Bagian 12

651 72 22
                                    

Sesuai janji Sena, sepulang sekolah ia benar-benar mentraktir adiknya makan di cafe sebagai imbalan karena Azka pernah membantunya berbohong pada Naren beberapa hari lalu, mereka pergi ke cafe itu setelah tadi membeli eskrim di tempat favorit Azka yang juga dekat dengan sekolah, Cafe yang merupakan cafe favorit Azka dan Sena itu jaraknya juga tak terlalu jauh dari sekolah mereka, sebenarnya Azka tak terlalu lapar, tadi saat istirahat pun ia hanya makan sedikit, entahlah, belakangan ini nafsu makannya seolah berkurang  entah karena apa.

"Mau pesen apa, Dek?"

"Minum aja deh, Kak. Ice capuccino."

"Lah.. lo gak mau makan?"

Azka menggeleng pelan, lalu menaruh kembali buku menu itu seolah tak ada yang menarik perhatiannya disana.

"Makan lah, Dek! Tadi pagi aja lo makan tapi makanannya gak habis, makin kecil tuh badan lo! kemaren kan lo sakit, badan lo jadi agak kurusan."

Azka berdecak kesal lalu memilih memainkan game di ponsel milik Sena daripada mendengar ocehan kakaknya itu.

"Lagi gak laper, Kak. Udah buruan!! kalo lo mau makan ya makan aja!"

Sena membuang nafas berat, kemudian ia memanggil pelayan yang bertugas mencatat pesanan.

"Mbak, saya pesen mie goreng spesial satu, ice capuccino satu sama lemon tea nya satu."

"Baik, Mas. Di tunggu sebentar ya! permisi." ucap pelayan wanita itu setelah mencatat pesanan lalu pergi.

Tak lama pesanan mereka datang dan Sena memakan pesanannya dengan lahap berbeda dengan Azka yang hanya terlihat malas-malasan meminum minumannya.

Setelah bosan dengan game yang di mainkannya, Azka mendesah nafas lelah lalu menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sembari melihat kakaknya yang tengah makan dengan lahap.

"Kelaperan banget lo kayaknya."

Sena hanya mengangguk pelan karena mulutnya kini penuh dengan makanan, ia pun menelan makanannya kemudian meminum lemon tea nya.

"Laper gue habis ulangan harian bahasa inggris, pening pala gue!" keluh Sena, Azka hanya mampu terkekeh mendengarnya.

"Oh ya Kak.. Ayah gak ada hubungin lo?"

"Gak ada, terakhir Ayah hubungin Kak Naren dan nanyain keadaan lo waktu lo sakit, yang ngobol sama ayah cuma Kak Naren."

Azka hanya mengangguk pelan, perasaannya tiba-tiba gelisah entah karena apa.

"Lo kenapa? kangen Ayah? kalo iya, telpon aja Ayahnya."

Azka menggeleng pelan meski sebenarnya ia memang sangat merindukan ayahnya.

"Gue takut ganggu, biarin Ayah aja yang nelponin gue atau gak elo sama Kak Naren."

Azka memainkan ujung jarinya nampak gelisah dengan pandangan yang menunduk, ia kemudian mengangkat wajahnya saat tiba-tiba merasakan perutnya bergejolak mual saat ini, Azka menutup mulutnya dan berlari mencari toilet, mengabaikan Sena yang memanggilnya dan ikut panik lalu mengikuti Azka ke toilet saking paniknya.

Azka langsung mengeluarkan cairan dari dalam lambungnya begitu sampai di salah satu bilik toilet, ia berjongkok di depan kloset dan terus muntah-muntah, Sena yang melihat itu tak tinggal diam, beruntunglah Azka bahkan tak mengunci pintu toilet itu hingga Sena bisa masuk begitu saja kesana dan membantu adiknya dengan mengurut leher Azka.
Sena nampak begitu khawatir melihat adiknya nampak begitu kepayahan untuk sekedar mengeluarkan isi perutnya yang hanya berupa air itu.

"Udah, Kak!" ujar Azka dengan suara seraknya membuat Sena menghentikan pijatannya di leher Azka sementara Azka kini memilih membasuh wajahnya, ia lalu keluar dari toilet dengan wajah pucat dan keringat dingin yang membasahi pelipisnya, Sena pun terus membuntuti langkah adiknya itu lalu merangkul bahu Azka karena Azka nampak begitu lemas saat ini.

SIBLINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang