Setelah menghabiskan dua minggu di Hawaii untuk pemotretan, hari ini Kim Jongin kembali ke Seoul membawa banyak sekali oleh-oleh untuk orang-orang terdekatnya. Namun, alih-alih langsung pulang ke rumah atau apartemen, ia menuju sebuah toko kue untuk membeli buah tangan tambahan. Ia dengar hari ini Seonwoo berulang tahun, maka dari itu ia ingin memberi kejutan.
"Yeobo, tolong bantu aku!" seru seorang wanita dari luar toko.
Perhatian Jongin teralih pada sosok wanita berbadan dua yang kesusahan mengangkat beberapa plastik belanjaan besar. Di depan wanita itu ada seorang pria berjaket yang fokus bermain gim di ponsel tanpa peduli pada istrinya sama sekali.
"Itu tidak berat. Kau bisa membawanya sendiri," tukas si pria tanpa menoleh sedikit pun ke arah sang istri.
"Memang tidak seberapa berat, tapi aku kesusahan berjalan."
"Kau jangan manja."
Satu kalimat dari mulut pria berjaket hitam itu sukses membuat amarah Jongin tiba-tiba memuncak. Tanpa mempedulikan uang kembalian, Jongin keluar dari toko menghampiri sepasang suami istri itu. "Permisi." Ia berhenti tepat di depan si suami sampai pria itu mendongak ke arahnya. "Kau tidak lihat istrimu membutuhkan bantuan?"
Pria itu mengernyit sebentar, lalu menoleh ke belakang. Istrinya masih berjarak beberapa langkah darinya. "Dia sudah besar," katanya tanpa rasa bersalah.
"Kau tidak lihat perut istrimu juga membesar?"
"Apa masalahnya?" Pria berjaket itu menatap Jongin tidak suka.
"Masalahnya, kau adalah suaminya dan seharusnya kau membantu istrimu! Sudah tugasmu untuk meringankan beban istri. Bukankah begitu?"
Pria itu berdecak pelan. Ia mengamati Jongin dari atas kepala hingga kaki. "Kau terlihat seperti orang yang belum menikah. Berani sekali kau mengguruiku!" tegurnya, tidak terima dengan kalimat yang ia dengar.
"Aku tidak harus menikah dulu untuk mengetahui apa yang benar dan salah tentang tugas suami dan istri. Setidaknya, aku memperhatikan apa yang diajarkan di kelas sosial." Jongin sedikit menyeringai ketika melihat ekspresi kesal dari lawan bicaranya. "Jadi, cepat ambil barang-barang di tangan istrimu itu. Jangan semakin menyengsarakannya."
"Ya!" Pria itu mendorong bahu Jongin menggunakan jari telunjuk. "Kau tidak tahu apa-apa tentang kami. Berhenti bersikap seperti kau ingin menjadi pahlawan."
Jongin memperhatikan bahu yang baru saja disentuh oleh pria itu. Ia meniup poni di dahi yang mendadak terasa sedikit risih. "Kau tidak lihat wajah istrimu sudah pucat begitu?" tanyanya.
"Dia tidak bekerja dan hanya mengurus rumah. Aku yang setiap hari bekerja. Apa salahnya aku tidak membantunya?" Suara pria itu kian meninggi dan makin banyak orang memperhatikan mereka, tetapi ia tidak peduli. Amarahnya juga sudah memuncak dan terlihat jelas pada sorot matanya bagaimana ia siap berdebat mempertahankan argumentasi.
"Tentu saja salah!" bentak Jongin. Ia sudah lupa pada profesinya meski beberapa orang mulai merekam dengan ponsel mereka. "Istrimu sedang mengandung anakmu. Dia berjuang agar anak kalian baik-baik saja, tapi kau malah menyiksanya dengan barang belanjaan sebanyak itu. Kau ini suami dan calon ayah. Apa kau hanya mau enaknya saja, huh?"
"Dasar sok ingin jadi pahlawan! Kalau kau mau membantu, kau saja yang membawa barang-barang itu!" Pria itu mendorong bahu Jongin lagi, lalu melangkah untuk menghindari kerumunan.
"Ya!" teriak Jongin karena pria itu benar-benar tidak peduli pada istrinya yang sudah hampir menangis. Ia menarik kerah belakang pria itu, lalu tanpa sadar menghantamkan sebuah tinju ke wajah si lawan. Napasnya terengah-engah. "Kau boleh jadi brengsek, tapi jangan pada istri dan calon anakmu. Mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Misterious Box (EXO-SKY) | TAMAT
Fiksi PenggemarOh Sehun memberanikan diri meminta gaji lebih awal untuk biaya pendidikan sang adik. Keesokan harinya, ia menemukan kotak misterius di depan rumahnya. Kotak itu berisi tantangan menyelesaikan 99 misi yang menjanjikan uang dan kesejahteraan untuk kel...