Tidak seperti jalanan Seoul yang selalu penuh kendaraan, lalu lintas di pinggiran Kota Gwangju sangat lengang. Tidak banyak mobil ataupun motor yang berlalu-lalang di jalan raya. Biasanya, Jongin tidak pernah membuka kaca jendela kecuali untuk menyapa para penggemar yang sudah menunggunya. Tidak ada wartawan atau penggemar yang membuntuti membuatnya berani menurunkan kaca mobil sampai angin dari luar berembus masuk membelai wajahnya.
"Sejuk sekali," gumam Jongin dengan tangan terulur keluar. Ia melirik spion tengah, memperhatikan si bungsu yang tidak banyak bersuara sejak mereka keluar rumah untuk menjalankan misi. "Sehun-ah," panggilnya.
"Ya?" Sehun menoleh ke sumber suara.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Jongin.
Sehun melirik Chanyeol yang juga menatapnya dari spion tengah. Si kakak tertua tengah mengemudi kembali ke vila mereka. "Tidak tahu harus membicarakan apa," jujurnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Chanyeol.
"Seonwoo."
"Kenapa Seonwoo?" Jongin agak menoleh ke belakang untuk memperhatikan wajah sendu si bungsu. "Kau merindukannya?"
"Ya." jawab Sehun seraya mengangguk. "Aku tidak pernah berpisah dengannya."
"Kau mau kembali ke Seoul?" Chanyeol kembali melirik spion tengah dan Sehun menggelengkan kepala di belakangnya. "Kau bisa pulang ke Seoul kalau merindukan adikmu."
"Misi kita baru berjalan satu hari," ujar Sehun disertai helaan napas panjang. "Semalam, aku memikirkan banyak hal. Aku senang karena ... entahlah. Aku tidak perlu khawatir tentang biaya sekolah Seonwoo, bahkan sekarang aku punya teman. Ya, jika kalian menganggapku sebagai teman."
Chanyeol dan Jongin saling melirik. Mereka belum merespons seolah ingin memberi waktu pada Sehun untuk menguasai topik selama perjalanan. Ada sesuatu di dalam diri mereka yang membuat keduanya tanpa sadar jadi saling memikirkan perasaan satu sama lain.
"Tapi, disamping itu, aku khawatir kalau aku tidak bisa melakukan misi atau tantangan ini, aku atau keluargaku akan terluka," terang Sehun. Bibirnya tertekuk dan tak ada binar kesenangan di wajahnya.
"Sebenarnya, aku juga sempat memikirkan hal itu," aku Jongin.
"Jangan seperti itu," tegur Chanyeol pada dua lelaki termuda. Ia membelokkan mobil ke garasi dan memarkirnya dengan hati-hati. "Aku yakin, Jina Nuna tidak akan menyakiti kita."
"Bagaimana jika ternyata Direktur Yoon bukanlah dalang di balik semua ini?" tanya Sehun, menyusul kedua lelaki yang ia panggil kakak untuk keluar mobil.
Jongin mengerutkan dahi. "Bukankah sebelumnya kau sangat yakin kalau ini semua adalah permainan Jina Nuna?" herannya.
"Ya. Aku hanya mencari kemungkinan lain," jelas Sehun.
Dari jalan raya, terdengar rengekan dan tangis seorang anak kecil yang membuat tiga pemuda Seoul itu tak segera masuk ke dalam rumah. Bocah laki-laki sekitar umur tahun tengah berjalan mengentak di belakang wanita yang tengah menggendong sebuah keranjang besar berisi sayur-mayur segar.
"Umma, aku mau makan kue ulang tahun! Semua teman-temanku makan ulang tahun di hari ulang tahun mereka," rengek anak kecil berpakaian lusuh itu. Ia bahkan berhenti berjalan dan berjongkok untuk menangis kencang. "Aku mau kue ulang tahun, Umma. Aku mau kue ulang tahun!"
"Umma akan membelikanmu kue ulang tahun kalau ayahmu sudah pulang, ya," bujuk sang ibu. Napasnya terengah-engah karena beban berat di punggung. Tangannya terjulur pada anak kecil itu. "Sekarang, ayo pulang dulu. Umma akan memasak sup rumput laut untukmu."
"Tidak mau!" tolak si anak. Tangisannya makin kencang.
"Jogiyo." Chanyeol bersuara seraya mendekat.
Jongin dan Sehun mendelik seketika.
Chanyeol mengulurkan kotak transparan pada anak kecil itu. Tubuh jangkungnya berjongkok di hadapan si anak kecil. "Hari ini ulang tahunmu?" tanyanya dan anak itu mengangguk seketika. "Bawa ini pulang," ujarnya.
"Astaga. Tidak perlu, Anak Muda. Bawa ini kembali dan–"
"Tidak apa-apa." Chanyeol menggeleng ketika si ibu itu berniat mengembalikan kue ulang tahun pemberiannya. "Aku tidak sedang berulang tahun. Jika ada yang berulang tahun, maka kue ini tidak akan terbuang sia-sia," jelasnya dengan senyum manis.
Wajah anak kecil itu perlahan menjadi cerah. Ia mengusap wajahnya yang basah air mata lalu mengangkat kotak kue penuh semangat. "Gamsahamnida, Ahjussi," ujarnya sambil membungkukkan badan.
"Selamat ulang tahun," ucap Sehun sambil mengulurkan paper bag putih berisi lego yang seharusnya untuk Seonwoo. "Kau suka bermain robot-robotan?" Suaranya sangat ramah dan bersahabat.
"Ung!" Si anak mengangguk.
"Buatlah robot-robotan dan makan kuenya di rumahmu, ya," kata Sehun. Tangannya mengusap lembut rambut anak kecil itu.
"Jongin-ah," panggil Chanyeol karena si model itu belum beranjak dari teras rumah sama sekali.
Jongin menggenggam paper bag hitam di tangannya makin erat. Ia meneguk ludah. Kepalanya ingin menggeleng, tetapi tak bisa digerakkan sama sekali. Terlebih ketika sorot mata Chanyeol berubah tajam.
"Kim Jongin." Chanyeol sedikit meninggikan suara. Saat ia mendengar tangis anak kecil itu, tiba-tiba ia berpikir bahwa untuk alasan itulah ada tantangan baru yang mereka dapat tadi malam. Mereka baru bisa pergi ke kota pagi ini setelah memulihkan tenaga.
"Arasseo," ucap Jongin sedikit dongkol. Ia lantas mendekati anak kecil itu dan mengulurkan barang miliknya. "Saengil chukkae," ucapnya, lalu buru-buru berbalik badan dan masuk ke dalam rumah lebih dulu.
"Tidak apa-apa," kata Chanyeol pada si ibu di hadapannya. "Dia hanya sedang kelelahan," jelasnya.
"Apakah ini benar-benar tidak masalah?" tanya ibu itu.
"Sama sekali tidak," jawab Chanyeol. Ia sedikit membungkukkan badan agar berhadapan dengan si anak kecil. "Saat kau sudah besar nanti, jangan lupa memberikan ibumu kue ulang tahun, ya."
"Ne!" seru bocah lelaki itu.
"Terima kasih banyak, Anak Muda. Bagaimana aku harus membayar kalian semua?" tanya si ibu dengan kedua mata memerah.
"Tidak perlu. Segera pulang dan memasak sup rumput laut," kata Chanyeol.
"Baiklah. Sekali lagi, terima kasih banyak."
Chanyeol dan Sehun membungkukkan badan pada wanita itu. Mereka masih melambaikan tangan pada si anak kecil yang kini bisa tersenyum lebar dan tertawa riang.
"Senangnya," gumam Sehun. Senyum manis juga menghias wajahnya.
"Tidak apa-apa, kan?" tanya Chanyeol pada si muda.
"Huh?"
"Kotak lego untuk Seonwoo. Kau malah memberikannya untuk anak itu."
Sehun terkikik. "Tidak apa-apa. Uang dari Direktur Yoon, kan, masih. Aku bisa membelinya lagi saat pulang ke Seoul besok," katanya.
"Maaf, ya. Aku memutuskan sesuatu tanpa mengatakannya pada kalian lebih dulu," sesal Chanyeol. Sesaat, ia tidak menyangka bahwa permintaan maaf terucap dari bibirnya untuk orang yang selama ini tidak pernah ia pedulikan dengan baik. Hubungannya dengan Sehun sebatas sesama pegawai Blue Sky. Ia sendiri sedikit merasa aneh ketika menyadari seperti ada kedekatan antara ia dan Sehun.
"Bukan masalah besar, Hyung. Kau tidak perlu meminta maaf."
Chanyeol menghela napas pelan. "Aku akan menemui Jongin. Sepertinya dia benar-benar marah padaku," katanya.
"Iya. Hibur dia. Aku akan menyiapkan makan siang," kata Sehun.
Rumah menjadi hening. Hanya terdengar embusan angin dari pintu samping dapur yang sengaja Sehun buka agar lebih sejuk. Pendingin ruangan dimatikan. Hanya ada dirinya yang merajai dapur itu seolah ialah tuan rumah. Namun, Sehun masih sadar diri bahwa ia tetaplah seorang pelayan. Ketika dua lelaki lain yang lebih dekat dengan Yoon Jina tengah sibuk berdebat di dalam kamar, Sehun pura-pura menutup telinga dan fokus dengan bahan-bahan yang akan ia masak untuk santap siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misterious Box (EXO-SKY) | TAMAT
Fiksi PenggemarOh Sehun memberanikan diri meminta gaji lebih awal untuk biaya pendidikan sang adik. Keesokan harinya, ia menemukan kotak misterius di depan rumahnya. Kotak itu berisi tantangan menyelesaikan 99 misi yang menjanjikan uang dan kesejahteraan untuk kel...