9. Salah Paham?

524 58 1
                                    

Di Taman belakang sekolah, Gabriel duduk dengan Derby dibangku panjang yang berada disana. Terdapat pohon besar disekitar bangku, jadi mereka tidak terpapar sinar matahari.

Gabriel menghembuskan nafas kasar, rasanya ia ingin menghempaskan rasa sesak yang mengerubung di dalam dadanya.

“Tanya aja, nanti aku jawab pertanyaanmu.”

Derby menatap gadis disampingnya dengan tatapan sendu, perlahan ia ambil tangan kiri gadis itu. Tangan yang dulunya masih mungil di genggamannya kini menjadi sedikit lebih besar dan terasa kasar.

“Kamu pergi dari rumah?”

“Iya.”

“Kenapa?”

Sunyi. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Gabriel, gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong.

“Apa gara-gara mami?”

Kata panggilan itu, membuat Gabriel mengingat seluruh kejadian pahit dimasa kelamnya. Masa saat ia harus berjalan di kegelapan dengan rasa takut yang memenuhi dirinya.

Kemudian, netra coklatnya menghunus netra Derby. Berharap hanya dengan tatapan yang ia berikan, laki-laki itu bisa mengerti akan keadaannya. 

Derby membulatkan matanya, gadis didepannya menahan tangis. Lelaki itu segera menarik Gabriel dalam dekapannya berusaha menenangkan gadis itu.

Gabriel mulai menangis secara perlahan, membuat pundak Derby menjadi sedikit basah karena airmatanya.

Suara rintih tangisan itu, membuat jantung Derby seakan tersayat oleh benda tajam. Ia menggertakan giginya kuat-kuat. Wajahnya memerah menahan amarah yang dapat keluar kapan saja.

Hingga, tatapannya yang tajam berubah menjadi tatapan sendu, tangannya yang terkepal melemas, ia mengusap kepala dan punggung gadis di dekapannya lembut. Matanya berkaca-kaca, ia sungguh menyesal meninggalkan gadis itu sendiri dalam kekejaman seorang wanita yang ia sebut dengan sebutan 'Mami'

“Maafin aku, Briel. Maafin aku, aku ngga seharusnya ninggalin kamu waktu itu. Seharusnya aku tetap tinggal sama kamu. Maaf Briel. Maaf..”

Suara lirihnya beradu dengan isakan tangis, membuat suasana disana menjadi penuh haru.

Setelah dirasa Gabriel cukup tenang, Derby mulai merenggangkan pelukannya. Jemarinya mengelus kedua kelopak mata itu, menghapus sisa airmata yang masih tertinggal.

Melihat bagaimana rapuhnya gadis itu, Derby memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Walaupun rasa penasaran memenuhi isi pikirannya, ia lebih memilih untuk menahannya lagi. Daripada harus membuka luka lama gadis itu.

“Aku bangga sama kamu, kamu bisa pergi dari sana dan masih bisa bertahan sampai sekarang.” Lelaki itu tersenyum tipis.

Gabriel menggeleng pelan, “aku nggak sekuat itu, kak. Kadang aku masih sedikit sensitif kalo ada yang bahas tentang 'itu'. Tapi seenggaknya, sekarang aku dapet dukungan yang selama ini nggak pernah aku dapet.” 

Derby menaikkan satu alisnya, “dukungan dari siapa?”

Gadis itu tersenyum sejenak menatap bunga-bunga yang berjajar rapi disekitar taman sebelum menjawab pertanyaan pria disampingnya.

“Teman-temanku yang sekarang. Kamu tau, kak. Dikelilingi sama orang-orang yang bisa menghargai dan menyayangi kamu itu udah lebih dari cukup buat melanjutkan hidup.”

Gabriel menghentikan ucapannya sejenak, ia menatap Derby dengan tatapan lembutnya. “Dan, aku juga bertemu sama seseorang yang berhasil bikin aku sadar kalau ternyata di dunia ini aku masih bisa buat sekedar bahagia.”

You're PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang