BAB 2 • DIAMUK

94.3K 3.3K 18
                                    

2. DIAMUK

Saat malam hari tiba, Luna terlihat sedang duduk di halaman rumahnya seorang diri sambil bermain handphone.

Suasana lingkungan rumahnya tampak asri dan indah. Ia tinggal di sebuah perkampungan yang jarak rumahnya dan tetangganya cukup berjauhan. Di depan rumah Luna terdapat banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi.

 Di depan rumah Luna terdapat banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kasian banget. Pasti korbannya bakal trauma," ujar Luna saat melihat berita tentang sebuah video seksual yang sengaja disebarkan ke media sosial.

Pihak keluarga dari sang korban sudah melaporkan pelaku ke pihak berwajib. Pelakunya memang sudah ditangkap, namun video itu tetap beredar luas.

Ternyata benar. Jejak digital itu nyata dan akan selalu abadi.

"Kak Luna," sahut seorang bocah lelaki, membuat Luna tersentak kaget sampai hampir melompat dari kursinya.

"Aidan ngagetin Kakak aja. Kenapa kamu belum tidur? Udah jam sepuluh malam, loh, ini," tanya Luna sambil menatap sang adik yang berdiri di sampingnya.

"Aku pengen makan es krim, Kak," pinta bocah lelaki berusia 6 tahun tersebut dengan lesu.

Luna mengernyit. " Es krim?"

Aidan mengangguk pelan. "Iya. Sebenarnya aku udah mau es krim dari tadi pagi, tapi aku tahan-tahan aja."

"Besok aja, ya, Kakak beliin kamu es krim? Sekarang kamu tidur aja dulu. Ini udah malam," bujuk Luna dengan sabar.

"Nggak bisa, Kak. Aku udah coba tidur dari tadi, tapi nggak bisa. Aku pengen makan es krim," ujar anak lelaki itu yang merengek kepada sang kakak.

Luna menghela nafas melihat wajah adiknya yang tertekuk sedih. Ia tidak tega melihat Aidan. Adiknya itu sangat jarang meminta sesuatu. Akan sangat kasihan ketika ia baru meminta sesuatu, namun yang ia minta tidak dituruti.

"Ya udah, Kakak pergi beliin kamu es krim. Kamu tunggu Kakak aja, ya, di rumah? Jangan ke mana-mana," ujar Luna yang membuat Aidan tersenyum senang.

Luna bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil dompetnya yang berada di atas kasur. Ketika membuka dompetnya, Luna menghela nafas melihat selembar uang 50 ribu di sana.

"Duhh, aku nggak punya uang lagi." Luna meringis pelan.

"Kak? Kakak udah mau pergi?" Aidan tiba-tiba muncul di pintu kamar Luna yang membuat Luna tersentak kaget.

Buru-buru Luna menutup kembali dompetnya dan tersenyum kepada sang adik. "Iya, ini Kakak udah mau pergi, kok."

"Hati-hati, ya, Kakak sayang. Aidan tungguin Kakak di rumah," ujar Aidan dengan tersenyum manis, membuat Luna tak kuasa melihatnya.

XAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang