BAB 29 • MABUK

64.5K 2.5K 289
                                    

Bantu tandain ya kalau ada typo, nggak sempat revisi soalnya.

29. MABUK

Pagi hari sekali di balkon apartemen Xavier, terlihat seorang gadis cantik berambut panjang yang mengenakan kemeja putih sepaha sedang berdiri di sana sambil meneguk segelas susu hangat di tangannya.

Luna memejamkan matanya, menikmati hembusan angin yang sangat sejuk pagi ini.

Hingga saat Luna sedang menikmati suasana alam pagi itu, ia pun tersentak ketika sebuah tangan kekar tiba-tiba memeluk perut ratanya dari belakang.

"Kenapa lo pakai kemeja gue? Hmm?" Xavier bertanya dengan suara seraknya sambil membenamkan wajahnya di ceruk leher Luna.

"Pinjam doang. Soalnya baju aku Kakak robekin dari semalam," jawab Luna.

Luna merasa geli ketika Xavier menciumi lehernya. Penampilan lelaki itu shirtless pagi ini hingga otot-otot tubuhnya dapat Luna rasakan dengan jelas.

"Kak, udah ihhh." Luna menepis pelan tangan Xavier yang mengusap pahanya.

"Sebentar lagi aja." Xavier kembali mengarahkan tangannya untuk mengusap paha Luna.

"Udah, aku capek," tolak Luna yang sudah tak sanggup lagi menghadapi Xavier. Badannya terasa sangat remuk, tulang-tulangnya rasanya mau patah, bibirnya pun juga sudah  sangat kebas. Sebrutal itu Xavier kepadanya.

Xavier mendengus kasar karena Luna terus menerus menolaknya. "Lo berani ngelawan g-"

Tring ...

Mendengar handphone-nya berdering, Xavier melepaskan pelukannya dari Luna dengan sedikit kasar. Ia berjalan menuju nakas yang berada di samping kasur, tempat handphone-nya berada.

"Ngapain Papa nelfon jam segini?" Xavier bergumam saat melihat telepon itu berasal dari Leonard. Tanpa menunggu lama, Xavier pun bergegas mengangkat telepon-nya.

"Kenapa, Pa?"

"Cepat kamu siap-siap dan datang ke perusahaan. Kita ada pertemuan dengan para petinggi dari Sean Group dari Amerika. Mereka rekan bisnis yang cukup penting."

"Harus banget sepagi ini?"

"Xavier. Apa kamu ingin bermalas-malasan karena ingin terus berduaan dengan gadis yang bersamamu itu?"

Xavier terdiam. Papanya bukan hanya menebak, tapi juga mengancam. Mengancam nyawa Luna.

"Ya udah, aku bakal segera ke sana."

Tit ...

Xavier melemparkan handphone-nya ke atas kasur setelah telepon itu terputus, kemudian menatap Luna yang sejak tadi menatapnya dengan bingung.

"Apa, Kak?" tanya Luna dengan sedikit kebingungan.

"Gue mau ke kantor, jadi siapin pakaian dan semua perlengkapan gue. Gue mau mandi dulu," perintah Xavier yang terdengar ketus.

Luna mendengus pelan. "Aku disuruh ngelakuin hal kayak gitu berasa udah jadi istri Kakak aja."

"Benar juga. Padahal lo cuman pelacur pribadi gue doang." Setelah mengatakan itu, Xavier pun masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya.

Lelaki itu tampak sangat santai, tak peduli dengan Luna yang sudah hampir menangis mendengar perkataannya barusan.

Ini masih pagi, tapi Xavier sudah menyakiti perasaan Luna sedalam itu. Luna ingin membantah, menangis, dan berteriak, namun ia tak bisa melakukannya karena apa yang telah dikatakan oleh Xavier memang tidak salah sama sekali. Ia tidak bisa mengelak

XAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang