Langit Bulan dan Bintang

10 0 0
                                    

Namaku Bintang, aku tinggal di Bandung. Seperti biasa, kesibukanku sebagai pelajar ya sekolah dan belajar. Jam dinding pun sudah menunjukkan pukul 06.30, aku pun mulai bergegas dan berangkat ke sekolah. Oh iya, aku bersekolah di SMAN 1 Bandung. Aku termasuk anak yang polos dan periang, kata teman-temanku.

Aku punya teman namanya Bulan. Dia adalah temanku sedari kecil, karena kami selalu satu sekolah dan satu kelas. Kami pun tak bisa terpisahkan. Hingga suatu hari, pada saat tahun ajaran baru, kami berpisah karena beda kelas. Aku kelas XI IPA 2 dan dia kelas XI IPA 4. Ya, walaupun begitu, kami masih sering menyempatkan waktu untuk sekedar bertemu dan bercerita. Tapi, seiring berjalannya waktu, kami pun mulai sibuk dengan urusan kami masing-masing, seperti beradaptasi dengan teman-teman yang baru dan tugas-tugas yang mulai diberikan guru.

Dan seiring berjalannya waktu, aku pun mulai terpisah dengan Bulan dan mulai terbiasa dengan keadaan baru. Dan aku pun mulai akrab dengan dia, iya dia. Dia adalah Langit, dia teman sebangkuku, dan aku pun mulai akrab dengannya. Dia termasuk orang yang bisa di bilang humoris, sih. Iya, entah kenapa, dia selalu membuat hari-hariku penuh tawa setiap hari. Ya, walaupun dia agak rese juga, sih. Lalu, pada suatu hari, pada saat jam pelajaran terakhir:

"Bintang!?" Panggilnya.

"Apa, Langit?" jawabku.

"Kamu pulang sama siapa, dan naik apa? Boleh aku anterin?" Tanyanya.

"Oh, aku pulang jalan kaki, sendiri. Emang kamu mau nganterin? Rumah jauh, lo!" Jawabku.

"Haha, kesian amat, sih. Kamu udah jauh, jalan kaki, sendirian lagi." Sahutnya.

"Yaudah, biarin. Sendiri juga yang penting nyampe," jawabku sambil mengeluarkan buku pelajaran.

Pelajaran pun dimulai. Seiring berjalan jarum jam yang terus berdetik, akhirnya pelajaran hari ini pun selesai juga. Lalu, aku pun mulai membereskan barang-barangku. Tanpa ku sadari, si Langit pun sudah menghilang dari hadapanku, entah pergi kemana. Lalu, aku pun mulai menggendong tasku dan bergegas untuk pulang. Sambil berjalan menuju gerbang, entah kenapa aku pun teringat dengan tawaran Langit yang mengajaku untuk pulang bersama. Tapi, semua itu hanya ku anggap sebagai candaan dan hanya lelucon yang selalu ku dengar setiap hari. Lalu, setelah ku lewati gerbang sekolah, tiba-tiba ku dengar ada seseorang yang memanggilku dari belakang:

"Bintang, bintang!?"

Lalu, aku pun menoleh ke belakang dan ternyata Langit yang memanggil-manggilku sedari tadi. Dia pun menghampiri ku dengan menggunakan motor metic-nya.

"Hei, Bintang. Kamu budeg amat, sih. Dari tadi aku panggil-panggil kaga nyaut-nyaut," ujarnya sambil mendekat ke arahku.

"Hehe, maaf. Aku kaga denger." Jawabku.

"Ayo, naik," ajaknya.

"Naik kemana?" Jawabku.

"Ke motorlah. Masa ke genteng? Tadikan aku bilang mau nganterin kamu!" Sahutnya.

"Oh itu, aku kira kamu bercanda." Jawabku, sambil naik ke motornya. Lalu dia pun menjawab, "Yakali, tadikan aku nanya serius," sambil menjalankan motornya.

Hari demi hari telah ku lewati dan minggu pun telah berganti. Entah kenapa, dan entah apa yang kurasakan, serta entah kenapa juga aku harus merasakan hal itu, tapi dia telah membuatku nyaman setiap kali aku bersamanya.

Lalu hari itu, aku pun main ke kelasnya Bulan. Sebelum ku sampai si pintu kelasnya Bulan, tiba-tiba ada orang yang menarikku dari belakang sambil berkata, "Hey, Bintang. Kamu kemana aja, sih? Dari tadi aku nyari-nyari kamu," sahutnya. Dan, di waktu yang bersamaan, Bulan menghampiri ku dan menepuk bahuku dari belakang, "Eh, ternyata kamu, Bin. Aku kira tadi siapa," tanya Bulan.

Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang