12. Kebetulan yang Membawa Kesedihan

97 21 0
                                    

Suasana di rumah Mas Surya begitu ramai dan hangat. Ditambah dengan keributan ketiga anaknya yang semakin membuat rumah ini nampak hidup. Pertama kali setelah sekian lama Kala kembali merasakan hal ini. Sebelum-sebelumnya Kala hanya hidup berdua bersama neneknya, kalaupun ada kerabatnya yang datang tentu saja dirinya tak ikut serta dalam sambutan hangat. Hanya bisa melihat canda tawa sebuah keluarga dari jauh. Berharap orang tuanya melakukan hal yang sama hanyalah sebuah kemustahilan. Sebisa mungkin saat itu Kala tak ingin memupuk harapan palsu, yang bisa membuat terluka.

Namun perlahan kesedihan itu meluap saat bertemu dengan Praba. Dulu saat pertama kali bertemu siapa yang mengira jika mereka akan berakhir bersama seperti ini. Pertemuan pertemuan mereka hanyalah sekelebat saja, namun cukup menggetarkan hatinya. Pria itu selalu ada di saat saat terpenting, entah bagaimana bisa secara kebetulan selalu berpapasan di saat saat kritis itu. Hingga keputusan singkatnya yang mengiyakan ajakan menikah dari pria yang cukup asing ini. Kala mengira semuanya hanyalah sebuah hubungan tanpa disadari komitmen. Namun anggapan itu nyatanya salah, Praba bukan menawarkan hubungan yang dilandasi kebohongan. Nyatanya mereka menjalani sebuah pernikahan yang sesungguhnya. Tidak ada yang mengira bukan jika akhirnya mereka benar-benar menjalani pernikahan yang sesungguhnya.

"Maaf ya kalau rumah rame banget, anak-anak kalau belum capek gak bisa diem, Kal," terang Erina yang merasa tidak enak karena tingkah anak-anaknya.

"Gapapa kok Mbak, saya malah seneng kalau rumah jadi ramai."

"Dulu saya juga mikir gitu, gak taunya anak-anak kalau ramai ngalah ngalahin orang satu kampung."

"Mereka sering bertengkar gitu kah mbak?"

"Jangan tanya deh, Mbak meleng dikit aja bisa jotos jotosan pokoknya. Paling kalau ada ayahnya aja cukup tertib."

"Mas Surya galak ya mbak?"

"Kalau dibilang galak banget sih enggak, ya cuma teges aja sih. Jadi itu sih yang buat anak-anak sedikit takut kalau ada ayahnya."

"Jangankan anak-anak Mbak, saya aja kadang kalau ketemu Mas Surya juga takut," ungkap Kala malu-malu.

"Udah jadi rahasia umum itu, Mbak aja yang udah jadi istrinya lama aja takut kalau udah mulai marah."

"Kayaknya sama seremnya sama Mas Praba kalau marah."

"Sebelas dua belas sih mereka itu, tapi mereka bukan orang yang ringan tangan. Ya kecuali kalau lawannya laki-laki paling ya diajak duel."

"Saya gak pernah tahu sih Mbak, tapi dulu hampir duel untungnya gak jadi."

"Pas kapan Kal, kok Mbak gak pernah denger? "

"Sebelum nikah dulu Mbak, saya hampir digangguin sama-sama anak-anak berandal. Terus gak sengaja ketemu Mas Praba."

"Itu malem-malem ketemunya?"

"Iya Mbak, saya habis pulang dari toko."

"Oalah ketemu gak sengaja di jalan gitu tah?"

"Bener Mbak, gak sengaja papasan, terus Mas Praba bantuin saya."

"Habis itu gak pernah digangguin lagi kan?"

"Enggak Mbak, kalau sekarang saya diantar jemput sama Mas."

"Bagus deh, soalnya di daerah kamu itu rawan kalau malam. "

"Iya Mbak, Mas Praba juga gak pernah ngijinin keluar sendirian sekarang."

"Nurut aja lah, kalau sama Praba dijamin semua bakal aman. Mana ada yang berani kalau udah lawan Praba. Bisa tinggal nama."

"Emang nakutin gitu kah Mas Praba, Mbak?"

"Kalau sama orang dekatnya sih enggak, ya normal-normal aja. Cuma dia kan betandalnya minta ampun itu sih yang bikin orang takut, ditambah sama Mas Surya yang sebelas duabelas."

Ruang BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang