Seminggu kemarin Kania benar-benar melakukan perang dingin dengan tiga sahabatnya itu. Bahkan dia pindah duduk dengan Euis dan membiarkan Lia duduk dengan Nina sementara waktu.
Sampai di pagi hari Sabtu ini Kania merasa bahwa dia sudah keterlaluan karena mendiamkan temannya. Dia juga merasa bersalah karena tidak bertanya alasan dibalik mereka melarang Kania mendekati Rahma.
Seminggu kemarin Kania hanya bertemu Rahma di hari Senin, hari-hari selanjutnya dia habiskan dengan Euis beserta rombongannya. Bahkan dia benar-benar mengindari Sekar ketika dirumah.
Mama adalah orang paling teliti di dunia, maka sudah bisa dipastikan Mama menyadari ada yang salah dengan Kania. Mama sudah bertanya hampir dua puluh kali dalam seminggu ini, tapi jawaban Kania selalu sama, dia enggan menceritakan masalahnya kali ini kepada Mama atau siapapun itu.
Kemarin bahkan Mama menolak menemani Papa dinas ke Solo karena ingin menemani Kania di rumah. Kakaknya sedang ada dinas luar kota juga jadi tidak ada tempat untuk menitipkan Kania sementara.
***
Mama meletakkan satu piring brownies yang baru saja selesai dipanggang. Aroma brownies buatan Mama selalu mengundang siapa saja untuk menikmatinya, tapi tidak kali ini. Kania mengacuhkan brownies itu dan memilih asyik dengan ponsel dihadapannya.
Mama berdecak malas dan merebut ponsel milik Kania secara paksa. Tentu, Kania sempat tidak terima dan akan mengambil kembali sebelum Mama memasukkan ponsel itu ke saku celananya.
"Sekali lagi Mama tanya kamu ada masalah apa? Dan sama siapa?" Mama mendudukkan badannya di depan Kania.
Kania cemberut dan memilih diam. Mama memutar bola matanya malas, anak bungsunya selalu begini jika sedang merajuk.
"Kania." Mama berusaha mendapatkan atensi putri bungsunya itu.
Kania hanya menolehkan kepalanya sebentar dan kembali menunduk.
Mama menghela napas pasrah, kaki jenjangnya dia langkahkan mendekati Kania. Mendudukkan badannya, Mama langsung memeluk tubuh Kania didepannya.
***
Kalau kalian ingin tanya, apa sih kelemahan Kania? Maka Kania akan menjawab, Mama adalah salah satu kelemahannya.
Maka ketika tangan Mama sempurna memeluk badannya Kania langsung saja menumpahkan tangisnya yang sudah berusaha dia tahan.
"Nangis aja, sampai lega." Mama masih terus mengusap punggung Kania.
Kania semakin membenamkan wajahnya di pundak sang Mama yang selalu terasa nyaman. Mama tidak akan mengajak Kania bicara hingga Kania merasa tenang.
***
Setelah cukup lama akhirnya Kania mengangkat wajahnya yang sudah sembab itu. Mama sempat tersenyum meledek sebelum memberikan satu pak tissue.
Kania tentu tahu Mama pasti tertawa melihatnya. Tapi setidaknya dia lega karena berhasil mengeluarkan sedikit masalahnya lewat tangisan.
Mama mengusap pundak Kania yang masih sedikit bergetar sebelum memberikan satu gelas air putih. Kania meminum air putih itu sampai tandas dan meletakkan gelasnya.
"Masih mau nangis atau cerita sama Mama?"
Kania menghela napasnya, lumayan panjang. "Cerita. Tapi nanti dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT KANIA AND HER STORY (AKAHS) |On Hold|
Teen FictionDeskripsi menyusul ya, semoga kalian suka sama ceritanya. So, cekidot