Chapter 24

5.2K 210 3
                                    

"Ummi, mual...." perempuan yang baru saja mengeluarkan cairan bening dari mulutnya itu memeluk sang Ibu saat berada dikamar mandi. Perempuan ini berpindah kamar dijam 12 malam saat suaminya tengah tertidur pulas, dan paginya ia justru malah merasakan perut yang tak sedap dan mual.

Laksita yang terkejut saat tiba-tiba sang putri ada disampingnya itu tidak tahu apa-apa, ia tidak berpikir bahwa Fatimah sedang tidak berbicara dengan Ali.

"Memangnya kamu makan apa semalam sampai bisa mual-mual kaya gini?"

Fatimah yang menyenderkan kepalanya pada bahu sang Ibu itu menggeleng. "Nggak, Fatimah nggak makan apa-apa."

"Ke Dokter saja, biar diperiksa."

"Nggak mau!"

Sebab ia takut dengan jarum suntik.

"Kalo nggak mau ke Dokter, ke UKS pondok saja, ya?"

"Nggak, Ummi!"

Kemudian Laskita menarik pergelangan tangan Fatimah membawanya ke kasur, dan Fatimah duduk dikasur.

"Ummi panggilkan suami kamu dulu." ucap Laksita sebelum Fatimah menarik tangannya saat ia akan pergi. "Kenapa?"

"Nggak usah panggil Mas Ali, Ummi."

"Kenapa? Suami kamu kan harus tau kalo kamu mual-mual, supaya suami kamu bawa kamu ke rumah sakit."

Fatimah terdiam dengan memasang wajah cemberut, sedangkan Laksita langsung keluar kamar dan memanggil Ali.

Laksita mengetuk pintu kamar milik pasutri itu, membuat Ali yang tengah terduduk dipinggiran kasur sembari memikirkan bagaimana caranya membujuk istrinya itu, bahkan saat ia bangun untuk sholat tahajjud dan melihat sang istri tak ada, ia mencari-cari disetiap sudut rumah, namun tak ada, dan ia menebak bahwa istrinya ada dikamar sang mertua.

Ali beranjak dari kasur, kemudian membuka pintunya. "Kenapa Ummi?" tanya Ali saat pintu itu terbuka.

"Kamu tahu istri kamu ada dikamar Ummi?"

Ali mengangguk, berharap bahwa sang mertua tidak mengetahui bahwa mereka sedang ada sedikit masalah.

"Istri kamu sekarang lagi mual-mual,"

Sontak Ali khawatir dengan istrinya, Laksita pun kembali ke kamar membawa Ali untuk melihat kondisi Fatimah. Ali duduk disamping Fatimah, saat itu juga Fatimah memalingkan wajahnya.

Laksita yang melihat itu mengerutkan keningnya, dan mulai mengerti mengapa Fatimah berpindah kamar.

Ali meraih tangan Fatimah. "Kamu sakit? Ayo ke Dokter,"

Fatimah yang masih memalingkan wajahnya itu hanya menjawab dengan gelengan kepala dan menarik tangannya yang Ali pegang.

"Mas minta maaf, Sayang." ucap Ali pelan dan hanya terdengar oleh Fatimah.

"Kalian ada masalah?" tanya Laksita membuat keduanya menoleh padanya.

Fatimah menggeleng dengan cepat, sedangkan Ali hanya menunduk.

"Kalo ada masalah, selesaikan baik-baik, bukannya diem-dieman." ucap Laksita membuat Fatimah dan Ali hanya terdiam.

"Fatimah, kenapa kamu pindah ke kamar Ummi samalam? Karna ada masalah sama suami kamu? Kamu itu sudah dewasa Fatimah, sudah punya suami, kamu bukan anak remaja yang kalo kalo kesel diem, ngambek. Ummi sudah beberapa kali menasihati kamu, kamu punya suami, kamu harus izin sama suami kamu kalo mau apa-apa."

"Fatimah masih 19 tahun, Ummi. Ummi yang salah karna memaksa Fatimah untuk menikah!"

"Astagfirullahaladzim...." Laksita menghela nafasnya. "Ali, kamu mengetahui kalo istri kamu pindah kamar?"

Ali yang menunduk itu menatap Fatimah yang juga menunduk.

"Jujur, Ali." ucap Laksita saat Ali enggan menjawab.

Ali menggeleng. "Ali nggak tahu, Ummi."

"Selesaikan masalah kalian berdua, Ummi nggak ikut campur." ucap Laksita yang terus pergi keluar kamar meninggalkan kedua pasutri itu.

Saat Laksita pergi, kedua pasutri ini tidak mengekuarkan suara satu sama lain. Sampai akhirnya Ali meraih tangan Fatimah yang masih menunduk itu. 

"Kita baikan, ya? Nggak baik diem-dieman lama-lama. Mas minta maaf, kamu maafin Mas, ya?" ucap Ali dengan nada sangat lembut.

Perlahan, Fatimah menatap Ali. "Kenapa Mas bilang ke Ummi kalo Mas nggak tahu kalo aku pindah ke kamar Ummi?"

"Mas emang nggak tahu. Mas cari kamu malam tadi, tapi Mas nggak tahu kamu kemana."

"Salah Mas sendiri, kan?" Fatimah beranjak dari duduknya, begitupun dengan Ali.

"Sudah, ya? Mas nggak mau kita berantem-berantem kaya gini, Mas mau kita baikan."

Huekkk huekk....

Tiba-tiba, Fatimah kembali merasakan mual pada perutnya membuat ia langsung berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan sesuatu dari mulutnya. Ali yang melihat itu pun langsung menyusul sang istri ke kamar mandi. Sesampainya disana, Ali meraih bahu Fatimah sembari memijat pelan tengkuk istrinya.

"Kita ke Dokter, ya?"

Fatimah membasuh mulutnya, lalu menatap Ali. "Nggak usah maksa, bisa? Peduli apa Mas sama aku? Cari saja gadis sempurna itu." ucap Fatimah yang terus pergi.

Ali hanya bisa menghela nafasnya pasrah. "Sabar, Ali. Hawa diciptakan ketika Adam tidur."

Sedangkan Fatimah, saat keluar dari kamar mandi, tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan pusing, membuat perempuan berusia 19 tahun ini terjatuh begitu saja.

Ali yang mendengar suara benda jatuh pun sontak langsung keluar dan terkejut saat melihat istrinya tergeletak dilantai.

"Astagfirullahaladzim!"

•••••••••••

"Istri anda tengah mengandung dan memasuki dua minggu." ucap Dokter saat menjelaskan pada Ali setelah membawa Fatimah ke rumah sakit.

Sedangkan Fatimah, ia masih terbaring dan belum sadarkan diri dari pingsannya. Ali yang mendengar kabar tersebut sontak membulatkan kedua matanya tak percaya.

"Dokter serius?" tanyanya masih tak percaya, sampai akhirnya Dokter mengangguk dan Ali pun berterima kasih kepada penguasa langit dan bumi karna diberikan amanah yang sangat besar.

Tak lama kemudian, perempuan yang terbaring diatas brankar itu terbangun dan mengubah posisi menjadi duduk sembari memegangi kepalanya yang sempat terasa sakit. Ali yang melihat Fatimah sudah sadarkan diri itu pun menghampiri dengan perasaan senang.

"Kok aku disini?" tanya Fatimah melihat isi ruangan.

"Sayang, kamu hamil." ucap Ali antusias.

Alih-alih merasa senang, Fatimah justru malah mengerutkan keningnya. "Hamil?"

Ali mengangguk.

Fatimah menatap Ali, lalu tiba-tiba menggerak-gerakan kedua kakinya sembari menarik narik tangan Ali. "Nggak mau, Mas! Aku nggak mau hamil hiks...." teriak Fatimah, membuat Dokter menghampirinya.

"Kenapa Ibu tidak mau hamil? Banyak loh diluar sana yang menginginkan anak." ucap Dokter tersebut.

"Kalo saya hamil, saya takut Dokter!"

"Takut kenapa?"

Ali tersenyum tipis. "Maaf Dokter, istri saya masih muda, jadi maklumi saja."

Dokter hanya bisa tersenyum dan mengangguk.

IMAMKU GUS PONDOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang