Chapter 21

5.4K 222 1
                                    

Hari demi hari berlalu, para santri Al-mubarak setelah mendapat undangan dari luar kota kini sudah kembali ke pondok pesantren. Para Gus itu langsung mencari keberadaan Ali untuk memberi ucapan turut berduka cita, sebab mereka pun mendapat kabar bahwa Ali sudah kembali ke pondok Al-mubarak, mengapa? Sebab Ali tidak ingin pusing dengan Paman-Paman nya yang selalu membahas warisan, bahkan Ali juga sudah menyerahkan warisan itu pada Paman-Paman nya yang ingin mendapatkan. Toh, mereka juga tidak mengadakan tahlilan, sebab mereka berpesan sebelum berpulang.

Ia akan dikabarkan jika warisan itu sudah benar-benar terbagi. Siapa yang akan mendapatkan, dan siapa yang tidak mendapatkan.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Gus." ucap Abinaf beserta Adam saat tak sengaja berpapasan dengan Ali yang akan pergi mengajar.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Ali tersenyum.

"Gus, kami semua turut berduka cita atas meninggalnya kedua orangtua Gus Ali." ucap Adam.

"Iya, Gus. Kami benar-benar tidak menyangka kalo orangtua Gus Ali pergi secepat itu dan bahkan barengan." sambung Abinaf. "Semoga kedua orangtua Gus husnul khotimah, diberikan kemudahan saat dihisab dan ditempatkan ditempat yang mulia."

"Aamiin. Terima kasih atas doanya."

•••••••••••

"Assalamualaikum, Ummi." Idris masuk ke dalam kamar sang Ibu yang tengah berdzikir, lalu menghampiri dan mengecup punggung tangannya.

"Wa'alaikumsalam. MasyaAllah, anak gantengnya Ummi sudah pulang." ucap Laksita tersenyum. "Gimana? Seru?"

Idris tersenyum, lalu duduk disamping sang Ibu. "Alhamdulillah, seru, Ummi."

"Tapi, kita dapat kabar kalo orangtua Gus Ali meninggal. Idris sedih setelah mendengar kabar itu, apalagi mereka pergi secara bersamaan, kasihan Gus Ali."

"Qadarullah, Sayang. Ini sudah takdir Allah, kita cukup do'akan beliau agar bisa ditempatkan disurganya Allah."

"Aamiin." Laksita mengelus lembut ujung kepala sang putra sembari tersenyum.

"Ummi..." rintih Idris membuat Laksita mengerutkan keningnya.

"Kenapa, Sayang? Mau makan?"

Idris menggeleng.

"Terus?"

"Idris selalu meminta sama Allah, supaya Allah jangan dulu ambil Ummi dari Idris, Idris takut kehilangan Ummi, Idris takut kalo nggak ada Ummi."

Mendengar ucapan sang putra, Laksita tersenyum tipis, lalu memeluknya. "InsyaAllah, Ummi akan selalu bersama Idris."

"Tapi kalo takdir Allah beda? Gimana, Ummi. Idris takut, Idris nggak punya siapa-siapa selain Ummi saat ini."

"Loh? Kakak Fatimah kan ada, jadi, nggak usah takut."

"Kakak sudah punya Gus Ali, sedangkan Idris? Idris hanya punya Ummi. Idris mau Idris yang lebih dulu pergi sebelum Ummi, Idris mau, Ummi selalu menemani Idris sampai bisa jadi hafidz Qur'an dan bisa sukses dunia akhirat, supaya Idris bisa bawa Ummi, Abi ke surga."

"Sayang, Ummi akan selalu menemani kamu. Begitupun Abi, Abi juga sebenarnya menjaga kamu, tapi diatas. Abi selalu memperhatikan kamu, makanya kamu harus rajin-rajin ibadahnya, baca Al-Qur'an nya, kelak Abi akan bangga sama kamu."

IMAMKU GUS PONDOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang