Bagian 18

601 66 28
                                    

Kedua mata Azka perlahan terbuka bersamaan dengan sensasi pening yang kepalanya rasakan, pandangan Azka seolah berputar, kepalanya terasa sangat berat dan terasa sakit, pandangan Azka juga sedikit memburam. Azka mengangkat tangannya, berniat untuk memijat kepalanya yang terasa pening namun sensasi perih di tangannya dan rasa mengganjal langsung membuat perhatian Azka teralih dan ternyata punggung tangannya di tancapi jarum infus. Azka juga bisa merasakan ada plester penurun demam di dahinya, Azka menatap sekelilingnya dan ia bisa bernafas lega karena mendapati berada di kamarnya bukan di gudang yang gelap dan menakutkan seperti kemarin.

"Dek.. lo udah bangun?" Azka menoleh sekilas saat pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Sena yang membawa nampan di tangannya. Sena meletakkan nampan berisi bubur itu lalu duduk di sisi ranjang Azka, sementara Azka sendiri hanya bisa memandangi kakak keduanya dengan tatapan sayunya.

"Masih ada yang sakit, Dek?" tanya Sena dengan nada lembutnya, Azka hanya mengangguk pelan.

"Gue kenapa?" lirih Azka

"Lo pingsan pas baru pulang tadi pagi, lo gak inget?"

Azka kemudian memijat pelipisnya yang terasa pening, Sena yang melihat itu lantas membantu memijat kepala Azka dengan gerakan yang lembut.

"Pusing ya, Dek?" tanya Sena dan Azka hanya mengangguk saja.

"Jam berapa sekarang?"

"Jam dua siang, lo pingsan lama banget, Dek. Dari jam enam pagi."

Azka terkejut tak percaya, ia tak menyangka bisa pingsan selama itu.

"Kak Naren dimana?" lirih Azka.

"Di agensinya, tadi dia sempat jagain lo, tapi temennya nelpon karena ada kerjaan penting makanya Kak Naren terpaksa pergi, tapi lo tenang aja.. ada gue kok, gue bakal jagain lo, Dek."

Lagi-lagi Azka hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, tubuhnya sangat lemas bahkan untuk sekedar bicara saja rasanya Azka masih sangat lemas.

"Makan dulu yuk! tadi gue beliin bubur, lo harus makan soalnya harus minum obat juga, supaya cepet sembuh!" ucap Sena, sebenarnya ada banyak hal yang ingin Sena tanyakan pada adiknya namun melihat kondisi Azka yang masih memprihatinkan seperti ini, Sena menunda rasa ingin tahunya itu, ia akan bertanya nanti saja saat Azka sudah lebih sehat.

"Gue gak laper, Kak."

"Sedikit aja ya! yang penting ada makanan yang masuk dalam perut lo, Dek, gue suapin ya."bujuk Sena dan pada akhirnya Azka menuruti ucapan kakaknya itu.

Sena menyusun bantal dan membantu Azka supaya bisa duduk bersandar dengan nyaman di ranjang, ia lalu menyuapi adiknya, meski dengan gerakan sangat lambat dan hanya tiga suap yang berhasil Azka makan, namun setidaknya Sena bersyukur adiknya mau makan seperti ini.

"Minum obat dulu ya, habis itu istirahat lagi!"

Lagi-lagi Azka hanya menuruti ucapan Sena tanpa perlawanan, setelah meminum obat, Azka kembali berbaring di ranjangnya dan Sena menyelimuti tubuh adiknya sebatas dada.

"Kak...."

"Hm?"

"Ayah kapan pulang?"

"Gue gak tau, lo kangen Ayah, Dek?" tanya Sena dan Azka mengangguk sebagai jawaban, sungguh, Azka memang merindukan ayahnya belakangan ini.

"Nanti gue telponin Ayah ya, siapa tau Ayah bisa pulang dulu ke Jakarta."

"Kak.."

"Kenapa, Adek butuh sesuatu?" tanya Sena dan Azka menggeleng pelan, ia ragu mengutarakan keinginannya pada Sena.

SIBLINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang