Setelah tangisan panjang yang di lewati Azka. Akhirnya anak itu kini sedikit lebih tenang, atau mungkin Azka hanya berpura-pura terlihat tenang demi tak membuat keluarganya mengkhawatirkannya, padahal isi kepalanya begitu berisik saat ini. Azka merasa dunianya seolah hancur dalam sekejap, namun ayah dan kakaknya yang selalu memberikan semangat padanya juga membuat Azka ingin berjuang melawan monster dalam tubuhnya itu.
Azka masih ingin hidup dan ia masih ingin menghabiskan banyak waktu bersama keluarganya, untuk itu, Azka ingin berjuang, Azka bersedia melakukan pengobatan bersama Radit. Bahkan ia bersedia berkonsultasi dengan psikolog untuk menghilangkan traumanya terhadap rumah sakit. Zayyan dan Sena tentu lega mendengar keputusan Azka, begitu pula Naren yang di hubungi oleh Zayyan dan di beritahu bahwa Azka bersedia berobat baik untuk penyakitnya maupun untuk traumanya. Naren begitu lega, ia tahu adik bungsunya memang anak yang kuat dan ia begitu bangga pada adik bungsunya itu.
Perawatan trauma Azka mulai menunjukan perubahan meski baru beberapa minggu di lalui, anak itu tak terlalu takut saat berada di rumah sakit meski Azka tak bisa di tinggal sendirian saat berada di rumah sakit, harus ada yang menemaninya jika berada di rumah sakit, namun setidaknya baik Zayyan maupun kedua kakak Azka merasa lega karena Azka akan bisa memulai kemotherapinya nanti.
Setelah melakukan beberapa tes dan hasilnya cukup baik akhirnya kemotherapi Azka mulai di jadwalkan satu minggu lagi, Azka begitu takut namun ia berusaha melawan rasa takutnya itu. Azka masih ingin bertahan, Azka masih ingin mewujudkan impiannya.
****Azka dan Sena nampak telah rapi dengan seragam mereka dan tengah duduk di meja makan, hari ini meja makan hanya berisi Sena dan Azka, Zayyan pergi ke Jogja kemarin untuk mengurusi restoran yang disana karena tak bisa di wakilkan dan akan kembali beberapa hari lagi, Naren yang di minta sang ayah menjaga kedua adiknya selama Zayyan pergi baru akan datang ke rumah sore nanti.
"Kak.. lo masih suka balapan?" tanya Azka memulai pembicaraan dan yang di tanya hanya menggeleng kaku.
"Sekarang sih gak terlalu sering tapi gak tau nanti." jawab Sena yang membuat Azka hanya bisa menghela nafas panjang.
"Kak.. kalo gue punya permintaan lo mau ngabulin permintaan gue gak?"
Kening Sena lantas mengernyit bingung saat mendengar ucapan adiknya.
"Permintaan apa? kalo gue bisa kabulin pasti gue kabulin kok."
"Jangan balapan lagi ya, Kak! gue sayang sama lo, gue gak mau sampe lo kenapa-napa."
Mendengar ucapan Azka entah mengapa seolah ada sesuatu aneh yang menjalar dalam hati Sena.
"Kak.. selama ini gue yang paling sering ngabisin waktu sama lo, gue yang paling deket sama lo, kalo nanti gue gak ada, siapa yang ngingetin lo kalo lo lagi berbuat masalah––"
"Ngomong apa sih lo?! kenapa lo berkata seolah lo bakal pergi dari gue." lirih Sena, suaranya seolah bergetar saat ini, entahlah, Sena tak suka ucapan Azka tadi yang seolah mengatakan bahwa Azka akan pergi darinya, Sena tak akan mau Azka meninggalkannya apapun alasannya.
"Kak.. lo tau kan gue sakit, gue emang mau berusaha buat nyembuhin penyakit gue dengan berobat, tapi takdir gak ada yang tau kan, Kak.."
"Cukup ya, Azka! gue gak mau ngelanjutin pembahasan kayak gini lagi.. kalo lo emang pengen gue berhenti balapan, gue bakal ikutin mau lo, tapi lo harus janji sama gue.. lo gak boleh nyerah, lo harus sembuh, demi gue... demi Ayah, demi Kakak... lo gak boleh nyerah apapun yang terjadi, inget itu, Attharazka!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLINGS
FanfictionTali persaudaraan itu terikat dan saling menyatukan satu sama lain, meski sempat terpisah jarak, meski dengan sifat yang berbeda, namun saudara tetaplah saudara yang akan saling menjaga dan saling menyayangi satu sama lain. Tentang ketiga bersaudara...