3.2 Kulawarga

111 13 5
                                    

"Omong-omong, gimana lu ama om Asa?"

Satu hari setelah pulang dari liburan, Julia dan Windy kembali bertemu— hanya berdua saja, karena anak laki-laki yang kemarin ikut berlibur masih istirahat di rumah. Tidak ada alasan khusus sih, cuman ingin bermain berdua sambil menikmati makanan— seblak, yang mereka beli di komplek sebelah.

Windy sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Kalau di tanya mengenai hubungannya dengan Asahi, Windy rasa pun tidak ada yang spesial dan tidak menganggapnya lebih. Windy menganggap Asahi hanya sebagai teman dari ayahnya, kurang lebih seperti itu.

Perempuan cantik itu lebih dulu menelan makanannya sebelum berkata. "Gak gimana-gimana. Emang menurut lu gimana?"

"Gue kira bakal jadian gitu," jawab Julia sambil menyengir. Perempuan dengan rambut yang di cepol mengambil es plastiknya dan lantas meminum hingga tersisa sedikit lagi. "Tapi kata lu, kalian berdua sering chatingan 'kan? Sekarang juga masih?"

Windy mengangguk. Ia menaruh sendoknya ketika merasa rambutnya tidak rapi. Sebelum menjawab ia merapikan rambutnya terlebih dahulu, mencepolnya seperti ekor kuda menggunakan karet gelang yang ia dapatkan dari es plastik yang mereka beli.

"Udah enggak. Kayaknya gue di blokir deh."

Julia terbatuk-batuk mendengar itu. Karena es nya yang tersisa sedikit lagi dan tenggorokan yang terasa panas akibat tersedak kuah seblak membuat Julia langsung mengambil es milik Windy dan meminumnya sampai habis. Melihat es miliknya habis tak tersisa, Windy lantas melotot tak terima.

"Asli lu nyebelin!"

"Lagian lu ngagetin aja anjir, lah gue langsung kesedek gini." kata Julia memberikan pembelaan pada dirinya sendiri. "Makanya kalo ngomong tuh filter dikit ngapa!"

"Lebay, gitu doang ampe kaget."

Julia melotot. "Heh asam lambung! Ya jelas gue kaget anjir, nih ya om Asa suka sama lu tuh udah bukan rahasia umum lagi. Terus waktu denger nomor lu di blokir sama dia, ya jelas gue kaget lah. Itu tuh berarti ada maksudnya."

"Apa maksudnya?"

"Itu antara om Asa udah nemuin yang lebih baik dari lu atau emang si om udah ilfil sama lu."

"Kurang ajar lu." keki Windy sambil menyentil pelan dahi temannya. "Tapi gue bersyukur sih kalo itu terjadi. Mau gimana pun gue gak ada rasa sama om Asa.."

"Hmmm.."

"Daripada dia nungguin yang gak pasti karena gue, lebih baik dia nyari cewek lain di luaran sana."

Julia mengangguk-angguk. Perasaan cinta memang tidak bisa di paksakan sih. Apalagi dari segi umur mereka berdua itu terpaut jauh, takutnya Windy diburu-buru kawin sama Asahi kalau memang mereka berdua beneran punya hubungan spesial.

"Tapi lu pernah gak sih langsung nolak dia gitu? Secara lu kan udah tau kalo si om suka sama lu."

Windy menggeleng. "Belum. Tadinya kalo misal emang masih ngejar-ngejar gue, bakal gue tolak sih. Tapi sekarang kayaknya dia emang udah capek.."

"Yaudah sih kalo gitu, moga aja om Asa ketemu sama pujaan hatinya."

"Iya, semoga."

Disaat mereka sedang asyik-asyiknya mengobrol dan menikmati seblak yang rasanya tiada tanding itu, tiba-tiba dikagetkan dengan kedatangan Seno. Lelaki itu datang seorang diri sambil menenteng plastik yang entah isinya apa.

"Hai cantik, kalian lagi makan apa itu?"

Mendengar gombalan yang keluar dari bibir Seno tak membuat mereka baper, yang ada malah muak dan geli. Karena tak hari ini saja mereka mendengar hal itu, pas liburan pun mereka sering mendapatkan panggilan receh yang membuat mereka berdua enek.

Kulawarga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang