Bab.19

151 4 0
                                    

 
Suara kunci di buka membangunkan Jefri. Tak lama berselang pintu kamar terbuka lebar.

Jeng sri masuk kedalam dengan wajah     murung dan sedih. Perempuan tersebut mengambil nampan  yang tergeletak ditengah ruangan. Ia mebawanya ke luar ruangan.

Jefri bangkit berdiri. Membantu papanya untuk ikut berdiri. Jefri membimbing tubuh Sugiarta supaya tetap kokoh berdiri.  Mereka melangkah perlahan keluar ruangan.

Diluar di meja dapur , Jefri melihat  Atika duduk dengan gelisah. Gadis itu duduk seorang diri.

Sementara Jeng Sri terlihat sibuk mempersiapkan segalanya. Menganti bunga tujuh rupa yang telah layu dengan kembang yang baru. Mengisi kendi dengan air dari tujuh sumur  mempersiapakan cawan kemenyan dan tak lupa seekor ayam hitam.

Jefri mengajak papanya untuk duduk disamping Atika yang duduk tertunduk.  Lelaki itu tahu bahwa raga gadis itu  telah rusak membusuk tapi karena mantera- matera ibunya mbuatnya tetap bertahan .
Jefri menyakinkan bahwa gadis itu tidak lagi manusia.

Sugiarta  duduk dengan perut keroncongan ia merasa lapar, dari siang belum makan sebutirpun nasi.
 
Setelah semua siap Jeng Sri datang bergabung dengan mereka. Ia duduk disamping putrinya. Menatap wajah Atika dengan pandangan sendu dan pilu. Perempuan itu secara tiba- tiba menangis terisak. Airmatanya mengalir deras.

" Perempuan gila" umpat Sugiarta lirih. Lelaki itu seperti sudah tak kuat merasakan dan mengalami kejadian yang menurutnya semua terasa gila diotak. Seharian itu Sugiarta merasakan seperti menaiki wahana roller coaster sedetik muncul detik berikutnya kembali tenggelam.
 
Jeng Sri membelai rambut putrinya. Dengan kasih sayang , jemarinya membelai helaian rambut panjang putrinya.

Tak berlangsung lama. Perempuan itu terkejut sesaat , saat mendapati helaian rambut Atika rontok dan tersangkut di jemari tangannya.
" Ohh" jeritnya.

Jefri lebih terkejut dari ibunya. Ia benar- benar  tahu , raga Atika telah mulai hancur.

Dengan air mata masih deras mengalir dikedua pipi. " Sudah saatnya ibu harus merelakan untuk kepergianmu" katanya disela isak tangis.

Sugiarta melotot ke arah Atika
"Kenapa dengan putrimu,Jeng?"

Jeng Sri menggeleng pelan memeluk tubuh ringkih Atika.  " Malam ini kau akan mendapatkan kebahagianmu, menikah dengan lelaki yang kau cintai dan idamkan. Dulu ingat kau pernah berkata bahwa cintamu hanya untuk dia"

Jefri bergidik , melihat rasa cinta yang begitu besar seorang ibu pada putrinya sampai rela melakukan segala cara untuk  membangkitkan kematian putrinya meskipun harus dengan jalan bersekutu dengan iblis.

" Biarkan Papa ku pergi Jeng, Dia tak ada sangkut- pautnya dengan apa yang aku lakukan." kata Jefri memohon perempuan itu sudi mrmbiarkan papanya pergi.

Jeng Sri menyuruh Jefri untuk diam.
" kau mau menikah , tentu saja kau butuh wali dan saksi , jangan bodoh !"

Jefri terdiam  tak ingin berdebat lagi.
Sekarang yang bisa ia lakukan hanya menunggu.

" Aku terpaksa melakukan ini, kesedihan dan kemarah aku bercampur jadi satu begitu tahu putriku hamil dan sakitnya ia kenapa harus melakulan hal nekat dengan bunuh diri.  Aku sebagai ibunya pasti mau dan rela merawat calon cucuku"

Jefri duduk makin mengkerut mendengarkan penuturan Jeng Sri. Dosanya makin membuat dadanya sesak.

" Aku marah, aku murka, aku mencoba meminta pertanggung jawaban dengan mendatangi rumahmu, tapi apa yang kami dapati. Kau mengusir kami!"

Sugiarta mengeleng, kembali teringat masa di tahun 1998. Ia mengakui dulu  pernah mengusir  mereka.  seperti pengemis jalanan, gembel yang tak ada harkat dan martabatnya.
Lelaki itu menyesali perbuatannya. Namun ia merasa semuanya sudah terlambat tak ada gunanya.

Sugiarta mendekatkan wajahnya ke putranya untuk kembali mempertimbangkan keputusan untuk meningkahi gadis setan tersebut. Ia tahu kalau gadis yang ada di samping putranya bukan manusia tapi jelmaan mahluk halus.
"Kita  harus segera pergi, Jef. kau  dengarkan kata papa!"

" Maafkan Jefri pa, jefri harus menebus semua dosa Jefri pada Atika"

" Tapi bukan dengan cara gila dan tak masuk akal begini , jef!"

Jefri mengeleng, ia sudah bulat dengan keputusannya. Ia akan menanggung segala resiko yang akan ia terima, sekalipun nyawanya dipertaruhkan.

Sugiarta menguncang pundak Jefri kecang. " Belum terlamba untuk mundur. Tak ada yang akan menyalahkan  siapa- siapa"

Jefri tetap pada penderiannya.
" Kalau nanti terjadi sesuatu yang buruk pada diriku, berjanjilah pada diriku papa. Papa akan menjaga  isteri dan cucu papa"

Sugiarta terpenjam mengangguk pasrah. Ia menyerah.









   ALAS ROBAN 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang