11. Memorable Night.

516 61 4
                                    

Sore itu, Callista duduk di salah satu bangku tribun tanpa rasa bosan sama sekali. Padahal Ia sudah duduk disana selama hampir 2 jam yang lalu, hanya untuk menyaksikan sang kekasih sibuk berlatih dengan bola.

Callista menampilkan seutas senyum manisnya saat Gabriel menoleh padanya. Dengan rambut lepek, serta kulitnya yang mengkilat karena keringat, Gabriel tampak sangat keren dimata Callista.

"Oke, kita sudahi dulu latihan hari ini. Inget kita latihan lagi lusa. Jaga pola makan kalian." ujar Pelatih di tengah-tengah bundaran anak didiknya.

"Siap, Coach!"

Gabriel dengan cepat berlari dan menyambar tasnya yang ia letakkan dipinggir lapangan. Senyumnya semakin mengembang ketika melihat gadisnya berdiri tepat di samping pintu keluar lapangan.

"Hey, kok nggak langsung pulang?" ujarnya setelah berhenti didepan Callista.

"Mau pulang sama lo aja."

"Bucin."

Gadis itu menatap intens Gabriel didepannya, "sama pacar sendiri mah gapapa kali." balasnya sambil menautkan jemari mereka.

Callista merasa ada yang mengganjal saat berjalan, ia menoleh kebelakang dan mendapati Gabriel diam sambil menunduk dalam-dalam.

"Jangan blak-blakan gitu, gue malu." bisik Gabriel.

Callista menganga dibuatnya, ia kemudian mendekatkan dirinya dan tergelak melihat semburat merah timbul di ruas pipi Gabriel.

Kemudian ia mengambil sapu tangan miliknya dan mengusap peluh di dahi Gabriel. "Ternyata lo bisa kaya gini juga ya, La?" ia tersenyum sangat manis.

"Cal." panggil Gabriel.

"Hm?" balas Callista dengan sangat lembut.

"Gue laper, ayo pulang."

Detik berikutnya Callista mengubah raut wajahnya menjadi datar, sangat datar. Ia mendorong dahi Gabriel dengan sedikit kuat. "Perusak suasana."

Gabriel menggaruk kepalanya canggung, lalu menggandeng Callista menuju ke parkiran sekolah. Ia tidak sedang bercanda bung, ia benar-benar kelaparan sekarang.

Sesampainya di rumah Callista, gadis itu tak segera turun. Ia justru malah semakin merapatkan dirinya pada punggung Gabriel.

Gabriel menepuk punggung tangan di perutnya beberapa kali, "udah sampe."

Hening, tak ada suara selain suara mesin Jeki yang masih hidup.

Gabriel mencoba melepas pelukan gadis di belakangnya, namun nihil. Gadis itu justru malah semakin menguatkan tautan tangannya, bahkan hingga menekan perut Gabriel.

Gabriel yang putus asa, kemudian meletakkan tangannya pada stang motor lagi. "Yaudah-yaudah, ayo jalan lagi."

Bak sihir, pelukan Callista seketika merenggang. Gabriel akhirnya dapat bernafas lega, ia dengan cepat melepas tangan Callista dari perutnya dan menggenggamnya erat.

"Bentar, jangan peluk dulu!"

Callista mengernyitkan dahinya, "kenapa?"

Alih-alih menjawab, Gabriel justru membuka tas ranselnya. Ia mengambil sebuah jaket dan memakaikannya pada tubuh Callista.

"Udah, yuk."

Callista tersenyum lebar, kemudian kembali memeluk Gabriel dengan sangat erat. Bau manis dari pundak gadis itu sangat menenangkan hatinya, sepertinya ia betah jika harus memeluk Gabriel selama 1 jam lamanya.

You're PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang