Udah! jangan berisik!!" teriak Bu Ika yang mampu membuat seisi kelas bungkam dan hening seketika.

"Kerjakan soal-soalnya! Kalau ada yang ketahuan nyontek, Ibu bakal kasih nilai nol di ulangan kali ini".

"Iya, Bu!"

Meski agak kesal, namun Azka berusaha mengerjakan semua soalnya sebaik mungkin, beruntunglah Azka memang cerdas hingga ia tak terlalu kesulitan mengerjakan soal-soal itu.

"Yang udah selesai kumpulkan ke depan dan bisa keluar."

Azka bukan berniat pamer atau sombong, namun anak itu memang bisa menyelesaikan semua soal dan menjadi yang pertama mengumpulkan hasil ulangannya ke depan kelas bahkan ia bisa keluar kelas pertama kali.

"Lah, Jev.. lo keduluan sama tuh anak cupu." ujar Daniel, teman sebangku Jevan. Jevan sendiri adalah anak donatur terbesar di sekolah ini dan juga ketua kelas. Ia juga pemilik nilai tertinggi saat tes masuk SMA Permata. Jevan terkenal sejak SD sebagai murid yang sangat cerdas dan selalu ranking 1 bahkan pernah beberapa kali memenangkan olimpiade.

"Alah.. paling juga asal-asalan si cupu jawabnya!" bisik Jevan dengan senyum meremehkannya. Namun dalam hatinya ada amarah luar biasa. Setahunya nilai tes masuk Azka ada di urutan kedua setelah dirinya, itupun hanya selisih sedikit. Bukan tak mungkin Azka bisa menjadi ancaman untuknya dan merebut ranking 1 yang selalu di genggamannya sejak dulu.

Azka langsung melipir ke perpustakaan begitu di izinkan keluar kelas. Tempat itu adalah salah satu tempat favorit Azka karena suasananya yang begitu tenang dan membuatnya nyaman, apalagi Azka memang sangat suka dengan yang namanya buku.

Azka kemudian mengambil sebuah buku dan membacanya dengan tenang sampai suara seorang laki-laki mengalihkan perhatiannya.

"Azka."

Azka mengangkat wajahnya dan mendapati wajah sahabat Sena yang duduk di hadapannya.

"Bang Vino, ngapain disini?" ujar Azka dengan suara pelannya mengingat ia tengah berada di perpustakaan.

"Cari bahan buat bikin tugas, lo sendiri kok disini, gak belajar emang?" tanya Vino

"Habis ulangan. Terus di bolehin keluar sampe pergantian jam pelajaran. Makanya kesini aja."ujar Azka lalu kemudian kembali fokus pada bacaannya. Begitu pula Vino yang kini mulai mengerjakan tugasnya.

"Lusa gue sama Sena mau tanding lawan SMA Harapan. Nonton ya Ka! Tempatnya di SMA Harapan, pulang sekolah lo kesana aja sama si Sena."

"Hmm.. gimana nanti aja deh, Bang."ujar Azka, pasalnya berbeda dengan Sena yang pencinta olahraga, Azka justru kebalikannya. Ia bahkan tak pernah menonton pertandingan kakaknya, bagi Azka membosankan dan tak ada menariknya sama sekali. Kadang Azka heran jika melihat para penggemar kakaknya yang berteriak histeris tiap kali menonton Sena bermain. Memang apa bagusnya Sena?

Setelah berbincang-bincang selama beberapa saat, akhirnya Azka pun memutuskan untuk pamit ke kelasnya mengingat bel pergantian pelajaran telah berbunyi.

"Bang.. gue ke kelas duluan ya! udah bel soalnya."

"Iya, kapan-kapan kita ketemu sama ngobrol lagi ya, Ka."

SIBLINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang