9. Melihat dari Sisi yang Lain

118 30 2
                                    

"Terkadang apa yang terlihat akan terasa berbeda jika sudah mengenalnya lebih jauh."

Kala lebih memilih menepi ketika sang suami sedang berbincang dengan kliennya. Rasanya tak enak berada di tengah-tengah mereka yang sedang mendiskusinya pekerjaan, sedangkan dirinya jelas bukan orang yang berkepentingan di sana. Lagian tak paham juga dengan obrolan yang mereka usung, jadi lebih baik menepi saja. Tentu saja hal itu sudah dengan persetujuan Praba, suaminya jelas tak memaksanya mengingat pria itu selalu mementingkan kenyamanannya.

Sembari menunggu sang suami yang sedang meeting dengan kliennya, Kala melanjutkan pekerjaannya. Untung saja tadi dirinya membawa ipadnya, jadi diwaktu senggang seperti ini bisa meneruskan ceritanya. Apalagi sudah dirong-rong Mbak Arumi untuk segera menyelesaikan ceritanya, mengingat deadline yang tinggal sebentar lagi. Jadi saat ini Kala benar-benar meluangkan segenap pikirannya untuk menyalurkan kata demi kata untuk sebuah cerita.

Keramaian tak membuat Kala yang tengah tenggelam dalam khayalan itu terbuai. Sangking fokusnya, makanan yang sedari tadi diantarkan tak tersentuh sedikitpun. Selalu seperti itu jika terlanjur fokus bekerja. Makanya dirinya sering kali menulis saat malam hari, karena perhatiannya akan sepenuhnya tercurah untuk merangkai kata. Sampai tak menyadari jika kini Praba sudah ada dihadapannya. Pria itu sengaja diam dan tak mengganggu istrinya yang sibuk itu. Menunggu sampai sang istri menyelesaikan kegiatannya. Sungguh pria yang pengertian.

"Sudah selesai?" tanya Praba saat Kala menatapnya.

"Mas udah nunggu lama ya? maaf saya tadi terlalu fokus," ucapnya penuh penyesalan.

"Tidak masalah, saya juga baru saja selesai kok. Udah selesai kan?"

"Iya Mas udah, bisa saya lanjutkan nanti kok."

"Sekarang kamu makan dulu," titah pria itu sembari menyodorkan makanannya.

"Ya ampun saya rupanya terlalu fokus sampai lupa semuanya."

"Lain kali meskipun keasyikan bekerja, jangan lupa mengisi perut. Saya tidak ingin kamu sakit."

"Iya Mas."

Praba mengangguk sembari mengusap puncak kepala istrinya, disitu Kala yang sedang menyantap makanannya sampai tersedak. Salting yang berujung petaka itu memang ada. Ini sih selain malu karena salah tingkah juga malu karena tersedak. Astaga ada-ada saja hal bodoh yang dilakukannya.

"Jangan terburu-buru kalau makan, saya tidak akan ambil makananmu," ucap Praba sambil menyodorkan minum.

Hanya bisa memberikan senyum bodoh, astaga malunya itu sangat tidak tertolong. Suaminya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. Akan diingatnya untuk tidak salting saat makan, bisa bahaya. Sedangkan pria dihadapannya ini mana tahu jika dirinya sedang salah tingkah karena tindakannya. Pria kan gitu suka tidak peka dengan keadaan. Untung saja Praba tidak menanyakan bagaimana dirinya bisa tersedak, bisa malu sepanjang hari nanti. 

Setelah insiden tersedak usai, mereka pun tak langsung kembali. Jika rencananya tadi mereka akan belanja bulanan dan membeli bahan-bahan yang tak ada di daerah mereka. Kini mereka malah berbelok ke Malioboro. Ya pemandangan Malioboro malam hari itu memiliki romansa tersendiri. Layaknya anak muda, mereka berjalan-jalan menyusuri jalan di Malioboro yang padat akan lautan manusia ini. Ya sekadar berjalan-jalan menghabiskan waktu dengan bercengkrama sepanjang jalan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ruang BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang