Chapter 23

5.3K 207 1
                                    

Fatimah menelan seblak untuk suapan terakhirnya, lalu minum sampai akhirnya ia menatap Ali. "Kita libur dulu ibadahnya, ya. Aku takut."

"Ibadah apa sih? Sholat? Sholat kan nggak ada libur, kecuali udzur."

"Bukan itu, Mas. Masa Mas nggak ngerti maksud aku?"

"Beneran nggak ngerti, Sayang. Apa yang kamu maksud memangnya?"

Fatimah menghela nafasnya, lalu meraih tangan Ali. "Mas... Aku takut hamil."

Mendengar itu sontak Ali tertawa, membuat Fatimah cemberut. "Mas ih, kenapa ketawa?!" ucapnya disela-sela Ali tertawa.

"Astagfirullah..." ucap Ali tersadar dari gelak tawanya, namun ia masih terkekeh pelan saat mengingat ucapan Fatimah. "Alasan kamu kurang tepat untuk menolak ajakan suami."

"Bukan alasan menolak, Mas. Tapi, emang aku takut hamil."

"Kenapa takut hamil? Kalo begitu, tandanya kamu belum siap, belum siap jadi Ibu?"

Fatimah terdiam.

"Kamu tahu kisah seorang lelaki yang enggan ingin menikah, beliau hanya fokus mengejar cinta Allah, sampai akhirnya beliau ingin menikah karna beliau bermimpi."

"Mimpi apa?"

"Dipadang mahsyar nanti, kita akan kepanasan, kehausan bahkan kelaparan. Tapi, orangtua yang kehilangan anak atau bisa dibilang keguguran, akan diberi minum oleh anaknya disana kelak. Saat lelaki itu meminta minum pada seorang anak, anak itu justru menolak sebab beliau tidak mempunyai anak. Kamu bisa ambil kesimpulan dari cerita lelaki ini?"

Fatimah yang mendengar cerita tersebut hanya terdiam sembari berfikir, benar-benar dibuat bingung dengan ini semua.

"Kalo anaknya nggak keguguran?"

"Kita ajarkan anak kita mengaji sampai menjadi penghafal Al-Qur'an agar bisa membawa kita menuju surganya Allah."

Lagi dan lagi Fatimah terdiam sembari berfikir sejenak.

"Masih nggak mau hamil?" tanya Ali menatap Fatimah.

Fatimah menggeleng. "Aku bukan takut punya anak, tapi aku takut pas melahirkan. Aku lihat banyak perempuan diluar sana yang kesakitan saat melahirkan."

Ali menghela nafasnya, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Fatimah. "Kamu tahu? Kenapa wanita itu derajatnya tinggi dan harus dihormati?"

"Tanpa wanita, lelaki tidak bisa apa-apa. Tanpa wanita, lelaki tidak bisa lahir. Maka dari itu, derajat wanita itu tinggi."

"Tap—"

"Kamu masih ragu? Ya sudah, kalo kamu masih ragu, Mas nggak akan minta sama kamu. Mas ngerti." ucap Ali kembali duduk seperti semula.

"Kalo aku hamil, Mas harus janji." ucap Fatimah dengan raut wajah yang terlihat cemas.

"Janji apa?"

"Kalo aku hamil, Mas harus janji kalo Mas nggak akan ninggalin aku, Mas janji akan lebih sayang sama aku," ucap Fatimah yang tiba-tiba lirih sembari menunduk.

IMAMKU GUS PONDOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang