16 - 02.00

99 16 0
                                    

Park Chanyeol dan Kim Jongin menjadi sangat betah berlama-lama di rumah Oh Sehun. Mereka dengan senang hati menerima ajakan makan malam bersama dari tuan dan nyonya rumah. Meja bundar berdiameter satu setengah meter itu dipenuhi makanan rumahan buatan satu-satunya wanita di rumah itu.

"Aku senang kalian makan dengan lahap," kata Oh Yoona dengan senyum bangga menatap kedua tamunya. Ia sampai belum menyentuh sumpitnya sama sekali karena sibuk memperhatikan bagaimana Chanyeol dan Jongin saling berbagi.

"Bibi juga harus makan." Jongin mengambil sumpit di samping mangkuk milik Yoona, lalu menggenggamkannya ke tangan wanita itu dengan sopan. "Bibi bisa membuka restoran dengan masakan seenak ini," terangnya.

"Ah, kau ini ada-ada saja." Yoona menutup wajahnya malu-malu. Ia melirik suaminya yang tetap diam menikmati makanan seperti putra bungsunya. "Yeobo, kenapa kau tidak pernah memuji masakanku?" herannya.

"Yang penting aku menghabiskannya tanpa komentar, artinya aku menikmati apa pun yang kau masak," ujar Yunho. Ia menatap pintu kamar putra sulungnya dengan dahi berkerut. "Ada apa dengan anak itu? Kenapa tidak mau keluar untuk makan malam?"

"Sepertinya Sehun masih lelah, Paman. Dia bilang mengantuk," kata Chanyeol.

Kunyahan di mulut Seonwoo melambat. Ia menoleh ke arah kamar sang kakak. Selelah apa pun Sehun usai bekerja berhari-hari tanpa istirahat, kakaknya tidak pernah absen untuk makan bersama. "Umma, siapkan saja makan malam Sehun Hyung, aku akan mengantarnya," ujarnya.

Yoona mengangguk dan lekas menyiapkan makan malam untuk Sehun. Sambil menyerahkan satu nampan berisi satu porsi nasi dan sup ayam ginseng, ia menatap putra bungsunya penuh selidik. "Kalian tidak sedang bertengkar, kan?" tanyanya, sebab paham betul karakter Sehun yang tidak akan menghindari sesuatu tanpa ada pertikaian.

Seonwoo berdecak pelan. "Umma pernah melihat kami bertengkar?" Ia buru-buru memalingkan wajah dan membawa nampan itu memasuki kamar Sehun.

Di atas kasur kecil yang merapat ke dinding, Sehun menatap sinis ke tamu tak diundang yang tengah meletakkan makanannya ke meja. "Sejak kapan kau berbohong pada Umma?" cecarnya.

"Memangnya kita sedang bertengkar?" Seonwoo mengulurkan sumpit pada sang kakak. "Umma sudah memasak. Kau tidak boleh menolak masakan Umma."

Sehun merebut sumpit itu sedikit kasar. Kata-kata Seonwoo masih terngiang di telinga dan suasana hatinya masih memburuk gara-gara kalimat itu. "Kau keluarlah," usirnya.

"Tidak." Seonwoo menggeleng. Ia mendudukkan diri di lantai dengan pandangan terarah pada Sehun yang mulai melahap makan malamnya. "Hyung," panggilnya dengan suara sedikit bergetar.

Si kakak hanya diam, tetapi ia tidak melarang adiknya untuk berbicara.

"Aku tidak bermaksud berkata seperti itu," terang Seonwoo. Kepalanya tertunduk. Tidak berani melihat reaksi Sehun atas pengakuannya. Ia benar-benar sadar diri bahwa ialah penyebab Sehun menghindari makan malam bersama.

Perhatian Sehun tetap tertuju pada makanannya, alih-alih menatap mata Seonwoo sebagaimana biasanya ia menjadi pendengar yang baik untuk sang adik. Ia bahkan tidak melirik adiknya sama sekali.

"Aku memang tidak pernah bilang bahwa aku penggemarmu, tapi sungguh ...." Seonwoo mendongak. Kedua matanya memerah. Ia ingin memaksa Sehun untuk menatapnya sebentar, tetapi kata-kata itu tertahan oleh kalimat lain. "Aku jauh menghormatimu dibanding siapa pun di dunia ini."

Pengakuan Seonwoo menghentikan gerakan di mulut Sehun. Kalimat yang baru ia dengar sukses menggetarkan hatinya. Ia seperti merasakan musim semi di dalam kamar sempit itu.

"Hyung, lihat aku!" rengek Seonwoo, tidak tahan melihat sikap kakaknya yang terlihat tidak peduli seperti itu. Ia mendekat ke badan Sehun dan bergelayut manja di lengan sang kakak. "Kau tahu kalau aku lebih patuh padamu dibanding Appa dan Umma. Jika bukan karena kau, aku tidak akan sekolah di SMA yang bagus. Aku tidak akan punya ponsel dan sepatu bagus yang kuinginkan."

Misterious Box (EXO-SKY) | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang