BAB 31 • TERTANGKAP

55.5K 2.6K 436
                                    

31. TERTANGKAP

06.30 WITA.

Pagi hari sekali, Luna yang sedang tertidur pulas lantas terbangun ketika merasakan sesuatu yang aneh. Gadis berpiyama beruang itu segera menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya dan Virza. Ia berlari menuju kamar mandi dengan tergesa-gesa.

Huek!

Huek!

Huek!

Luna merasakan mual disertai dengan rasa pusing yang menyerang kepalanya.

Setelah mencuci mulutnya di wastafel, Luna menatap pantulan dirinya di cermin wastafel. Wajahnya terlihat begitu pucat. "Badan aku lemas banget," gumamnya.

"Lo sakit?" Virza yang terbangun setelah mendengar suara Luna. Dengan keadaan yang masih mengantuk, gadis itu pun menghampiri sahabatnya di kamar mandi.

"Aku ngebangunin kamu, ya? Maaf." Luna menatap Virza dengan tak enak hati.

"Nggak apa-apa, santai aja. Lo sakit? Udah minum obat?" tanya Virza. Luna menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ya udah, kamu mandi dulu habis itu kita sarapan sama-sama. Entar aku keluar buat beliin kamu obat. Kayaknya persediaan obat di P3K aku udah habis."

"Makasih, Virza. Maaf, ya, aku jadi ngerepotin kamu."

"Nggak usah minta maaf, persediaan obat di kotak P3K gue emang udah harus diisi lagi. Buruan bersih-bersih sana, habis itu kita sarapan bareng."

"Okeyy."

Setelah mandi dan berpakaian, Luna yang sudah rapi segera pergi ke dapur dan membantu Virza menyiapkan sarapan untuk mereka. Keduanya kemudian duduk di meja makan sambil mengobrol santai.

"Ohh, iya, Za. Orang tua kamu sekarang gimana kalau kamu ada di sini?" tanya Luna penasaran sambil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.

Virza menengguk segelas air putih dan kemudian menatap Luna di depannya. "Mereka udah dibeliin rumah yang baru sama Kak Kellan. Kak Kellan ngurusin aku sampai sejauh itu, makanya aku cinta banget sama dia."

"Ohhh, tapi orang tua kamu tahu kalau kamu sama Kak Kellan?"

"Mereka tahu, tapi mereka nggak peduli. Yang mereka peduliin itu cuman duit yang tiap bulan ditransfer sama Kak Kellan. Kalau aku kenapa-kenapa mereka nggak bakal peduli." Virza terlihat begitu santai mengatakannya, berbeda dengan Luna yang cukup kaget. Sepertinya kisah hidupnya dan Virza hampir sama.

"Ngomong-ngomong, orang tua lo mana? Setiap gue ke rumah lo, gue nggak pernah ngelihat orang tua lo."

"Ohh ... Papa aku udah meninggal beberapa tahun yang lalu, sementara Mama aku udah nikah lagi."

"Tapi, Mama lo tahu kalau lo tinggal bareng Kak Xavier di apartemen-nya?"

"Mama aku nggak tahu. Ya ... walaupun dia tahu, kayaknya dia juga nggak bakal peduli deh. Dia aja nelantarin aku sekarang sendirian." Luna tersenyum miris mengatakan itu.

Hari ini masih pagi, namun dirinya dan Virza sudah berbagi luka.

Setelah sarapan, Virza pun bergegas pergi untuk membeli obat-obatan sekaligus bahan masakan. Tadinya Luna ingin ikut menemani Virza, namun Virza melarangnya dengan tegas karena Luna sedang tidak enak badan.

"Lo di sini aja. Kalau ada apa-apa telepon gue. Gue cuman sebentar," ujar Virza yang sudah berada di depan pintu.

Luna menghela nafas. "Ya udah, kamu hati-hati, ya?"

"Iya."

Virza pun berjalan meninggalkan apartemen-nya yang ada Luna di dalam sana. Gadis itu masuk ke dalam lift dan bergegas menuju apotek terdekat.

XAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang