3.1 Kulawarga

123 17 5
                                    

Mashiho mendudukkan dirinya di kursi panjang yang ada di teras rumah, lalu ia menyimpan alat semir sepatu yang dibawanya di samping ia duduk. Tadi ketika ia masih berada di kantor, ia gagal fokus kepada sepatu yang dipakainya— karena sepatu yang ia pakai itu warnanya sudah terlihat tidak bagus, jadi sekarang selepas pulang dari kantor, Mashiho berinisiatif untuk menyemir sepatunya agar terlihat bagus kembali.

Pria dengan anak satu itu mulai fokus untuk menyemir sepatu, tangannya membuka tutup tempat semir dan langsung menyemir sepatu menggunakan sikat. Ia memulai menyemir dari sepatu yang bagian kanan terlebih dahulu, menyikatnya dengan pelan dan telaten agar tidak terlihat acak-acakan.

Di saat ia yang sedang fokus menyemir sepatu ini, tiba-tiba seorang perempuan datang ke rumahnya. Sosok perempuan itu mengenakan kemeja bergaris warna biru, celana hitam dan rambut yang di cepol menyisakan anak rambut yang terkesan manis jika dilihat. Melihat kedatangan perempuan itu, Mashiho langsung menunda kegiatannya lantas ia berjalan kearah gerbang rumah dan membukanya dengan perlahan.

"Maaf, ada perlu apa?"

Sosok perempuan itu tersenyum. "Maaf sebelumnya, saya mau tanya sesuatu. Apa mas nya tau rumah Asahi itu di sebelah mana?"

Mashiho terdiam sebentar, jika dilihat dari wajah perempuan itu ia merasa asing. Kalaupun sanak saudara dari Asahi pun rasanya tidak mungkin— karena bahwasanya ia kenal semua dengan saudara-saudara dari Asahi.

Karena tak mendapat jawaban, perempuan itu seketika melambaikan tangan ke depan wajah Mashiho yang membuat si empunya terkesiap. Pria itu tersenyum canggung lalu menunjuk rumah yang bercat warna biru berdampingan dengan rumah keluarga Yedam.

"Yang itu mbak."

Perempuan itu ikut menoleh kearah yang ditunjuk oleh Mashiho, setelahnya ia kembali menatap Mashiho dan mengangguk sembari tersenyum. "Terimakasih banyak. Kalo begitu saya permisi dulu."

Mashiho mengangguk dan mempersilahkan perempuan itu untuk pergi ke rumah Asahi. Matanya masih menatap kepergian perempuan tadi dengan tatapan penasaran, kepalanya pun langsung di penuhi berbagai pertanyaan. Tadinya ia ingin bertanya maksud tujuan perempuan itu bertemu dengan Asahi untuk apa— namun tak jadi karena ia merasa malu dan canggung.

Karena tak ingin berlama-lama diluar, Mashiho pun kembali masuk ke dalam rumah setelah menutup gerbangnya. Ia melanjutkan lagi menyemir sepatu yang sempat tertunda tadi. Walaupun ia di fokuskan kembali ke kegiatan awal, tak menutup kemungkinan bahwa di dalam benaknya masih muncul pertanyaan-pertanyaan perihal perempuan tadi.

Kenapa ia jadi penasaran sekali sih tentang hubungan mereka?

"Ah nanti dah gue tanya langsung ke anaknya," gumam Mashiho sambil menyemir sepatu bagian kirinya. Ia berniat untuk bertanya langsung kepada Asahi ketika bertemu.

Sementara itu di rumah Asahi, perempuan yang sempat bertanya tentang rumah Asahi tadi— kini sudah duduk manis di ruang tamu di temani dengan suara-suara dari siaran televisi. Sedangkan Asahi sedang berada di dapur menyiapkan beberapa cemilan untuk disuguhkan kepada tamunya yang tak diundang. Perempuan itu tak lain dan tak bukan adalah Jiyeon. Sesekali Asahi menggerutu dalam hati, mendengar jawaban dari Jiyeon kenapa bisa perempuan itu datang ke rumahnya membuat Asahi sebal, karena apa? Ini semua karena suruhan dari orangtuanya, Jiyeon datang ke rumahnya seorang diri bahkan ia rela untuk naik taksi kesini tanpa diantar oleh supir seperti biasanya.

Asahi jadi merasa sebal kepada orangtuanya, kenapa mereka mengizinkan seorang perempuan datang ke rumah lelaki seorang diri? Asahi ini udah jomblo akut, ia takut malah khilaf kalau berduaan seperti ini, mana tidak ada maid yang menemani mereka di rumah.

Lelaki itu menghela nafas sejenak sebelum berjalan menghampiri Jiyeon sambil membawa beberapa cemilan dan minuman. Hari ini kalau boleh jujur, Jiyeon terlihat cantik dan manis di matanya. Membuat Asahi sedikit kesemsem.

Setelah sampai di ruang tamu, Asahi langsung menaruh semua suguhannya di meja lantas ia duduk di sofa single sementara untuk Jiyeon duduk di sofa panjang. Asahi sengaja memberi jarak seperti itu, ia masih merasa canggung berdekatan dengan Jiyeon.

Omong-omong pintu rumah Asahi dibiarkan terbuka lebar, Asahi yang melakukan hal itu— Jiyeon pun merasa tak keberatan, bahkan ia malah merasa canggung juga seperti hal nya yang dirasakan oleh Asahi. Berduaan di rumah seperti ini membuat Jiyeon tak nyaman. Kalau dipikir kenapa pula ia mengiyakan ucapan dari orang tua Asahi ya? Kenapa ia tak menolaknya.

"Di minum kak," Asahi yang pertama membuka percakapan. Jiyeon yang semula berpura-pura fokus menonton televisi seketika menoleh ke Asahi lalu tersenyum manis. "Makasih. Tapi omong-omong bisa gak kamu jangan panggil aku kak? Gap umur kita gak beda jauh kok."

Asahi tersenyum malu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku harus manggil kamu apa?"

"Jiyeon. Panggil nama aku aja, gapapa."

"Yaudah ... Jiyeon."

Jiyeon tersenyum menatap tingkah laku dari Asahi. Jika boleh ia deskripsikan tentang lelaki itu memiliki paras yang tampan, tingkah lakunya pun ia rasa lucu apalagi melihat raut wajahnya yang malu-malu seperti tadi, hanya saja sifatnya yang terlalu tertutup dan introvert itu membuat Jiyeon merasa susah untuk mendekati Asahi.

"Di rumah kamu ngga ada maid?" tanya Jiyeon sambil melihat sekeliling rumah Asahi.

"Ada. Tapi jam segini udah pulang sih."

Jiyeon mengangguk-angguk, kemudian ia mengambil minum dan menegak nya sampai sisa setengah. Lantas menaruhnya kembali ke meja. Suasana kembali canggung setelah Asahi melontarkan jawaban tadi, seperti ini lah jika ia berduaan dengan Asahi. Tidak ada percakapan apa-apa lagi. Biasanya ia yang mengangkat obrolan setiap kali ia berduaan dengan Asahi tetapi hari ini ia merasa tidak ada yang perlu diobrolkan.

"Kamu... mau keluar gak?" tanya Asahi tiba-tiba di tengah keheningan.

Jiyeon langsung menoleh. "Keluar kemana?"

"Jalan-jalan. Aku liat kamu kayak gak nyaman disini."

"Maaf," balas Jiyeon, ia jadi merasa tak enak hati mendengar perkataan itu. "Emangnya kamu gapapa kalo kita keluar? Nggak ngerasa capek?"

Asahi menggeleng dan tersenyum tipis. "Gapapa. Kita jalan-jalan aja ya? Sekalian kita makan diluar."

"Boleh."

"Tunggu disini sebentar, aku mau ganti baju dulu." Asahi berdiri dari duduknya, sebelum ia melangkahkan kaki menuju ke kamar. Ia menyempatkan diri untuk mengucapkan satu hal kepada Jiyeon. "Kalo kamu ngerasa keberatan datang kesini, bilang langsung ke mama sama papa aku. Kamu tolak aja gapapa, kita bisa ketemu diluar. Nanti kalo kamu gak ada yang anter buat ketemuan, biar aku yang jemput kamu di rumah."

Itu adalah kalimat terpanjang yang Asahi ucapkan ketika berduaan dengannya. Jiyeon terpaku sejenak mendengar hal itu, ia menatap Asahi yang kini terdiam gugup setelah menyelesaikan kalimat panjang tadi. Perempuan cantik itu tertawa kecil setelahnya, bukan karena merasa lucu karena perkataan dari Asahi melainkan melihat raut wajah lelaki itu yang terlihat lucu di matanya. Raut gugup itu seperti hiburan baginya.

"Iya, Sahi." balas Jiyeon sambil tersenyum manis.

Melihat senyuman Jiyeon yang manis membuat jantung Asahi berdebar. Sungguh, senyuman itu membuat Asahi seperti kena diabetes saking manisnya. Oke, ini terlalu lebay.

"Jiyeon," panggil Asahi lagi sebelum ia berjalan menuju ke kamarnya. "Boleh gak aku kenal kamu lebih deket?"

——

ketika gwe lagi ngelamun tiba-tiba pikiran konyol masuk ke dalam kepala gwe, yaitu ingin merasakan hidup di dunia kartun 😄✨ salah satunya pengen masuk ke dunianya upin dan ipin, pengen caper ke abang iz 😜☝🏼

Kulawarga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang