Chapter 32

4.5K 233 29
                                    

H A P P Y R E A D I N G

.......

Berjalan mondar-mandir sembari menggigit kukunya resah sebab sudah satu jam lebih dirinya berada didepan ruangan yang mana didalam Fatimah sedang ditangani oleh Dokter. Ali benar-benar tak menyangka bahwa akan terjadi seperti ini, mungkin jika waktu bisa diulang ia tak akan berbohong soal rokok itu pada Fatimah.

Laksita dan Idris yang baru saja datang dengan perasaan khawatir itu menghampiri Ali.

Ali menyalimi tangan Laksita sembari melirih, "Maaf, Ummi. Ali lalai menjaga Fatimah,"

Laksita langsung memeluk Ali, ia pikir ini memang sudah takdir Allah, jadi ia tak bisa menyalahkan Ali begitu saja.

"Tidak apa, Ali. Lebih baik kita doakan Fatimah agar baik-baik saja, ini bukan waktunya untuk menyalahkan."

Sampai akhirnya Dokter membuka pintu dan keluar dari ruangan, membuat ketiganya menghampiri.

"Dokter, bagaimana keadaan istri dan kandungannya?"

Dokter itu tersenyum tipis. "Qadarullah, setelah satu jam lebih kami menangani beliau, beliau sudah sadarkan diri. Tapi, soal kandungan, kami tidak bisa menyelamatkan sebab ini berada diluar kendali kita."

"Maksud Dokter, anak saya keguguran?" tanya Laksita dan dibalas anggukan oleh Dokter.

"Kami boleh masuk, Dok?" tanya Ali.

"Silahkan, Pak."

Dengan segera ketiganya masuk dan menghampiri Fatimah yang terbaring diatas brankar dengan air mata yang terus mengalir mengenai pipinya.

"Sayang, akhirnya kamu sadar." ucap Ali meraih tangan Fatimah, namun Fatimah menjauhkan tangannya agar tidak tersentuh sembari memalingkan wajah dari Ali.

Sontak Ali merasa bersalah, dirinya mungkin tidak akan memaafkan dirinya sendiri setelah kehilangan anaknya.

"Nak, kamu kenapa?" tanya Laksita yang kini berada disebelah kiri Fatimah bersama Idris, beda dengan Ali yang berada dikanan.

"Aku benci Mas Ali," ucapnya pelan namun terdengar.

"Kenapa begitu? Suamimu dari tadi khawatir sama kamu, Ali menunggu kamu."

Fatimah menatap Laksita. "Silahkan tanya sama menantu kesayangan Ummi, apa yang sudah terjadi."

Laksita mengerutkan keningnya, lalu menatap Ali yang menunduk. "Ali?"

"Maaf, Ummi... Ali benar-benar tidak bermaksud untuk membohongi Fatimah, Ali hanya-"

"Nggak ada yang namanya berbohong tanpa maksud!" sungut Fatimah menatap Ali dengan tajam. "Aku pikir Mas ini baik karna Mas selalu bilang kalo Mas nggak bisa marah sama aku, tapi ternyata? Tak bisa marah tapi bisa membohongi!"

"KALO SAJA MAS NGGAK BERBOHONG, MUNGKIN AKU NGGAK AKAN KEHILANGAN KANDUNGAN AKU, MAS!" teriak Fatimah emosinya sudah membuncah.

"Astagfirullah, istighfar, Sayang. Ini sudah kehendak Allah, takdir Allah, ini semua diluar kendali kita." ucap Laksita mengelus tangan sang putri.

"Aku mau Mas keluar!"

"Sayang, maafin Mas..."

"Keluar!"

Ali menghela nafasnya, lalu mengangguk, setelah itu ia keluar.

"Kamu kenapa, sih? Masalah kecil jangan dibuat besar." ucap Laksita setelah Ali pergi.

"Ummi nggak akan paham, Ummi nggak akan mengerti!" ucap Fatimah dengan isak tangisnya.

Sedangkan Ali keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan marah, menyesal dan bersalah ini duduk diatas kursi yang biasa untuk menunggu, ia memegangi kepalanya sembari memejamkan matanya.

IMAMKU GUS PONDOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang