Terima Kasih Ibu

8 0 0
                                    

Semua telah berubah, semua tak sama lagi ketika dia telah pergi. Semua terasa berbeda tanpa kehadirannya. Aku merindukannya, sangat merindukan sosoknya, aku merindukan pelukan hangatnya, aku merindukan suaranya, dan aku sangat merindukan semua tentangnya.

Kini aku sadar, setelah dia tidak bisa bersamaku lagi. Setelah dia telah jauh disana, aku merindukan omelan-omelan menyebalkan darinya. Omelan yang bertujuan agar aku bisa menjadi lebih baik lagi. Sungguh aku ingin sekali bertemu dengannya, menghabiskan waktu bersamanya lebih lama lagi.

Tapi aku tahu. Semuanya tak akan kembali seperti dulu. Aku akan berusaha semampuku membuatmu bangga kepadaku, dengan caraku. Meski aku tahu saat itu kau tidak ada di sampingku. Tapi aku yakin kau tahu aku selalu menyayangimu. Mah..., I Love You,,,,.

Enam bulan yang lalu.....

"Mah, mah, mamah aku pulang mah." Teriakku saat sampai di rumah.

"Eh anak mamah udah pulang, sini duduk kamu pasti capek kan? Sebentar yah mamah ambilkan minum untuk kamu." Kata mamah.

Aku mengangguk membalas perkataanya.

Kemudian mamah kembali dengan segelas air di tangannya.

"Ini minum dulu." Kata mamah sambil menyerahkan segelas air kepadaku. Aku menerimanya dan meneguknya hingga habis.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya mamah.

"Baik." Aku menjawab singkat.

"Yaudah ganti baju dulu sana." Ucap mamah.

Kemudian aku mengangguk dan beranjak pergi ke kamarku untuk ganti baju.

Aku sudah selesai ganti baju dan tak lama pintu kamarku diketuk.

"Mamah boleh masuk?" tanya mamah.

"Masuk aja mah." Jawabku, kemudian mamah masuk.

"Ada apa?" tanyaku.

"Mamah Cuma mau kasih kamu ini." Kata mamah, menyerahkan sebuah kalung berlian kepadaku.

"Selamat ulang tahun sayangku." Kata mamah.

Aku menatap tak percaya kemudian dari balik pintu muncul ayah, adikku dan juga tiga temanku membawa kue dengan lilin yang menyala.

"Aku pikir kalian lupa." Kataku terharu.

"Happy Birthday, putri papah." Kata papah sambil tersenyum.

"Selamat ulang tahun ya, kita minta maaf nyuekin kamu di sekolah."

"Jadi kalian semua ingat." Aku berkata dengan suara bergetar.

"Ya enggaklah, eh maksudnya yaiyalah masa kita lupa sama ultah temen sendiri." Kata temen-temenku.

"Mamah juga minta maaf yah, selama seminggu terakhir ini sering ngomel atau marah sama kamu hanya karena hal sepele." Kata mamah sambil tersenyum.

"Iya mah, mamah nggak perlu minta maaf. Harusnya aku yang minta maaf sama mamah karena selalu ngerepotin mamah." Jawabku.

Mamah menggelengka kepala, kemudian berkata

"Kamu nggak pernah ngerepotin mamah kok."

Aku tersenyum menanggapi ucapan mamah, tepatnya aku terharu .

"Udah-udah kalau kalian curhat terus kapan tiup lilinnya?"

"Mamah kok tahu aku pengen banget kalaung ini?" tanyaku penasaran

"Karena mamah tahu apa yang kamu inginkan." Jawab mamah sambil tersenyum.

"Tapi mamah minta maaf,,,,." Kata mamah kemudian raut wajahnya suram.

"Kenapa minta maaf?" tanyaku penasaran.

Ruang kamarku lenggang sejenak semua menunggu jawaban mamah.

"Mungkin itu benda terakhir yang mamah kasih sama kamu, mamah nggak bisa berikan yang lebih lagi, mafin mamah."jawab mamah. Aku memeluk mamah.

"Mamah nggak perlu minta maaf, meskipun mamah hanya mengucap selamat ulang tahun aku sudah sangat senang mah, hadiah ini akn jadi hadiah terindah yang aku punya, terimakasih mah, aku sayang mamah." Ucapku samil nangis. Bukan hanya aku yang nangis semua orang disana pun ikut menangis dan terharu.

"Mamah juga sayang kamu," balas mamah mempererat pelukannya.

Papah berlari keluar memanggil Dokter.

"Putri mamah kenapa kamu menangis?" ucap mamah dengan suara lemah.

Aku kembali terisak tak kuasa aku menahan air mata. Mamah menyeka air mataku.

"Ma... mah nggak mau... li... at ka... mu nangis." Ucap mamah terbata-bata. Aku masih menangis.

"Mamah pengen liat kamu tersenyum untuk terakhir kalinya," kata mamah masih terbata-bata.

Aku menggeleng, "mamah jangan ngomong kaya gitu, mah." Tangisku pecah di pelukan mamah.

"Mamah gak mau ngeliat kamu nangis terus. Kamu harus janji untuk terus tersenyum untuk mamah, jaga adik kamu karena dia membutuhkan kamu." Kata mamah sambil memelukku dan juga adikku. Aku melepas pelukan mamah dan tetapi aku menggenggam tangan mamah sambil menciumnya.

"Nggak, mah aku sama adeh butuh mamah.mamah jangan pergi, mah, mamah jangan ninggalin aku. Siapa yang akan menikmati kesuksesanku mah?" aku terisak menangis tersedu-sedu.

"Mamah mohon sama kamu tetap tersenyum untuk mamah dan keluarga" aku menggelengkan kepala.

"Terakhir kalinya mamah mohon, hapus air mata kamu, tersenyum lah nak. Biarkan ibumu ini melihatmu tersenyum untuk terakhir kalinya.. mamah mohon. Kasihan adikmu.",aku menatap wajah mamah dia tersenyum kearahku sambil menangis. Mamah mohon nak tersenyum untuk mamah."

Aku perlahan mengusap air mataku, menatap wajah mamah, berusaha tersenyum untuk mamah meski sulit akan ku melepaskannya.lalu aku mencium keninggnya dan kemudian mencium sebelah tangannya yang terhalang oleh jarum imfus yang melekat ditangnnya.

"Makasih sayang, mamah titip ayah sama adek kamu, jaga mereka mamah bangga sama akamu sayang, buat ayahmu bangga, jangan lupa tersenyum untuk mamah dan jangan lelah menjaga dan mendidik adik-adikmu, supaya kelak kamu dan adik kamu sukses."

Nafas mamah mulai tersenggal dan mulai tak beraturan. Selang oksigen di hidungnnya tak bergerak teratur. Aku sangat panik dan dengan segera mencari ayah. Aku pikir kemana ayah mencari dokter itu lama sekali. Saat aku hendak pergi, tangan mamah mencekalku.

"Ban.. tu ma... mah... "

Aku sangat mengerti ucapan mamah, tapi aku tidak kuat melihatnya dalam kondisi seperti ini. Perlahan aku mulai mendekatkan bibir ke telinga mamah sambil berkata dengan pelan-pelan, tak lupa aku juga menggenggam tangan mamah dengan begitu erat.

"La... ila... ha... ilallah... " denag sekuat tenaga aku menahan tangisanku.

"La.. ila... ha... ilallah... " pegangan mamah mengendur, matanya mulai terpejam dan nafasnya suddah tidak lagi memburu. Selang oksigen di hidungnya sudah tak bergerak lagi. Mamah telah pergi! Ya! Mamah sudah pergi, jauh sekali. Aku menangis tersedu seraya memeluk adikku yang juga ikut menangis di sampingku.

Ayahku datang bersama dokter dengan nafas terengah-engah. Dokter langsung memeriksa mamah, tapi nihil tidak ada yang bisa dokter lakukan. Ayahku memeluk aku dan adikku yang terdududk di lantai. Hari itu menjadi hari yang tidak akan pernah terlupakan.

Dan hari ini, di depan nisan mamah aku berdoa, mendoakannya untuk selalu bahagia. Aku akan selalu mencintainya, menyayanginya. Dan aku akan mengingat terus pesan mamah. Teima kasih, mah. Aku akan selalu tersenyum, dan menjaga amanah dari mamah.

Cara terbaik melupakanbukan dengan cara benar-benar melupakannya. Tapi menerima semuanya dan memeluksemua kenangan indah yang sudah ter-rajut rapih dengannya. 

Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang