Beberapa hari kemudian ujian telah dilaksanakan. Gabriel berhasil melewati ujian itu dengan mudah. Jangan heran, dirinya cukup pintar dalam hal akademik, ia bahkan berhasil meraih peringkat 3 di ujian tengah semester lalu.
Ujian kali ini ia duduk sebangku dengan juniornya. Ingat dengan gadis yang pernah memberinya coklat saat ingin menghampiri Callista? Dia gadis itu.
Setelah saling mengobrol, Gabriel akhirnya mengetahui nama gadis itu. Namanya Nachia, gadis itu sangat lucu. Karena saat mengobrol dengan Gabriel, gadis itu seperti malu-malu untuk berbicara. Meski begitu, Nachia seru kok orangnya.
Lama-kelamaan Nachia mulai menunjukkan sifat aslinya, gadis itu sering membuat ekspresi lucu sampai membuat Gabriel tak kuasa menahan gelak tawa.
Hingga tak terasa, hari terakhir ujian telah datang.
Gabriel meletakkan kepalanya di atas meja, ia baru saja menyelesaikan soal miliknya. Sejujurnya ia mau tidur saja untuk menghabiskan waktu, namun urung ia lakukan.
Guru yang menjaga di ruangannya adalah bu Nur, wali kelas galaknya. Teman sekelasnya tadi sempat menjadi sasaran jepretan beliau karena tidur ketika ujian berlangsung.
Gabriel tak mau hal serupa terjadi padanya, maka sekuat tenaga ia menjaga matanya agar tetap terbuka.
“Gabriel ada di ruangan ini?”
Ucapan bu Nur memecah keheningan ruangan itu, membuatnya seketika menegakkan kepala serta mengangkat satu tangannya.
“Ada bu, ada apa ya?”
Guru itu berdiri dari meja pengawasnya dan berjalan mendekat. Gabriel sempat was-was saat guru itu sampai di mejanya, namun ternyata beliau terus berjalan hingga sampai di meja paling ujung–yang kebetulan kosong.
“Konsumsinya gimana?” tanya bu Nur.
“Katanya Angel mau beli roti gitu bu, sama air mineral.” jawab Gabriel.
“Yang lain beneran ikut semua, kan? Tidak ada yang tidak ikut?”
“Iya bu, ikut semua.”
“Saya ga ikut bu!”
Gabriel melotot pada Ivan–lelaki yang barusan berkata dengan lantang. “Lu gak usah gitu, Ipang!” kata Gabriel tanpa suara.
“Suara siapa tadi!” seru bu Nur.
“Ivan, bu.” jawab Novan.
“Nek kamu nggak ikut ya bayar denda! Wong temenmu yang lain pada ikut kok,” balas bu Nur sedikit sensi.
Ivan menyengir sambil menggaruk tengkuknya, “bercanda bu.”
“Nanti semuanya harus ikut, kalo menang tak belikan geprek kantin sekelas.”
“Wah!”
“Serius, bu?”
“Asli itu, bu?”
Seketika kesepian kelas itu buyar karena ucapan bu Nur, para siswa laki-laki yang satu kelas dengan Gabriel saling bersahut-sahutan memastikan bahwa mereka tak salah mendengar.
Bahkan Gabriel saja sempat terkejut jika guru itu akan menjajakan mereka. Menurutnya, ini hal yang sangat langka.
“Katamu wali kelasmu orangnya cuek, kak.”
Gabriel menoleh pada Nachia, mendapati gadis itu juga menatap dirinya. “Aku juga nggak ngerti beliau kesambet setan mana lagi kali ini.”
Buk!
Nachia memukul lengan Gabriel, “ngaco ih ngomongnya.”
Setelah itu, kelas tak lagi terasa menegangkan. Hampir sebagian siswa saling mengobrol untuk melepas rasa bosan. Bu Nur mengizinkan, asal berbicara dengan nada rendah.

KAMU SEDANG MEMBACA
You're Precious
Romance"Aku selalu rindu kamu, dan sepertinya tidak akan pernah berhenti." -Callista A ________________________ "Tuhan sudah menggariskan takdir kita, Cal." -Gabriela A