17. Hadirnya Tak Merubah Keadaan

82 16 0
                                    

"Terkadang luka paling hebat datangnya dari orang yang bernama keluarga."

Bohong jika tak kepikiran setelah melihat orang yang telah menghadirkannya ke dunia. Setelah sekian lama tak pernah terhendus kabarnya, tiba-tiba hadir kembali dalam hidupnya. Meski tak saling bersinguungan tetap saja perasaannya tak pernah bisa dibohongi. Kala memang tak lagi peduli, namun hatinya masih berguman tanya apakah kembalinya hanya akan menambah luka yang hampir pudar atau mereka akan berakhir sebagai sosok asing selamanya? entah tak ada yang tahu.

Mau disangkal seperti apapun ikatan darah diantara mereka tidak bisa diputuskan begitu saja. Kadang Kala juga bingung jika mereka tak memiliki tujuan untuk bersama lalu buat apa menghadirkannya. Mereka hanya terbuai akan kesenangan sesaat saja, namun lupa jika ada konsekuensi yang harus ditanggung akan perbuatannya. Setelah prahara itu datang mereka saling menyalahkan tanpa mau berbenah. Meninggalkan luka yang teramat dalam baginya yang tak mengerti akar dari permasalahan yang ada.

Mereka adalah manusia paling tega yang ada di dunia ini. Meninggalkannya yang masih butuh perhatian tanpa mau menoleh ke arahnya. Luka tak kasat mata itu justru semakin membuatnya tak bisa berkutik. Hidup yang dijalaninya berat karena menanggung kesalahan yang bukan miliknya. Semua yang dijalaninya terasa sulit, hanya sang nenek yang menjadi alasannya bertahan.

"Ada apa? Mas lihat dari tadi kamu murung terus," tanya Praba seketika membuyarkan lamunannya.

"Tiba-tiba kepikiran sama bapak, tiba-tiba banget dia balik ke sini," ucapnya sembari menghela nafas berat.

"Mau ketemu sama bapak?"

"Buat apa, aku cuma heran aja kok tiba-tiba datang ke sini. Padahal selama ini bapak gak pernah pulang sejak hari itu," ujarnya keheranan.

"Mas bantu cari tahu oke, kamu jangan terlalu banyak pikiran."

"Gak usah dicari tahu, selagi bapak gak mengganggu kehidupan kita anggap aja gak pernah ada."

"Beneran gak mau tahu alasan bapak kembali?"

"Enggak Mas, bapak aja gak pernah ingat kalau punya anak buat apa kita bersinggungan. Itu hanya akan buang-buang waktu buat kita."

"Mau cerita sama Mas?" tawar Praba.

Kala mengangguk dan bersandar di pundak suaminya, "dulu bapak dan ibu melakukan kesalahan di umur mereka yang masih muda. Malangnya mereka tak sepenuhnya menyadari jika perasaan mereka hanya kesenangan sesaat. Lalu aku hadir di tengah-tengah mereka. Segala hal menjadi rumit untuk diatasi. Mereka menikah berlandaskan keterpaksaan untuk sebuah tanggung jawab."

Didekapnya tubuh sang istri yang tengah bersandar kepadanya. Dia juga mengatakan jika tak ingin bercerita jangan diteruskan. Menjelaskan tentang luka yang telah lama disimpan itu membutuhkan sebuah keberanian. Hal yang tak bisa dipaksakan hanya untuk membunuh rasa penasaran semata. Namun, rupanya Kala memang berniat membagikan cerita itu, maka Praba akan menjadi pendengar yang baik.

"Kalau lelah jangan dilanjutkan, Mas gak mau kamu terbebani," tuturnya lembut.

Kala menggeleng, "Belum genap satu tahun usia pernikahan, mereka memutuskan untuk berpisah dengan alasan yang tak pernah aku tahu. Mereka meninggalkan aku sendiri untuk dirawat nenek. Tak ada satupun diantara mereka yang sudi merawat anak yang mereka hadirkan. Mereka sama-sama memiliki kehidupan barunya tanpa mau melibatkan aku di dalamnya."

"Awalnya aku selalu bertanya pada nenek ke mana orang tuaku, kenapa aku tidak sama dengan anak-anak yang lain dan masih masih banyak pertanyaan lain. Nenek tak pernah menjelaskan, namun gunjingan tetangga lama kelamaan membuatku tahu tentang bagaimana semuanya berakhir seperti ini."

Ruang BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang