Setelah berjam-jam Darren habiskan untuk berjalan tanpa arah tujuan, pada akhirnya dia pun menghentikan langkahnya di tempat satu-satunya yang terpikirkan di kepalanya. Di depan sebuah rumah yang didominasi oleh warna putihlah Darren berdiri.
Manik matanya yang terlihat begitu sayu menatap lurus rumah Maura yang hari ini terlihat sangat sepi namun tetap saja tidak mengurangi kesan hangat yang selalu setampak itu dimatanya.
Kalau boleh jujur, rumah Maura adalah rumah impiannya, rumah yang ia harapkan akan menjadi rumahnya juga yang memberikan kehangatan untuk hatinya yang dingin saat ini.
Namun sayangnya bersamaan dengan dirinya yang ingin menjadi bagian dari rumah itu, Darren harus tertampar oleh kenyataan bahwa hubungannya dengan Maura dalam keadaan seburuk itu. Maura pasti tidak mau bertemu dengannya dan berurusan lagi dengannya. Dan Darren sadar semuanya terjadi pun karena dirinya. Dirinya yang terlambat menyadari bahwa sebetulnya satu-satunya orang yang menginginkannya hanyalah Maura.
Seharusnya sejak dulu saja Darren mengambil langkah ini. Pergi dari kehidupan orangtuanya untuk mempertahankan Maura, bukannya dia yang mempertahankan keluarganya sampai ia menyakiti hati Maura. Keluarganya yang bahkan tidak benar-benar menginginkannya.
Tapi apa mau dikata. Semua telah terjadi. Dan Darren sadar dia tidak bisa mengulang semuanya.
Bodohnya Darren yang malah datang kemari dan melupakan ribuan kesalahan dan luka yang ia berikan pada Maura. Untunglah dia datang disaat rumah Maura dalam keadaan sesepi ini. Maura juga sepertinya sedang ada di sekolah, tidak seperti Darren yang untuk pertama kalinya tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang berarti.
Untuk saat ini saja biarkan Darren melakukan apa yang benar-benar ia mau. Bahkan agar Darren tidak terlacak oleh orangtuanya dan ditanyai ini itu oleh semua orang, Darren sengaja mematikan ponselnya. Darren tidak butuh segala amarah mereka, Darren tidak butuh segala omelan mereka, dan Darren juga tidak butuh pertanyaan mereka yang sebenarnya hanya menjadi jalan pembuka untuk mereka menyalahkan Darren, alih-alih bentuk perhatian mereka untuk Darren.
Darren tidak butuh semua itu. Yang dia butuhkan hanya kehangatan dari seseorang yang tulus menginginkan dirinya.
Tapi sekali lagi, disaat dia sudah menemukannya, Darren harus tertampar oleh kenyataan bahwa dia secara sadar ataupun tidak telah menyakiti hati seseorang tersebut.
Sekarang, tidak ada lagi tempat untuk Darren pulang.
Darren tidak mau datang lagi ke hidup Maura dan menyakiti hatinya seperti yang selama ini dia lakukan. Mungkin memang sebaiknya sejak awal Maura jatuh cinta saja pada Jordy ketimbang dengan dirinya.
Darren mengerjapkan kelopak matanya yang mulai terasa perih, begitupun dengan rasa dingin yang mulai menusuk tubuhnya yang hanya dibalut oleh seragam sekolah dan jaket tipis pemberian orangtua Maura. Ini pun sudah benar-benar basah kuyup karena hujan yang turun dengan derasnya sejak tadi.
...Bahkan saking derasnya, gumaman seseorang yang menyebutkan namanya tidak terdengar di telinga Darren.
Darren menghela napasnya panjang, lantas dia menggerakkan tubuhnya ke arah kanan, berniat pergi menjauh dari rumah Maura.
Deg!
Tubuh Darren pun membeku seketika saat melihat presensi seorang wanita berseragam SMA yang berdiri tiga meter dari posisinya sembari memegangi payung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maura & Darren (✓)
Fanfiction(Completed) Local Fanfiction Cast : Sunghoon & Chaehyun Romance | School | Teen-age MAURA & DARREN Hanya sebuah cerita cinta yang cukup klise antara Si Ketua OSIS dan Si Penyuka Kucing yang kerap kali di sapa Mao Mao. Ini bukan lagi ditahap meng...