Maura keluar dari kelasnya empat puluh menit selepas bel pulang berbunyi sehingga wajar jika sekolah sudah dalam keadaan sepi. Maura sengaja pulang lebih lambat dari yang lain karena Maura sedang terlalu malas bertemu dengan murid lainnya yang mana kemungkinan besar akan bersikap tidak menyenangkan terhadapnya. Lagipula tadi Maura sibuk menulis apa-apa saja kebutuhan yang harus dia beli untuk mengerjakan tugas prakaryanya, jadi tidak ada yang rugi dengan keputusan Maura saat ini.
Ngomong-ngomong soal tugas prakarya, sebetulnya murid di kelasnya belum menemukan kesepakatan akan pembagian kelompok. Tadi sebelum pulang sekolah sebetulnya ketua kelas sudah mengajak semua murid di kelasnya untuk berdiskusi. Namun sayangnya diskusi tersebut belum mendapatkan hasil yang diinginkan, yang ada semua murid di kelasnya saling mempertahankan ego mereka untuk tidak mau satu kelompok dengan Maura hingga berakhir ribut. Akhirnya ketua kelas pun menyerah berusaha menengahi dan membiarkan semua murid untuk pulang.
Jadi pada intinya sampai detik ini belum jelas siapa anggota yang masuk ke dalam kelompok yang sama dengan Maura, atau memang pada dasarnya tidak akan pernah ada. Ya, Maura bahkan sudah berpikir sampai sejauh itu. Makannya ketimbang dia membuang-buang waktu untuk menunggu keputusan yang belum tentu akan membuatnya mendapatkan anggota kelompok, jadi lebih baik Maura memulai untuk mengerjakan tugasnya ini. Karena ia tahu kalau tugasnya ini membutuhkan banyak waktu untuk bisa selesai, apalagi kalau seandainya pada akhirnya Maura harus mengerjakannya sendirian mengingat tugas prakarya ini cukup berat yakni membuat kerajinan tangan yang bisa berguna untuk kelas. Contohnya membuat kerajinan dari tanah liat, alat kebersihan dari barang bekas, membuat pajangan kelas, taplak meja, dan sebagainya. Makannya sejak awal juga gurunya ngotot sekali ingin membagi kelompok dengan tiap kelompok terdiri dari dua orang, tidak boleh sendirian.
Untuk Maura sendiri, ia memutuskan akan membuat pajangan kelas berupa lukisan. Tadi dia sudah me-list apa-apa saja yang akan dia beli untuk kebutuhan tugas tersebut. Sehingga setelah ini Maura akan berkunjung ke toko alat lukis sebelum dia pulang ke rumah.
Maura tampak memasangkan earphone di ponselnya lalu menyumpal kedua telinganya dengan benda berwarna putih tersebut. Sementara kedua kakinya yang berbalut sepatu kets berwarna putih terus melangkah menyusuri koridor sekolah mengarah ke area luar sekolah.
Langkah Maura kemudian terhenti tepat di halte yang terletak di dekat sekolah. Dia pun berdiri di sana sendirian, menunggu bus datang dengan ditemani oleh suara dari earphone-nya. Sesekali dia bahkan tersenyum manis mendengar suara yang ia dengar dari earphone-nya, tidak terlihat sedih atau kecewa dengan fakta bahwa akhir-akhir ini dia selalu sendirian.
Sampai kemudian senyuman itu sedikit luntur ketika dia menyadari kehadiran seseorang di halte ini.
Maura menolehkan kepalanya ke sisi kanannya, lantas menemukan presensi sahabatnya yang baru saja menghentikan langkahnya di sana. Dalam beberapa alasan Maura merasa cukup terkejut karena menemukan sosok Metta ada di sini. Sebelumnya Maura pikir semua penghuni kelasnya sudah pulang, tapi ternyata Metta pun pulang terlambat hari ini. Dan yang lebih mengejutkan lagi Metta justru berdiri di halte bus seolah dia juga sedang menunggu bus, padahal biasanya Metta dijemput oleh supir pribadinya. Atau mungkin sebenarnya Metta memang sengaja menunggu supirnya di halte ini? Sebab mustahil Metta akan menaiki bus yang berhenti di halte ini, mengingat tujuannya berlawanan arah dengan arah rumah Metta.
Ah entahlah, jawabannya jelas ada pada Metta sendiri.
Dan Maura tidak seberani itu menanyakannya langsung pada Metta. Maura hanya takut pertanyaannya akan mengundang luka untuknya. Ya, pesannya saja tidak dibalas oleh Metta dan Maura cukup merasa terluka karenanya, apalagi jika pertanyaannya tidak Metta jawab secara langsung, Maura pasti akan menangis karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maura & Darren (✓)
Fanfiction(Completed) Local Fanfiction Cast : Sunghoon & Chaehyun Romance | School | Teen-age MAURA & DARREN Hanya sebuah cerita cinta yang cukup klise antara Si Ketua OSIS dan Si Penyuka Kucing yang kerap kali di sapa Mao Mao. Ini bukan lagi ditahap meng...