Bab.1

344 5 0
                                    


Sampai Belia melahirkan , Jefri tetap bersikap cuek dan tidak perduli. Ia tidak mau ambil pusing. Bagaimana harus bersikap dan  menghadapi perempuan habis melahirkan dan mengurus anak.

Ia mengakui bukan seorang suami dan bapak yang baik. Karena  kepercayaan pada Berlia dari awal tidak ada. Parahnya ia masih saja berpikiran bahwa anak yang di kandung Berlia bukan darah dagingnya. Gila, sih.

Setiap hari Jefri merasakan bosan tingkat akut. Ia merasa apa yang ia lakukan monoton dan menjemukan.

Sejujurnya ia belum ingin membangun komitmen dengan membangun sebuah keluarga. Punya isteri dan anak. Apalagi tiap malam ia merasa terganggu dengan suara tangisan bayi.

Ditambah, begitu nyampek di toko , mamanya lah yang setiap hari, memarahin dan terus memberi nasihat- nasihat,  jangan seperti ini, tidak boleh begitu, harus begini.
Sampai kepalanya hampir meledak .

Ia tak perduli melihat Berlia isterinya, terlihat tampak kelelahan mengurus bayi. Terlihat lebih kurus ,dan  kurang tidur.

Ia sudah menawarkan untuk mengaji seorang babysister. Tapi Berlia menolaknya dengan alasan ia tak ingin anaknya diurus oleh orang lain.

Sikap arogan dan merasa berkuasa tetap ada di hati Jefri.

Selain mengurus bayi, Berlia juga mengurus rumah mereka. Semua dikerjakan sendiri.

Rumah berlantai dua bergaya minimalis modern.  Rumah model begini,  belum banyak yang menerapkan di jaman itu. Rumah itu dibangun oleh tentu saja kedua orang tua Jefri, salah satu hadiah atas perkawinannya selain tentu saja mobil. Rumah sederhana dipinggir jalan didaerah gringsing.

Rumah yang letaknya lumayan jauh dari tempat toko material papanya. Sekitar enam kilo meter.
            ***************

Lelaki itu dengan tergesa-,gesa turun dari mobil, membanting pintu rumah. memangil-manggil nama isterinya. Berlia.

Berlia menyambut kedatangan suaminya sambil mengedong bayinya yang berusia delapan bulan.
" Ada apa sih, Han?" sambut Berlia. "Tidak perlu berteriak-.teriak"

Jefri membanting pantatnya keatas sofa di depan televisi.
" Malam ini, mama mengundang kita untuk makan malam" ujar Jefri memberitahu" Sebaiknya jangan terlalu malam kita ke rumah papa dan mama"

Berlia mengangguk pelan. Ia ikut duduk disamping suaminya.  Memangku bayinya.

Jefri mencoba bersikap hangat, mencium bayi montok dipangkuan Berlia, mengajaknya bercanda

Berlia tahu jefri masih meragukan keaslian gen bayi yang ia pangku itu. Tapi buat dirinya,  itu tak masalah. Meskipun lelaki yang ada disampingnya tidak mengakui dan mrnganggap bahwa anak itu bukan darah dagingnya. Tapi apa itu penting buat dirinya?

Berlia seorang perempuan ambisius, ia hanya butuh harta Lelaki itu dengan menikah dengannya ia bisa hidup nyaman dan terkecukupan, itu saja, ia tak mau muluk- muluk.  Dan lagi untuk mendapatkan Jefri butuh perjuangan yang berat, itu yang ia rasakan. Kalau sekarang lelaki itu bisa ia miliki seutuhnya itu merupakan bonus dari sang ilahi, mengingat banyak gadis yang lain ingin mengambil hati lelaki itu.

Benar saja, tepat jam 7 malam, dengan sikap biasanya dengan tak sabaran Jefri menyuruh Berlia untuk lekas turun.

Berlia bergegas turun dengan mengedong bayinya, ditangan satunya ia meneteng tas besar berisi perlatan bayi.

Jefri mengambil tas besar yang dibawa Isterinya, memasukan ke dalam  mobil, meletakkan diatas jok belakang mobil.

Tak lama kemudian, mesin mobil menderu- deru, sebelum mendecit- decit meninggalkan rumahnya yang berada di daerah gringsing menuju daerah  di limpung, dimana tempat kedua orang tua Jefri tinggal.

   ALAS ROBAN 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang