2.4 Kulawarga

124 18 0
                                    

kalo ada kalimat yang aneh, maapkeun. cerita ini langsung aku up tanpa revisi lebih dulu.

——

Asahi menyadarkan tubuhnya ke kursi kerja. Saat ini ia masih berada di kantornya padahal jam sudah menunjukkan pukul 6 sore yang bahkan para karyawannya pun sudah pulang sejam yang lalu. Lelaki itu menghela nafas panjang mengingat percakapan dengan orangtuanya, mereka menyuruh ia untuk segera menikah. Asahi bingung, karena ia masih belum menemukan perempuan yang dapat menarik hatinya— jika ada pun, umur perempuan itu sangat terpaut jauh dari umurnya sekarang.

Tanpa perlu menyebutkan namanya pasti kalian tahu siapa perempuan itu 'kan?

Asahi memejamkan matanya. Sungguh, dari hati yang paling dalam ada rasa ingin memiliki Windy seutuhnya. Ia hanya menginginkan perempuan itu tidak yang lain. Tapi ketika melihat usia mereka yang sepertinya cocok untuk dianggap sebagai om dan keponakan membuat Asahi bimbang. Jika memaksa ingin memiliki Windy pun, ia rasa ia sudah terlihat seperti pedofilia.

Lelaki itu membuka matanya dan terkekeh geli. "Kenapa bisa gue suka sama bocah?"

Asahi mengambil satu polaroid yang tersimpan apik di dalam laci kerjanya, itu adalah foto Windy yang ia ambil ketika mereka berada di rumah Mashiho. Lelaki itu tersenyum sambil mengusap foto Windy yang sedang tersenyum cerah. "Maaf, karena udah jatuh hati sama kamu. Om janji, om bakal hapus semua perasaan yang om simpan buat kamu."

Lantas ia langsung merobek polaroid tersebut lalu membuangnya pada tempat sampah. Sebenarnya ia merasa berat hati melakukan hal itu tetapi ini adalah cara yang terbaik menurutnya.

Asahi terdiam sebentar sebelum kembali berbicara dengan suara yang pelan. "Gue gagal, gue gagal dalam memperjuangkan cinta gue sendiri. Gue nyerah."

"Dan gue juga sadar diri.. lagian perempuan mana yang mau nerima perjaka tua macam gue begini?"

——

Jika Asahi sedang galau di kantornya berbeda dengan Haruto yang kini sedang mengajak anaknya bermain. Kedua laki-laki yang berbeda umur itu berada di dalam kamar, sementara Wonyoung sedang mengambil buah-buahan di dapur.

Haruto memajukan mobil-mobilan dengan ia yang terus mengeluarkan suara seperti mobil. Hiro tertawa mendengar suara aneh yang keluar dari mulut papa nya, bahkan ia tidak tahu bahwa air yang terus berjatuhan mengenai tangannya itu adalah air liur milik Haruto. Haruto sendiripun bahkan tidak tahu kalau air liurnya jatuh mengenai tangan sang anak, lelaki itu masih fokus pada mobil-mobilan milik anaknya.

"Brum brum brummmm!!!"

Hiro tertawa lagi sambil bertepuk tangan membuat Haruto tersenyum senang melihat respon dari Hiro. Haruto menoleh ketika pintu kamar terbuka, menampilkan Wonyoung yang membawa sepiring buah naga untuk mereka santap.

Setelah menutup pintu kamar, Wonyoung berjalan menghampiri suami dan anaknya yang duduk dibawah beralaskan karpet beludru lantas menduduki dirinya di samping Haruto. Wonyoung mengambil satu potong buah naga menggunakan garpu lalu ia arahkan ke suaminya. Haruto yang peka pun langsung menerima suapan dari istrinya.

"Manis gak?"

"Manis. Tapi masih manisan kamu."

Wonyoung mendelik. "Gak usah gombal, udah malem."

"Loh jadi kalo pagi, siang sama sore boleh?"

"Terserah kamu."

"Gimana sih kamu."

Wonyoung mengangkat bahunya lalu ia juga menyuapi sang anak dengan buah yang sudah ia haluskan tadi. Perempuan itu tersenyum menatap Hiro yang mau menerima suapan buah darinya. Haruto pun ikut tersenyum. Ia mengambil tissue yang berada di atas kasurnya lalu mengelap bibir Hiro yang terdapat noda dari buah naga.

Kulawarga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang