Kacau

6 0 0
                                    

Keluargaku juga pernah bahagia

Hampir sama dengan keluarga kalian

Tapi itu dulu, dulu sekali

Sampai-sampai aku ragu apa itu benar-benar kenanganku ataukah hanya harapan semu yang selalu aku inginkan.

Dulu, hampir setiap akhir bulan Ayah selalu mengajakku pergi ke tempat yang sangat indah dan nyaman yaitu pantai. Bisa disebut juga tempat favorit keluargaku. Aku tidak peduli dengan adanya ombak yang besar karena aku selalu merasa aman jika Ayah dan Ibu berada disampingku.

Ibuku sangat pandai dalam hal memasak, bagiku Ibu adalah chef terbaik di dunia. Karena itu kami lebih suka makan di rumah semua itu sudah terasa lebih dari cukup. Terkadang, aku membantu Ibu di dapur meskipun akhirnya aku belum mengerti banyak hal sehingga selalu saja berakhir dengan menghancurkan dapur tetapi Ibuku tidak pernah marah.

Ibu

Ibuku adalah malaikat tanpa sayap sebagaimana Ibu diseluruh dunia.

Ayahku sangat menyayangiku, setiap bel pulang sekolah berbunyi dan aku keluar dari kelas untuk pulang Ayah sudah berada didekat gerbang untuk menjemputku ia tidak pernah terlambat untuk menjemput.

Lalu suatu malam aku mendengar mereka saling membentak, berteriak satu sama lain. Pertama aku tidak mengerti tetapi hal itu membuatku tidak bisa tidur, aku menutup kedua telingaku dengan bantal untuk segera tidur kembali. Semenjak kejadian malam itu rumah tidak lagi ramai seperti biasanya, tidak ada lagi canda tawa, saling mengejek satu sama lain dan tidak seharmonis dulu sekarang yang ada hanya tinggal kenangannya saja.

Yang aku ingat setelah itu Ayahku pindah rumah ke tempat nenekku tinggal tanpa aku tanpa Ibuku, tapi sesekali aku menginap dirumah nenekku bersama dengan Ayah namun lagi-lagi harus tanpa Ibu. Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan namun, apalah daya aku tidak berani untuk menanyakan hal seperti itu.

Ketika aku berada di dapur dengan Ibu bersama kenangan pahit dan manis yang pernah dilewati waktu itu aku sedang membantu Ibu memasak

" Sebanyak ini? Masak untuk siapa? " tanyaku kepada Ibu.

" Ini untuk kita berdua, tapi jika kamu mau teman-temanmu ke rumah untuk makan bersama " kata Ibu sembari memasak makanan untuk kami.

" Yaudah iya " kataku sembari keluar dari dapur.

Rumah...

Rumah yang awalnya jadi tempat ternyamanku,

Rumah yang awalnya jadi tempat untuk berbagi cerita,

Tempat yang awalnya jadi tempat berbagi suka dan duka,

Sekarang tidak ada lagi.

Hari demi hari, minggu demi minggu telah berganti menjadi bulan satu bulan lebih aku bersama Ibu tinggal bersama namun tanpa seorang Ayah. Ibuku pergi ke tempat Ayahku sekarang tinggal untuk meminta agar Ayahku mau lagi tinggal serumah karena Ibuku tidak tega terhadap diriku yang semakin hari semakin diam dan tidak banyak bicara namun dibalik diamnya aku,aku menjadi sosok yang sangat bandel dan pemarah. Aku Talla Tilala seperti bukan aku yang dulu, Ibuku rindu sosok anaknya yang selalu ceria. Ketika Ibuku bercerita tentang semua yang terjadi terhadap diriku akhirnya Ayahku pun memutuskan untuk pulang lagi ke rumah kami yang dulu.

Sempat beberapa bulan rumah kami kembali lagi ceria namun kejadian yang sama terulang kembali. Kali ini aku menjadi sosok yang lebih bandel dan tidak penurut. Tepat dihari pembagian raport Ayahku yang mengambilkan raportnya, ketika sudah berada dirumah Ayahku bertanya

" Ini kenapa nilainya jadi menurun? "

" Ayah bertanya seolah Ayah tidak tahu akan jawabannya, padahal Ayah tahu semua jawaban dari pertanyaan Ayah sendiri " kataku sambil pergi ke kamar.

Dengan seringnya dan dengan adanya waktu sekarang aku pun sudah terbiasa dengan keadaan rumah yang bagiku seperti neraka dunia. 

Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang