Chapter 10

6.7K 271 5
                                    

Follow dulu sebelum baca.
Instagram : @ffyah18___
Tiktok : @Wattpadpi

......

Dua minggu kemudian, setelah tiga minggu belum mendapatkan haid, kini perempuan berusia 19 tahun ini tengah uring-uringan sebab perutnya yang terasa sakit karna ia sedang datang bulan. Padahal sudah hari ke tiga, tapi masih terasa sakit. Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur sembari memegangi perutnya, sedangkan Ali sedang membuatkan Fatimah minuman air pereda sakit perut saat haid yang selalu Ali buatkan.

Setelah membuatkannya, Ali kembali ke dalam kamar dan memberikan botol minum berisikan air tersebut. Fatimah menerima, lalu menatap botol tersebut.

"Air ini lagi?" tanya perempuan itu, bukan apa, sudah tiga hari ini Ali memberinya minuman itu.

"Iya, buat pereda sakit perut."

"Isinya apa aja sih, Gus?"

"Asam jawa, sereh, jahe, kunyit sama gula aren."

Fatimah mengerutkan keningnya. "kata siapa bisa meredakan sakit perut? Emangnya Gus pernah haid?"

Ali terkekeh setelah mendapat ucapan dari istrinya. "Saya dulu dikasih tau sama Bunda, katanya gitu. Saya juga pernah buatkan untuk santri yang sedang datang bulan. Ning juga lumayan mereda kan sakitnya?"

Perempuan ini menaiakan bibir bawahnya. "Oh, jadi bukan saya yang pertama dibuatin, ya."

"Yang pertama saya buatkan, Ning Fara. Waktu itu beliau sakit perut katanya lumayan sakit banget, jadi saya bikinkan, setelah minum, alhamdulillah membaik."

"Oh, Ning Fara yang cantik itu, ya?"

Ali mengedikan bahunya.

"Cantik kan, Gus?"

"Iya, soalnya perempuan. Kalo laki-laki baru ganteng."

Fatimah hanya menghela nafasnya, lalu membuka tutup botol itu dan segera meminumnya. Setelah itu kembali memberikan itu pada suaminya.

"Kalo mau minum lagi, ambil dimeja, ya. Saya mau ngajar dulu hari ini." ucap Ali meletakkan botol itu pada meja.

"Hm," sahut Fatimah tanpa mengeluarkan suara.

•••••••••••

"Gimana, Ali? Air itu sudah Fatimah minum?" tanya Laksita saat Ali turun dari tangga.

Ali mengangguk. "Alhamdulillah, Ning Fatimah sudah minum."

"Masih manggil Ning? Ummi kan sudah bilang, panggil Fatimah dengan sebutan nama saja. Jika perlu, panggil Sayang."

"Ali belum biasa, Ummi. Takut Ning Fatimah risih."

"Biasakan, nanti juga terbiasa."

Ali mengangguk anggukan kepalanya paham sembari tersenyum tipis. Semenjak mereka menikah, mereka belum melakukan hubungan suami-istri walaupun usia pernikahan sudah menginjak dua minggu, dengan alasan Fatimah belum mencintai Ali.

Ali fine-fine saja, toh ia juga tak terlalu memaksa Fatimah. Ia juga harus membuat Fatimah mencintainya terlebih dahulu sebelum melakukan hal itu. Jadi, ia harus lebih sering membuat Fatimah cemburu. Agar tahu, Fatimah cemburu atau tidak, jika cemburu, berarti sudah mencintai Ali.

Seperti tadi yang sebelumnya, aslinya ia sedang menguji Fatimah dengan menyebut nama Ning Fara.

"Yasudah, kalo begitu, Ali pamit dulu mengajar, Ummi."

"Yasudah." Ali mencium punggung tangan sang mertua.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

••••••••••••

"Saya sedang mencoba membuat Ning Fatimah mencintai saya, Gus."

Setelah berpamitan untuk mengajar, ternyata Ali justru malah mengobrol dan curhat pada Gus Adam dan Gus Abinaf dikamar milik Gus Abinaf.

"Ternyata, pake orang dalam juga tetap susah ya setelah menikahnya jika istrinya belum mencintai suaminya." ucap Abinaf.

"Padahal, saya udah iri banget sama Gus Ali." sambung Adam.

"Tapi seru juga, kok. Ning Fatimah orangnya random, lucu. Saya kira, kita akan kehabisan topik kalo lagi berdua karna Ning Fatimah belum mencintai saya, ternyata nggak. Justru kita banyaj ngobrol sebelum tidur, walaupun obrolannya random."

"Orang mah sebelum tidur, amalkan dulu pelajaran yang dulu dipelajari. Untuk apa belajar kitab fathul izar, fathul mu'in, fathul qorib, kalo nggak dipake?" ucap Adam membuat Abinaf dan Ali menatapnya.

Ali menghela nafasnya. "Akan ada saatnya juga saya mengamalkan itu, cuman belum waktunya saja. Akan ada saatnya juga Ning Fatimah dan saya keramas setiap hari." ucapnya sembari tersenyum bangga.

Adam dan Abinaf menatap Ali dengan tatapan malas. "Nggak asik, kita pergi ngajar yuk, Gus." ajak Abinaf pada Adam beranjak dari duduknya.

Adam pun beranjak dari duduknya. "Ayo, bapak-bapak nongkrongnya sama  bapak-bapak, bukan sama bujang." ujar Adam yang terus ditarik oleh Abinaf keluar.

"Saya masih perjaka, Gus!"

••••••••••••

"Assalamu'alaikum," Laksita masuk ke dalam kamar milik putrinya ini, lalu menghampirinya yang tengah merebahkan tubuhnya diatas kasur.

"Wa'alaikumsalam." Fatimah mengubah posisinya menjadi duduk.

Laksita duduk dipinggiran kasur, lalu memegangi kaki Fatimah yang diluruskan. "Gimana, Sayang? Masih sakit perutnya?"

"Alhamdulillah sudah membaik, Ummi. Tadi sih sakit banget, berkat minuman itu, perutnya mendingan." ucap Fatimah tersenyum.

Lalu Laksita mengelus ujung kepala Fatimah sembari tersenyum, membuat Fatimah mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa, Ummi?"

"Sayang, kamu sudah menjadi istri. Lagi dan lagi, Ummi harus menasihati kamu agar bisa menjadi istri yang baik."

"Kamu dan Ali masih belum melakukan?" tanya Laksita membuat Fatimah tertegun.

Ia menggeleng.

"Kenapa? Ingat, Fatimah. Pahalanya besar, dan itu adalah kewajiban."

"Fatimah belum mencintai Gus Ali, Ummi. Fatimah nggak bisa melakukan. Gus Ali juga bilang nggak papa, kok."

"Sayang, sebaik-baiknya lelaki, pasti mempunyai syahwat untuk melakukan hubungan itu. Apalagi jika sudah menikah, bahkan tidur satu ranjang."

"Nggak papa, nanti juga kamu terbiasa dan pasti akan mencintai Ali. Ali lelaki baik-baik, sabar dan penyayang. Jangan sampai kamu menyia-nyiakan kesabaran Ali."

"Tapi—"

"Ummi kasih kamu waktu, setelah kamu selesai haid, lakukan. Siap nggak siap, harus siap. Kapan lagi? Pernikahan kalian sudah memasuki dua minggu. Kalo belum siap terus, kapan siapnya?"

"Dan satu lagi, Ummi sudah bilang sama kamu. Panggil Ali dengan sebutan Mas, mau kamu risih ataupun nggak suka, kamu harus panggil Ali dengan sebutan Mas."

"Iya, Ummi."

.
.
.
.

Ah, iya. Pi buka promot cerita wattpad di ig, buat yang mau bisa DM diig ya makasi

#ToBeContinued

IMAMKU GUS PONDOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang