BAB 38 • RESPONNYA

56.9K 3.5K 705
                                    

38. RESPONNYA

Pagi ini adalah kepulangan Luna dan Xavier setelah semalam menginap di kapal. Sejak semalam pula, keduanya sama-sama terus diam tanpa ingin mengatakan apapun.

Luna duduk di dalam mobil sambil memperhatikan Xavier di sebelahnya yang terlihat masa bodoh dengan dirinya. Lelaki itu fokus bermain handphone sampai sesekali mengumpat kasar.

Jujur saja, Luna benar-benar terlalu kecewa dan sakit hati atas respon yang Xavier berikan kepadanya. Ia pikir lelaki itu mungkin akan senang dan ingin bertanggung jawab. Namun, kenyataannya malah sebaliknya.

Xavier malah mendiaminya dan bersikap acuh tak acuh padanya. Bahkan ketika Xavier tahu bahwa ia hamil, lelaki itu langsung meninggalkannya begitu saja dan kembali masuk ke dalam kapal.

"Sebelumnya Kak Xavier udah tahu kalau aku hamil?" Luna bertanya, memecah keheningan di antara mereka.

Bukannya mendapat jawaban, Luna malah terkekeh miris ketika Xavier hanya meliriknya sekilas dan kembali bermain handphone.

Tidak salah lagi. Xavier pasti sudah tahu tentang kehamilannya. Dokter pribadi keluarga Lysander yang sudah bekerja selama 10 tahun bersama mereka pasti tak bisa menyembunyikan apapun dari majikannya. Apa lagi ini menyangkut cucu pertama keluarga Lysander.

"Kenapa Kakak diam aja? Kakak nggak senang aku hamil?" Luna kembali membuka suara lantaran tak bisa menahan rasa sakit hatinya melihat keterdiaman Xavier.

Brak!

Xavier menggebrak kasar pintu mobil menggunakan handphone. "Lo bisa diam nggak sih?! Kepala gue udah sakit mikirin ini dari semalam!"

Mulut Luna tertutup rapat dengan respon yang ia dapat dari Xavier. Kasar, marah, dan omelan.

Luna pun mengalihkan pandangannya ke jendela mobil dengan mata memanas, berusaha semaksimal mungkin untuk menahan air matanya, sementara Xavier di sebelahnya mendengus kasar dan kembali bermain handphone.

Sesampainya mereka di apartemen, Luna pun segera masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Begitupun dengan Xavier yang ikut masuk ke dalam kamar. Bedanya, Xavier bukan masuk untuk beristirahat, melainkan berganti pakaian dan bersiap-siap pergi entah ke mana.

"Kakak mau ke mana? Kita, kan, baru pulang?" Luna membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil memperhatikan Xavier.

"Keluar nyari udah segar. Kepala gue sakit dari semalam gara-gara lo." Xavier begitu tega mengatakan hal menyakitkan seperti itu. Wajahnya pun seolah sangat geram kepada Luna.

Luna tak berani mengatakan apapun lagi. Ia hanya diam memeluk bantal guling dan membelakangi Xavier.

Ketika pintu kamar itu tertutup setelah Xavier pergi, isakan lirih mulai terdengar dari mulut Luna.

"Dia nggak tanggung jawab. Dia nggak mau tanggung jawab. Dia nggak mau anak ini," lirih Luna sambil terus menangis sesenggukan di atas kasur.

"Tetap hidup." Dua kata yang terus disebutkan oleh Luna setiap kali ia mencapai titik terendahnya dalam hidup.

Luna memukul-mukul pelan kepalanya karena terlalu kecewa dengan Xavier. Air matanya terus meluruh membasahi bantal. Satu yang Luna harap saat ini. Semoga saja kelak Xavier hidup dalam penyesalan dan merasakan sakit yang sama sepertinya.

Luna semakin memeluk erat bantal gulingnya dan terus menangis. Cukup lama ia menangis di atas kasur sampai ia akhirnya tertidur pulas karena kelelahan.

°°°°°

Setelah menghubungi kontak kedua temannya, sore ini Virza dan Zila akhirnya datang ke apartemen Xavier.

Mereka berdua duduk di balkon apartemen sambil menatap Luna yang wajahnya terlihat sembab dan terus melamun.

XAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang