Bab. 3

239 4 0
                                    


" Dia masih ada diatas mobil" ujar Berlia lirih . Perempuan itu membobong bayi kecilnya  bergerak- gerak kesana - kemari. Agar bayinya lebih tenang tangisan tidak kencang

Jefri bersungut , sepertinya lelaki itu sudah tak tahan " Aku akan akhiri semua ini" katanya tapi terdengar ragu dan bimbang.
Ia mengakat tombol lock pintu mobil. Ragu- ragu memengang gagang pintu mobil.

" Tenang , sabar dulu. Kita belum tahu maunya apa kuntilanak itu, kau harus tahu. Ini alas roban kita ada di pinggir jalan tengkorak, semua orang tahu "

" Aku tak percaya dengan hantu,setan atau sejenisnya." Jefri sesumbar.

" kau boleh tak percaya dengan hal ghoib apapun itu. Tapi sebaiknya kita tunggu saja sebentar lagi"

" Ini sudah tak bisa dibilang sebentar. Ini lama dan aku sudah tak bisa bersabar lagi"

  " Aku bilang jangan keluar dari mobil, kunci lagi pintu mobil!" bentak Berlia.

Jefri menyerah ia mengurungkan niatnya untuk langsung berhadapan dengan sang kuntilanak. Dan lagi apa yang bisa ia lakukan bila mahluk itu benar- benar kuntilanak yang tengah marah"

Berlia menahan napas, ia menepuk pundak suaminya pelan. Menyuruhnya agar lebih menahan hawa napsu sampai terbawa emosi, 

Mereka belum tahu apa yang dimaui oleh kuntilanak . Sejauh ini Berlia merasa bersyukur kalau mahluk kuntilanak itu tidak menerobos masuk kedalam mobil menginggat dia adalah mahluk abstral , mahluk halus yang bisa menebus .

Mereka terdiam dalam bisu. Hanya duduk ditempat terbatas didalam mobil dipinggir jalas alas roban, jalan yang membelah hutan belantara

Mobil tiba- tiba berguncang pelan. Bergetar.

Jefri membelalakkan mata menujuk ke kaca depan.Lelaki itu memekik kaget tatkala matanya menangkap helaian ramburt perlahan- lahan turun dari atas mobil .
" Ap- ap..."katanya tergagap

Berlian berpengangan pada sandaran kursi menatap apa yang dimaksud oleh jefri.
" Itu helaian rambut" katanya kemudian.

Rambut itu secara pelan semakin turun , dan turun. Sampai menutupi seluruh kaca depan mobil. Pandangan ke depan tertutup  oleh rambut Kuntilanak.

Jefri kembali mencoba menekan klakson mobil.

Berlia makin erat memeluk si buah hati. Ia tak ingin bayinya menangis kejer, dan neronta- ronta. Ia yakin tangisan bayinya disebabkan oleh aura negatif mahluk kuntilanak tersebut.

Jefri menegok jam tangan sekilas hampir jam sebilan malam, sudah berapa lama mereka terjebak didalam alas roban.
" Anj*ng!"kembali  lelaki itu mengumpat, frustasi.
Selama ini, ia tak pernah mempercayai dengan hantu, setan dan sebangsanya. Ia selalu berpikir secara logis dan realita.  Hal mistik dan ghoib itu tidak ada
" Bushiiit!!"

Berlia memejamkan kedua belah mata, mencerna dengan apa yang terjadi malam itu. Mereka diikuti oleh mahluk kuntilanak berambut panjang , dan rambut itu menutupi mobil mereka.
" apa karena aku lagi datang bulan jadi setan itu mengikutiku" kata Berlia lirih. " kata orang bau darah haid mengundang para lelembut  untuk mendekat"

Jefri tertawa sesaat, mimik wajahnya tersirat kecemasan.
" Kau percaya dengan tahayul dijaman sekarang?"

Berlia menggeleng, sedetik kemudian mengangguk. " Kau bisa menjelaskan dengan akal logikamu dengan apa yang kita alami sekarang?"

Jefri menepiskan tangan di hadapan Berlia. Ia mencoba bersikap tenang.

Tertawa cekikikan terdengar jauh. Lirih dan pajang.  Suara si kunti.

Berlia tahu kalau suara itu terdengar jauh,  berarti mahluk setan itu artinya berada dekat tidak jauh. Tapi kalau terdengar sebaliknya itu setan tersebut berada jauh.

"Aku sudah berfirasat jelek malam ini, sebetulnya aku tidak berbiat untuk ikut pergi bersama mu" ujar Berlia dengan suara gemetar.

Jefri kembali tanpa berputus- asa mencoba menyalakan mesin mobil, tapi lagi- lagi ia harus menyerah. Mobil mati total.

