Bab. 4

215 6 0
                                    


Sebuah bus malam  menuju ke jakarta. Melaju dengan kecepatan sedang. Suara klason dan deru mesin menderu. Sementara lampu depan menyorot ke jalanan alas roban yang gelap tanpa penerangan

Kuntilanak itu terbang menjauh dari atas mobil.

Jefri bergegas membuka pintu mobil lebar- lebar. Ia melongokkan kepala keluar mobil ke arah  belakang.

Ia kaget melihat sang kuntilanak terbang menghadang bus tersebut,  tubuhnya melayang  nempel menggantung di besi kaca spion bus samping sang sopir.

Sopir bus yang tak menyangka akan menjumpai setan malam itu menjadi panik dan takut. Bertemu setan secara tiba- tiba. Jantungnya mendadak mecelos serasa mau lepas dari tempatnya. Ia kalut menjadi tak fokus , membuat laju mobil oleng, ia membanting setir ke kiri , menekan pedal gas. Pandangannya terhalangi oleh tubuh kuntilanak yang berkibaran di kaca depan
" se..se..tan!" pekiknya  membuat penumpang dibagian depan menjadi ikut panik.

Para penumpang secara spontan berdiri ingin tahu.

Dalam hitungan detik,  mobil bus tersebut berjalan zig- zag, mengarah ke mobil Jefri.
Akhirnya....

BRRAAAKKKKKKK!!!
DEEEEERRRR!

Suara hantaman keras terdengar di kesunyian malam.

Moncong bus menghantam keras pintu mobil mazda yang terbuka. Entah bagaimana ceritanya,
Pintu itu tersangkut dan ikut menyeret mobil

Jefri berteriak , saat ia menyadari bahaya mengacam jiwanya dan keluarganya.

Mobil mazda milik Jefri ikut terseret ke sisih kiri. Suara derakan benda beradu disertai decitan panjang terdengar.

" Tidak!!" lolong Jefri nyaring menutup kedua matanya.
" Mati aku!!"

Mobil bus tersebut , melaju memepet ke kiri, terus menyeret mobil.

Hampir limaratus meter ke depan,  mobil mazda itu akhirnya menerjang tanggul jalan melonjak sebelum akhirnya menghantam  sebatang pohon besar disisi kiri jalan alas roban.

Tak lama berselang , Jefri sudah tak ingat apa- apa. Semuanya menjadi gelap gulita. Ia merasa seperti tenggelam, tersedot pada pusaran lubang hitam ditengah samudera yang dalam.

                    *********

Begitu membuka mata Jefri sudah berada dibangsal rumah sakit dengan kaki di lapisi dengan gips tebal.
Sementara tangan kananya di balut dengan penyangga.

"Dimana aku?" tanya Jefri kepada  Berlia isterinya yang sedang duduk dengan wajah terligat kuatir.
Ia mencoba mengingat  namun kepalanya terasa sakit  sekali.  Berdeyut- deyut serasa mau meledak.

" Kau ada dirumah sakit " jawab Berlia menahan tangis, mengingat mereka berjam- jam lamanya terjebak disituasi mengerihkan, dan berakhir tragis .

" Bagaimana dengan bayi kita?"

Berlia mengeryit ke arah suaminya yang  terbaring  menyedihkan.  Ia mencium pipi suaminya lembut.
" Bayi kita?"

Jefri mengangguk lemah, ia merasa penuh penyesalan. " Aku minta maaf"

Berlia mengangguk, masih merasa bingung dan tak mengerti dengan kejadian di tengah jalan alas roban.





   ALAS ROBAN 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang