“jika kamu mencintai seseorang karena Allah dan kamu tidak tahu alasannya, ketahuilah bahwa Allah mencintainya dan memerintahkan hatimu untuk mencintainya.”
.
.
.
.Suara adzan berkumandang dari arah masjid dan terdengar dari setiap sudut pesantren Al-mubarak ini, dari kamar ke kamar milik santri-santri, termasuk rumah milik perempuan paruh baya ini, ia kini tengah bersiap-siap akan pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat maghrib, sedangkan sang suami sudah pergi duluan sebab akan menjadi imam.
Semua santri pondok pesantren Al-mubarak ini berhamburan saat sholat maghrib telah tiba. Beda halnya dengan perempuan yang berada didalam kamar ini, ia justru sedang bersiap untuk sholat didalam kamar.
Namun, saat ia akan melaksanakan ibadah wajib ini, pintu kamarnya itu berbunyi membuatnya langsung menoleh dan membukanya.
Terlihat wanita paruh baya yang tengah berdiri dengan memakai mukenah dan membawa sajadah saat perempuan ini membuka pintunya.
"Kenapa, Ummi?"
"Ayo kita berangkat ke masjid untuk sholat berjamaah."
Perempuan bernama Fatimah Khanza Faradhia itu mengerutkan keningnya, lalu tersenyum. "Ummi, perempuan itu sholatnya gak perlu ke masjid, cukup dirumah aja, kan?"
Wanita paruh baya yang bernama Laksita itu membalas dengan senyuman. "Iya, Ummi tau. Tapi, ini kan pesantren, Sayang."
"Apa hubungannya?" Fatimah menaikan satu halisnya. "Fatimah malas ketemu orang-orang gak jelas diluar sana."
"Itu santri, bukan orang gak jelas."
"Iya, maksudnya itu."
"Justru kamu harus kenalan sama mereka, supaya kamu kenal."
"Gak perlu kenalan. Mereka juga sudah kenal sama Fatimah, kalo Fatimah ini putri dari Kyai Abdullah Kahar, pemilik pesantren Al-mubarak ini." imbuh Fatimah menjelaskan.
Sang Ibu hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis.
••••••••••••••••
Suasana dalam masjid begitu ramai dengan santri-santri putri dan santri-santri putra yang akan melaksanakan sholat berjamaah ini.
"Ali, kamu yang menjadi imam, ya?" ujar Kyai Abdullah yang berada dibarisan paling depan disamping lelaki yang ia sebut tadi setelah lelaki itu mengumandangkan komat.
Lelaki yang bernama Ali Shawqi Rayyan putra dari sahabat Abdullah itu tersenyum, lalu mengangguk menandakan menuruti sang Kyai.
Ali berpindah ke shaf paling depan dan mulai melakukan ibadah wajib ini dan diikuti oleh makmumnya.
Setelah sholat maghrib selesai, Ali dan dua Gus itu mengajar ngaji para santri-santri sembari menunggu waktu isya. Santri putri disebelah kanan, diajar oleh Ning Fara dan Ning Naya, sedangkan santri putra diajar oleh Gus Ali, Gus Adam dan Gus Abinaf yang biasa dipanggil Gus Abi. Guru ngaji santri putra ada tiga, sebab diantara santri putra dan putri lebih banyak santri putra.
Sedangkan wanita paruh baya ini mengetuk pintu kamar sang putri yang sedari tadi tak keluar dari kamarnya.
"Sayang, Fatimah. Keluar sebentar, Nak." ucap Laksita sembari mengetuk pintu.
Fatimah yang tengah bermain ponsel sembari merebahkan tubuhnya diatas kasur dan mendengar suara sang Ibu kemudian menghela nafasnya, lalu beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Kenapa lagi, Ummi?"
Laksita tersenyum. "Ayo keluar rumah, kamu belajar ngaji."
"Ck nggak mau."
"Astagfirullah, kenapa?"
"Males Ummi, Fatimah cukup tau sholat saja, kan? Yang penting kewajiban Fatimah kerjakan."
Laksita menghela nafasnya sembari menggeleng gelengkan kepalanya heran. "Sayang, ngaji juga kewajiban seorang muslim. Islam tapi nggak bisa ngaji?"
"Yang penting sholat."
"Kamu ini ya, dikasih tau nggak pernah nurut. Contoh adik kamu Idris, beliau sudah hafal 5 juz diwaktu umurnya yang masih 15 tahun."
Mendengar itu, Fatimah berdecak kesal, raut wajahnya cemberut. Lalu ia kembali menutup pintu kamarnya, membuat Laksita menghela nafasnya panjang.
...
"Abi, tolong nasihatin Fatimah. Ummi capek nasihatin dia, mau lembut, mau kasar tetap saja Fatimah tidak mendengarkan." ujar Laksita mengadu pada sang suami yang kini baru saja selesai mengaji didalam kamar.
Lelaki paruh baya itu menyimpan Al-Qur'an nya pada meja, lalu duduk diatas kasur disamping sang istri.
"Memangnya dia kenapa lagi, Ummi?"
"Ummi menyuruh Fatimah belajar mengaji, tapi dia nggak mau."
Abdullah menghela nafasnya pasrah, ia benar-benar sudah lelah dalam menasihati putri pertamanya itu. Bahkan, ia dulu sempat membentak, bukannya menurut, Fatimah justru malah kanur dari rumah.
Sifatnya bandel, membantah. Sholat saja jika sedang tidak mau Fatimah tidak mengerjakan, itu pun dulunya Abdullah ceritakan suatu kisah adzab orang yang tak sholat.
"Abi juga sudah lelah, Ummi. Kita sudah memakai berbagai cara untuk membuat Fatimah berubah, tapi tidak bisa. Mungkin Allah belum berkehendak."
"Belum dapat hidayah." lanjutnya.
"Tapi, hidayah itu dijemput Abi."
"Iya, Abi tahu, Ummi. Tapi, apa boleh buat jika Fatimah memang belum bisa berubah?" ucap Abdullah membuat Laksita terdiam.
Setelah beberapa detik terdiam, Laksita tersenyum setelah mendapati sesuatu dari pikirannya itu.
"Mungkin sudah saatnya kita menjodohkan Fatimah dengan Ali?"
Mendengar sang istri, Abdullah mengerutkan keningnya. "Fatimah saja tidak suka dengan Ali, Ummi."
"Tapi, cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu."
"Bagaimana jadinya nanti, Ummi? Setelah mereka menikah, Ali justru malah tertekan karna sifat Fatimah."
"Ummi yakin, Ali sabar." wanita itu tersenyum sembari mengangguk anggukan kepalanya. "Mungkin saja setelah kita nikahkan Fatimah dengan Ali, Fatimah bisa berubah."
"Kita juga sudah sepakat dengan orangtua Ali, akan menjodohkan mereka setelah besar nanti. Dan ini saatnya, Abi."
"Ali juga sudah tahu, kan, kalo ia akan dijodohkan dengan Fatimah?" lanjutnya.
Siapa sangka, jika akan dijodohkan biasanya dirahasiakan, bukan? Tapi, ini justru diberi tahu sejak lama karna jika tidak, takutnya Ali akan mencintai orang lain sebelum menikah dengan Fatimah. Hanya Fatimah saja yang belum diberi tahu, sebab gadis itu tak pernah mengobrol, berbicara hanya secukupnya saja, alias nolep.
"Kita bicarakan dulu dengan Fatimah besok."
.
.
.
.#ToBeContinued
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAMKU GUS PONDOK
Spiritual"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan sajadah?" Berawal dari Ayahnya yang tiba-tiba meninggal dan menitipkan pesan agar ia menikah dengan l...