Suara rintihan disusul mobil bergetar halus.

Jefri kembali memekik , matanya menangkap jari- jari  hitam dan panjang. Jari- jari itu muncul  dari atas mobil merayap turun.

" Apa lagi sekarang, anj* ng!!"

Jari- jari itu dibarengi dengan kemunculan sebuah wajah dan kepala. Sebuah wajah busuk dan hitam di penuhi belatung kecil- kecil.
Wajah itu tersenyum lebar menatap mereka.

"Oh Tuhan!" jerit Jefri tercekat ditenggorokkan lehernya. Wajah itu begitu dekat  dengan  dirinya. Hanya terpisah dengan kaca tipis mobil.

Tubuh lelaki itu mengigil ketakutan luar sangat. Tubuhnya gemetaran tak karuan. Ia tak bisa berpikir jernih, semuanya terasa di luar otaknya.

Ia menutup wajahnya dengan kedua tanganya. Tak kuasa melihat kengerian didepan matanya. Menatap wajah rusak dan membusuk.

Berlia tak berani melihat apalagi menatap, itu gila. Ia meringkuk di balik kursi jok . Menutup wajahnya dengan membekap tubuh bayinya.
"Pergi, jangan nganggu kami" kata Berlia dengan isak tangis.

Jari- jari sang kuntilanak  mengetuk - ketuk kaca mobil, menujuk ke arah Berlia dengan bayinya.

" Apa maumu?!" teriak Jefri parau bertanya.

Si kunti tertawa menoleh kearah Jefri. Bola matanya dipenuhi oleh belatung- belatung yang menari- nari berloncatan.

Perut Jefri mendadak mual , ingin muntah.

" Itu bayiku!" jerit mahluk mengerihkan itu terus menujuk kearah Berlia. Mulutnya menganga lebar mengeluarkan belatung-belatung yang berlompatan keluar dari mulut busuknya.

Berlia semakin meringkuk gemetaran.
" Pergi, ini bayiku, anakku"

" Dia menginginkan bayi itu" kata Jefri masih dengan suara parau.
" Dia ingin bayimu!"

Berlia tak mengacuhkan , sembunyi di balik kursi supaya ia tidak melihat sosok busuk menyeramkan itu.
 
Kuntilanak itu masih mengetuk- ketuk kaca depan mobil dengan kepala menggatung dan wajah menatap ke dalam mobil menatap Berlia dengan bayinya.
Jarinya yang kurus dan busuk menghitam menujuk kearah bayi didekapan Berlia.
" Itu bayiku, berikan padaku"

Jefri menjambak rambutnya merasakan kengerian yang tak ada ujungnya.
" Pergi!"
" Tolong jangan ganggu kami!"

Si kunti tak bergeming dengan kedua bola mata bergerak ke kiri dan kanan menatap marah kepada Jefri dan Berlia.

" Serahkan bayi itu Berlia!" jerit Jefri secara spontan, ia hendak mengakhiri semua kengerian dan kegilaan yang ia rasakan." aku sudah tak kuat!"

Berlia bangkit dengan bayi digedongannya.
" Tidak!"
 
Jefri menatap Berlia, ia gugup dan tampak kacau.
" Itu bukan anak aku, kau menjebak ku. Itu hasil hubunganmu dengan lelaki bodoh lainnya"

Berlia menangis kencang mendengar perkataan yang keluar dari mulut suaminya. " Jangan konyol Jef, Aku melakukannya hanya dengan kamu!"
" Lelaki bodoh itu kamu!
" kamu Jeff!!"

Jefri limbung ia ambruk kekursi kemudi. Tubuh rasanya tak bertenaga. Dan kepalanya terasa pusing.

Sikuntilanak tertawa ngikik. Suaranya masih mengema  di jalan sepi alas roban.. Hanya monyet- monyet yang memperhatikan dari atas pohon tak berani mendekat.

Berlia menangis sejadi- jadinya , tentu saja tak terima atas perkataan jefri barusan.

Bayi dalam gedongannya ikut menangis, seakan- akan mengerti akan situasi yang sedang terjadi pada kedua orang - tuanya.

Jefri terhenyak , duduk dikursinya sementara didepan matanya persis  wajah busuk sang kuntilanak masih menggatung.

Dalam situasi ketakberdayaan dan keputus asaan . Seberkas sinar terang terlihat dikaca spion mobil, kaca spion sebelah kanan, disamping Jefri terduduk lesu tak berdaya.

Jefri terlojak kaget, menyadari dewa penyelamat  telah datang.
" Ada mobil lewat!" serunya dengan suara bersemangat.

Berlia  tersadar , ia menghentikan tangisannya. Menegok ke kaca belakang mobil

" Buka pintu !"

 

   ALAS ROBAN 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang