3. Membuat Suatu Kebetulan

158 35 0
                                    

"Jika semesta tak memberi jalan maka kita buat jalan sendiri, seperti membawanya pada sebuah kebetulan."

Jalanan sudah sepi, tak banyak orang berlalu lalang. Hanya ditemani suara jangkrik yang terdengar begitu nyaring. Hari memang belum sepenuhnya gelap, tapi entah mengapa hari ini begitu mencekam. Sialnya hari ini dirinya harus pulang lebih larut. Kala memang bukan orang yang penakut, tapi siapa yang tidak takut jika harus dihadapkan dengan hal tidak terduga. Kalau setan sih mending mungkin dia hanya akan terkejut dan ketakutan tapi kalau manusia bisa saja dirinya dihabisi siapa yang tahu manusia itu bisa sejahat melebihi iblis.

Kala mengayuh sepedanya dengan sedikit cepat. Jalanan yang licin tak memungkinkan dirinya untuk melakukan begitu kencang, rawan tergelincir. Meskipun hatinya tak berhenti was-was, tetap saja matanya tak berhenti mengamati keindahan. Cahaya yang remang-remang tak membuat niat hatinya surut, keindahan alam memang sulit sekali untuk di abaikan. Hanya saja niat hatinya untuk menikmati pemandangan harus sirna, karena gangguan pemuda berandalan. Sial memang mereka selalu saja merecok setiap bertemu dengan perempuan. Mulai dari siulan hingga kalimat-kalimat melecehkan yang tak pantas.

"Wah mbaknya sendirian aja nih, sini mbak sama saya," goda salah satu pemuda berandalan itu.

"Iya mbak dibanding sendirian mending sama kita aja, dijamin gak bakal kesepian," sahut temannya.

"Mbak kok cantik banget sih, bikin tegang," mendengarnya membuat Kala geram.

Kala mengabaikan seluruh godaan mereka, mempercepat laju sepedanya pun tak membuat mereka berhenti membuntutinya. Jelas di sini dirinya merasa ketakutan. Apalagi mereka ini beramai-ramai sedangkan dirinya sendirian. Sulit rasanya untuk melawan mereka dengan tangan kosong. Soalnya lagi tak ada satupun orang yang lewat. Sepertinya orang-orang pun malas keluar rumah di hari yang sudah beranjak petang.

"Kok cuek sih mbak, jangan cuek cuek nanti cantiknya hilang," goda mereka sambil terus membuntutinya.

"Mau ke mana sih mbak kok buru-buru banget, kan enakan sama kita kita yang bakal puasin mbak."

Siulan siulan mereka serta kata-kata tak senonoh itu jelas membuat bulu kudunya merinding. Meski mereka tak melakukan tindakan kurang ajar, tapi kata-kata yang mereka lontarkan sudah lebih dari kurang ajar. Sengaja Kala tak membalas, jika dibalas mereka akan semakin jadi. Dalam hatinya memanjatkan doa agar mereka segera enyah, jujur saja Kala benar-benar takut di sini, makin ke sini tindakan mereka makin jadi.

Lampu sorot yang begitu mengejutkan mata. Ada mobil yang datang dari arah berlawanan. Ini kesempatannya untuk meminta bantuan. Tak menyia-nyiakan kesempatan yang datang, Kala pun langsung bersorak memanggil pengemudi itu. Nasib baik masih menyertainya, mobil itu berhenti saat mendengar panggilannya. Para pemuda berandalan itu pun melipir sok menjauh. Sontak mereka pun berlari saat tahu siapa pemilik mobil itu. Termasuk juga Kala yang kaget saat melihat pria itu turun. Astaga ini kebetulan macam apa yang membuatnya terjebak namun sekaligus penyelamatnya dari para cecunguk kurang ajar. Sialnya pria itu mampu mengusir para bedebah tanpa banyak usaha.

"Mereka sudah pergi, kamu aman," ucapnya singkat.

"Maaf merepotkan, terima kasih atas bantuannya Mas," balasnya dengan kepala menunduk.

"Kamu bisa melanjutkan perjalanan saya akan ikuti dari belakang."

"Eh, tidak perlu Mas, saya bisa pulang sendiri."

"Tidak menjamin mereka tidak mengikuti mu."

"Maaf jadi semakin merepotkan."

"Akan jauh lebih merepotkan jika kamu kenapa-napa."

Ruang BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang