Bagian 21

580 60 27
                                    

Azka terbangun setelah setengah jam tak sadarkan diri, anak itu langsung memegangi kepalanya yang terasa begitu pening dan meringis kesakitan, Sena dan Vino yang sedari tadi menunggu Azka di UKS lantas segera menghampiri Azka, Sena sedikit lega melihat adiknya sudah sadar mengingat sedari tadi Sena merasa begitu gelisah karena Azka tak kunjung bangun juga.

"Dek... ini Kak Sena" ucap Sena sembari memberi pijatan lembut di dahi Azka, Azka menoleh dan menatap kakaknya dengan kedua mata sayunya.

"Kakak?"

Azka masih tak mengerti mengapa dirinya kini ada di UKS dan bahkan seragam kotornya telah berganti dengan baju olahraga.

"Tadi lo pingsan di depan toilet, kondisi lo juga kotor dan berantakan banget, makanya gue gantiin baju lo."

Azka sedikit terkejut mendengar penuturan Sena, jadi Sena yang telah menolongnya tadi. Sementara Sena, ia masih memiliki banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Azka, namun Sena tak tega banyak bertanya pada Azka saat ini melihat Azka yang masih nampak lemah dan juga nampak kebingungan dengan apa yang telah terjadi padanya.

"Kita pulang ya, Dek! gue udah minta surat izin buat lo, gue udah bawa tas lo juga, Vin.. gue minjem mobil lo ya! nanti lo ke rumah gue aja sekalian bawa motor gue."

"Iya, Sen."

"Makasih, Vin.. ayo Dek, mau pulang sekarang atau mau istirahat dulu?"

"Pulang aja, Kak."

Sena tersenyum saat Azka menuruti ucapannya, Azka sendiri tak memiliki pilihan lain, ia tak mungkin bisa melanjutkan pelajaran dengan tubuh yang terasa berantakan seperti saat ini. Azka merasa kepalanya begitu sakit saat ini, belum lagi memar di wajahnya akibat pukulan Jevan juga terasa nyeri.

Sena membantu Azka untuk duduk lalu memasangkan sepatu adiknya. Ia juga merapikan rambut Azka yang nampak basah dan berantakan.

"Mau jalan atau Kakak gendong?"

"Jalan aja, Kak."

Sena dan Vino membantu memapah Azka yang masih nampak lemas berjalan menuju parkiran, setelahnya Sena mengatur jok mobil senyaman mungkin supaya Azka bisa duduk dengan nyaman.

Sepanjang perjalanan hanya sepi yang mengisi mobil yang di tumpangi mereka berdua, Azka yang sejak tadi hanya diam dan menatap kosong ke luar jendela dan Sena yang fokus mengendarai mobil dengan pandangan lurus ke depan.

Sena membuang nafas panjang, rasanya terlalu banyak hal yang ingin ia ketahui tentang adiknya saat ini.

"Dek.." suara barithone Sena mengalihkan perhatian Azka, Azka menoleh pada kakaknya yang nampak gelisah sedari tadi.

"Lo bisa cerita apapun sama gue, lo inget gak? dulu waktu kecil kita pernah janji untuk saling berbagi masalah satu sama lain, saling berbagi cerita dan saat ini, gue bersedia dengerin semua masalah lo, Dek. Gue kakak lo, dan gue gak bisa diem aja ngeliat lo kayak gini.. lo bisa jujur sama gue, siapa yang lakuin hal tadi sama lo, siapa yang udah nyakitin lo?"

Azka tertegun mendengar rentetan kalimat yang di ucapkan oleh Sena. Haruskah ia menceritakan segalanya pada kakaknya, Azka takut..

Ia juga tak mau Sena terlibat masalah sepertinya, Azka tak mau ancaman Jevan bahwa ia akan menyakiti Sena juga jadi kenyataan, Azka tak masalah jika dirinya yang di sakiti oleh Jevan atau oleh siapapun namun Azka tak ingin ada siapapun yang menyakiti kakaknya.

Azka memainkan jarinya dengan gelisah, ia meneguk salivanya dengan susah payah, tenggorokannya seolah tercekat dengan suara yang seolah enggan untuk keluar saat ini.

"Cerita sama gue, Dek... siapa yang udah nyakitin lo."

"Terus lo mau apa, Kak? kalo lo tau siapa orangnya emang lo mau apa?" lirih Azka sembari menatap Sena dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

SIBLINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang