“Hidup sesuai kemampuan, bukan sesuai keinginan.”
.
.
.
.Kedua bola mata lelaki ini terbuka setelah mendengar suara adzan subuh berkumandang. Matanya melihat-lihat isi ruangan, dimana ruangan itu tak ia kenali. Ia kemudian meregangkan tangannya dan membalikkan tubuhnya ke kiri, sontak ia terkejut saat melihat Fatimah yang tengah tertidur pulas disampingnya.
"Astagfirullahala'dzim!" lelaki ini langsung mengubah posisinya menjadi duduk, dan seketika sadar jika dirinya ini sudah mempunyai istri. Ia mengelus dadanya yang sedikit terguncang itu.
"Ya Allah, Astagfirullah..."
Biasanya yang ia lihat adalah guling, tapi kali ini istrinya. Ia tersenyum, kemudian membangunkan istrinya dengan cara memegang tangannya.
"Ning, sudah subuh."
Fatimah tak bergerak sama sekali, sebab telinganya masih tak mendengar apa-apa.
"Ning, bangun, sudah subuh."
"Ning Fatimah, bangun!" nadanya kini sudah mulai sedikit tinggi, namun tetap saja Fatimah tak bergerak, sampai akhirnya lelaki ini berteriak kencang.
"NING FATIMAH, BANGUN! SUDAH SUBUH!"
Sontak Fatimah terkejut dan langsung membuka kedua matanya dan mengubah posisi menjadi duduk. Matanya memerah sembari duduk seperti patung.
"Maaf, Ning."
Fatimah menutup matanya, lalu kembali membukanya. "Kenapa Gus teriak-teriak? Ada maling makanya bangunin saya?"
"Nggak, Ning. Sudah subuh, waktunya sholat."
"Nanti saja, saya biasanya sholat jam setengah enam." perempuan itu kembali merebahkan tubuhnya.
Ali menghela nafasnya. "Katanya Ning mau saya bimbing? Nggak ingat pesan Kyai Abdullah?"
Fatimah tertegun, lalu kembali mengubah posisinya menjadi duduk.
"Yaudah, ayo sholat."
"Saya mandi duluan, Ning tunggu sebentar, jangan tidur lagi."
•••••••••••••
Kedua pasutri baru saja menyelesaikan sholat subuh berjamaahnya di dalam kamar ini, Ali mengulurkan tangannya pada Fatimah, lalu Fatimah mencium punggung tangannya, setelah itu Ali kembali berdzikir.
"Bukannya cium kening istri setelah sholat itu kewajiban dan dapet pahala, ya?" batin Fatimah sembari mengerutkan keningnya.
"Gus, mau nanya." ucap Fatimah membuat Ali yang berdzikir itu terhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap Fatimah.
Ali menaikan kedua halisnya.
"Kalo cium kening istri setelah sholat itu kewajiban, bukan? Bisa dapat pahala?" tanyanya polos. Bukannya kode ingin dicium, tapi ia hanya bertanya.
Ali tersenyum tipis. "Tergantung suaminya yang mau cium kening istrinya, atau nggak. Kalo ditanya dapat pahala atau nggak, pasti dapat. Suami istri, pegangan tangan saja dapat pahala."
Fatimah mengangguk anggukan kepalanya paham. "Oohh, gitu."
"Ning mau saya cium?" tanya Ali menaikan kedua halisnya.
Fatimah mengedikan bahunya. "Tergantung suaminya, mau atau nggak, kalo saya, selagi dapat pahala, boleh-boleh aja."
Bibir Ali tersenyum lebar, Fatimah benar-benar menggemaskan. Ia kemudian mengecup kening milik Fatimah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAMKU GUS PONDOK
Spiritual"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan sajadah?" Berawal dari Ayahnya yang tiba-tiba meninggal dan menitipkan pesan agar ia menikah dengan l...