Azka diam-diam keluar dari rumah tanpa sepengetahuan Sena, ia yakin jika Sena tahu ia akan pergi keluar Sena tak akan mengizinkannya mengingat Azka masih belum terlalu sehat saat ini, namun rasa penasaran Azka mengalahkan segalanya saat ini. Azka bahkan rela pergi ke tempat yang paling ia benci, rumah sakit, demi menemui dokter Dafa. Ia begitu penasaran dengan hasil pemeriksaannya yang seolah di tutupi baik oleh ayah maupun kedua kakaknya.
Azka kini telah berada di depan meja recepcionist, ia ingin menanyakan dokter Dafa saat ini.
"Mbak.. saya mau bertemu dokter Dafa, apa dokter Dafa sedang sibuk saat ini?"
"Maaf, dek. Adek udah janji sama dokter Dafa atau belum?"
Azka mengangguk pelan, tadi sebelum ia pergi kemari ia memang sempat menghubungi dokter Dafa dan mengatakan ingin menemui dokter itu.
"Dokter Dafa masih ada praktek, saya telpon dulu ya, siapa tau udah gak sibuk." ucap sang recepcionist itu lalu menelpon dokter Dafa, setelah berbincang sebentar di telpon dengan dokter Dafa, recepcionist itu kembali berbicara pada Azka.
"Dek.. katanya tunggu di kursi tunggu yang ada di depan aja, nanti dokter Dafa kesana." ucap wanita itu yang di balas senyum tipis oleh Azka.
"Makasih, Mbak."
Azka kemudian menunggu di kursi tunggu yang memang di sediakan di rumah sakit itu, sekitar dua puluh menit dokter Dafa pun datang, dokter itu sedikit bingung karena Azka mengajaknya bertemu tanpa di dampingi satupun keluarganya.
"Azka.. kamu mau ketemu saya, ada apa?"
"Ada yang mau saya tanyain dokter.."
"Gimana kalo kita ngobrol di cafe depan aja, kebetulan saya juga lagi di jam istirahat." ujar dokter berusia sekitar 40 tahunan itu dengan ramah dan Azka pun dengan cepat menyetujui karena sejujurnya ia tak mau berlama-lama di tempat ini.
****
"Kamu mau nanya apa, Ka?" tanya dokter Dafa, sementara Azka sedari tadi hanya melamun sembari mengaduk jus stroberinya.
"I—itu... sebenarnya, saya mau nanyain soal hasil pemeriksaan saya Dokter, sebenarnya saya sakit apa.. karena jujur, belakangan ini saya sering ngerasain tubuh saya semakin gak enak, Dok."
"Emangnya keluarga kamu belum ada yang ngasih tau kamu, Ka? padahal hasil pemeriksaan kamu udah keluar tiga hari yang lalu.."
"Nggak, Dok. Gak ada yang kasih tau saya, tiap kali saya nanya pun, baik Ayah atau Kak Sena kayak selalu ngehindar, Dok. Jadi saya mohon, Dokter terus terang aja sama saya, karena cuma Dokter satu-satunya harapan saya saat ini."
Dokter itu nampak menghela nafas, sepertinya keluarga Azka memang belum bisa memberitahu perihal penyakit anak itu dan dokter Dafa juga bingung harus memberi tahu Azka atau tidak, namun saat melihat raut wajah memelas Azka, dokter Dafa sungguh tak tega melihatnya, apalagi anak itu masih nampak begitu pucat tapi malah rela jauh-jauh datang menemuinya.
"Leukimia, Ka. Kamu sakit leukimia atau kanker darah, udah memasuki stadium dua, Ka, harus dapat perawatan secepatnya, seharusnya keluarga kamu cepat kasih tau kamu, karena kita harus segera melakukan rencana pengobatan ke depannya, Ka."
Azka tercekat tak percaya saat mendengar rentetan kalimat yang di ucapkan oleh dokter Dafa, leukimia.. penyakit itu bukanlah penyakit sepele yang bisa dengan mudah di sembuhkan, entah mengapa rasanya Azka ingin menghilang saja saat ini atau membenturkan kepalanya dengan keras pada batu yang besar supaya ia bisa kehilangan ingatannya saat ini.
Dada Azka seolah sesak dan di remat kuat saat ini, dunianya seolah runtuh, Azka benar-benar tak menyangka, mengapa harus dirinya yang mengalami semua ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLINGS
FanfictionTali persaudaraan itu terikat dan saling menyatukan satu sama lain, meski sempat terpisah jarak, meski dengan sifat yang berbeda, namun saudara tetaplah saudara yang akan saling menjaga dan saling menyayangi satu sama lain. Tentang ketiga bersaudara...