16 - 2 || and, she had a bad dream

90 5 0
                                    

CERITA INI HANYALAH FIKSI/TIDAK NYATA/KEBOHONGAN/DUSTA/HAYALAN PENULIS SEMATA. JADI DIMOHON UNTUK PARA PEMBACA UNTUK TIDAK BERLEBIHAN DALAM MENANGGAPI CERITA INI.


| 16 - 2 |

and, she had a bad dream



DUA hari kemudian, Keiysa, Val, dan Ishad sedang berada di area bandara untuk mengantar Pram yang akan terbang ke Paris untuk melanjutkan studinya di Sorbonne University. Obrolan dan candaan di antara mereka yang terus mengisi perjalanan telah berhenti sepenuhnya begitu mobil sampai di bandara. Saat ini atmosfer di antara mereka terasa sedikit lebih takzim sebab beberapa menit lagi, mereka akan berpisah dengan Pram.

"Pram, cewek lo beneran gak datang buat nganterin lo pergi?" tanya Ishad untuk ke sekian kali semenjak di mobil, tetapi tidak pernah dijawab oleh Pram.

Val menyenggol lengan Ishad. "Had, lo dari tadi nanya itu mulu, heran gue!" kata Val yang dibarengi kekehan oleh Pram. Sementara Keiysa hanya diam menyimak obrolan mereka.

"Yaelah, gue kan cuma nanya. Lagian aneh aja tiba-tiba si Araa yang notabene ceweknya nggak ikut nganterin, kan mereka mau LDR-an lama," jelas Ishad. Bukannya apa-apa, tapi Ishad sedikit penasaran dengan hubungan Pram dan Araa sekarang, dia baru menyadari kalau sudah hampir seminggu Pram tak lagi curhat mengenai hubungannya dengan cewek itu.

"Jangan bilang lo mau nikung Araa di saat Pram pergi?" seloroh Val sekenanya.

"Anjing!" umpat Ishad dengan ekspresi wajah yang terlihat salah tingkah, mereka semua tertawa renyah.

Pram menghampiri Ishad dan menepuk pundak sahabatnya itu. "Gue udah putus sama dia beberapa hari lalu. Kalau lo suka pepet aja, dia udah free buat lo deketin Had."

Ishad sontak menoleh ke arah Pram, tak kuasa mengontrol kekagetannya. "Serius? Kok bisa putus?"

Senyum tipis terulas pada bibir Pram. "Panjang kalau mau diceritain, tapi intinya gue dan dia beda pemahaman aja. Dia setuju ini, tapi gue nggak setuju itu, jadi ya, gak sejalan," ujar Pram tenang, tapi meski begitu Keiysa bisa merasakan suara Pram yang terdengar pasrah.

"Btw, Pram, lo di sana bakalan tinggal di mana?" tanya Keiysa ikut buka suara.

Pram memandang Keiysa lembut. "Bokap gue udah beli apartemen di sana, jadi gue tinggal nempatin aja, Kei. Cuma yang nyebelin, gue sengaja nggak dibeliin mobil atau paling enggak motor buat transportasi. Kan sialan!" jawabnya sambil cemberut.

"Setuju gue sama Om Reza sih, biar anak bungsunya itu nggak manja. Dari dulu tiap kali diajak pergi kan selalu banyak alesan kalau gak pake kendaraan pribadinya," seloroh Ishad menyindir Pram, dia menyeringai puas. Sementara Pram mendecak kasar atas perkataan Ishad.

Keiysa terkekeh kecil. "Lagian pakai transportasi umum nggak seburuk yang lo kira kok. Sans aja hehehe," timpal Keiysa. Tetapi Pram tak cukup puas sebab sedari kecil, Pram memang tak pernah naik transportasi umum, jadi kebiasaan itu terbawa juga hingga ia dewasa.

"Perhatian! Kepada para penumpang dengan nomor penerbangan GA123 dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Paris dipersilakan untuk segera naik ke pesawat udara melalui gerbang keberangkatan Gate 10..."

Suara pemberitahuan menghentikan pembicaraan mereka. Pram kembali mengambil handle troll kopernya, kemudian menatap sahabat-sahabatnya satu persatu. "Kalau gitu gue cabut dulu ya," kata Pram seraya tersenyum tipis.

Ada sedikit rasa tidak rela di antara Val, Ishad, dan juga Pram, sebab ini pertama kali-nya mereka harus berpisah setelah hampir selalu bersama. Val dan Ishad akan merasa kehilangan Pram, mereka pasti akan merindukan kejahilan dan keabsurdan Pram yang selalu mengisi keseharian mereka. Sementara Pram pun sama, ia akan sangat merindukan momen berantem dengan Val dan sesi curhat dengan Ishad. Sungguh Pram tak ingin pergi, tapi apa daya ia tak akan bisa menolak titah sang ayah.

Getih Anget ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang