Prolog

3K 141 6
                                    

Enam belas tahun. Itu adalah lilin yang tengah menyala di atas kue tart yang kini berada di tangan Raden.

Sore itu sekolah sudah cukup sepi. Hanya ada siswa-siswi yang ikut kegiatan eskul. Citra menjadi salah satu dari siswa-siswi yang mengikuti eskul. Gadis bersurai hitam pendek itu masih mengenakan seragam biru putihnya. Ia berdiri di dalam ruang OSIS. Di mana para anggota OSIS yang dipelopori oleh pacarnya tengah bertepuk tangan sembari menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun.

Rekahan senyum tak mampu ditahan oleh Citra. Netra cokelatnya pun berbinar bahagia sekaligus terharu karena tak menyangka akan mendapat kejutan dari orang-orang terdekatnya. Terutama dari sang pacar, Raden Bagaskara. Ketua OSIS yang sebentar lagi akan demisioner karena mereka yang sudah menginjak kelas 9.

"Tiup lilinnya! Tiup lilinnya! Tiup lilinnya sekarang juga ... sekarang juga ... sekarang jugaaaaa!" Nyanyian mereka terdengar ceria dan begitu kompak.

Begitu lagu selesai, Citra lekas menundukkan wajah berniat meniup lilin. Namun, Gina --sahabat Citra-- menghentikannya.

"Make a wish dulu, dong!" seru Gina yang langsung disahuti oleh para anak OSIS.

"Make a wish, Cit," pinta Raden. Seperti biasa, cowok berlesung pipi itu meminta dengan nada dan raut wajah kalem nan adem.

"Oke," setuju Citra.

Gadis itu lantas memejamkan mata sembari menyatukan dua tangan. Ia merapalkan do'a di dalam hatinya. Berharap Tuhan akan mendengar dan mengabulkannya.

Tuhan, semoga ulang tahun selanjutnya aku masih bisa rayain bareng Raden. Pinta Citra dalam hatinya.

Usai mengutarakan harapannya secara diam-diam, Citra pun kembali membuka mata. Senyum dan tatapan teduh dari Raden menjadi hal pertama yang menyambutnya.

"Sekarang udah boleh tiup lilinnya, kan?" tanya Citra setengah berkelakar.

"Sok atuh! Tiup sekarang biar kita bisa cepat-cepat makan kuenya," sahut Ghofar, anggota OSIS yang memang dikenal rakus kalau soal makanan.

Tak menunggu lama lagi Citra pun meniup lilin di atas kue ulang tahunnya. Api seketika padam tersisa lilin angka 16 yang masih menancap di atas kue.

"Sini-sini! Gue potongin kuenya," usul Ghofar.

Tangan cowok gempal itu sudah terulur dan nyaris mencapai kue yang masih dipegang oleh Raden. Namun, Raden lebih dulu menghentikan gerak tangan Ghofar dengan lirikan tajamnya.

Nyali Ghofar langsung menciut. Diiringi gerutuan yang samar-samar masih dapat didengar oleh yang lain, cowok itu menjauh dari Raden dan Citra.

"Sebelum potong kue, gue mau bilang sesuatu sama lo, Cit," ujar Raden.

"Ya? Kenapa, Den?" Citra bertanya diiringi rasa penasaran. Diam-diam gadis itu juga sedikit heran karena gaya bicara Raden yang tiba-tiba berubah.

Raden memegang kue dengan tangan kanan. Sementara tangan kirinya sedikit terangkat guna memeriksa arloji yang melingkar di sana.

"Sekarang jam 3 sore lebih 20 menit," kata Raden tanpa mengalihkan fokusnya dari arlojinya.

Detik selanjutnya, cowok itu menatap mata cokelat Citra. Ekspresinya datar dan dingin.

"Mulai detik dan jam ini kita putus. Lo bukan pacar gue lagi!" tegas Raden. Tak ada riak emosi apapun dalam nada bicaranya.

"H-hah?" bingung Citra.

Raden sedang nge-prank dirinya, kah? Kalau enggak, kenapa tiba-tiba bilang putus? Padahal, kemarin hingga hari ini mereka baik-baik aja.

"Kita putus, Cit. Selama ini gue pacarin lo cuma karena taruhan," imbuh Raden.

"Hah? Kamu bercanda, kan?" heran Citra.

"Gue serius!" tegas Raden.

Belum sempat Citra menunjukkan reaksi lebih tiba-tiba saja kue di tangan Raden sudah mendarat di atas kepala Citra. Dapat Citra rasakan tekanan kuat dari tangan Raden yang membuat bentuk kue itu hancur karena bertemu kepala Citra.

Seluruh mata yang ada di sana kompak memekik kaget pada apa yang Raden lakukan. Raden yang selama ini dikenal bucin akut dengan Citra sekarang malah memutuskan gadis itu sekaligus mempermalukannya.

"Thanks buat hal-hal receh yang selama ini lo lakuin buat gue. Ingat! Mulai hari ini kita putus. Jangan ganggu gue lagi," ucap Raden, kemudian meninggalkan ruang OSIS serta seluruh manusia di dalamnya.

Sayangnya, Citra tak bisa diam begitu saja. Ia merasa butuh penjelasan lebih atas tindakan Raden. Sehingga kini gadis itu mengejar Raden. Tak peduli meskipun penampilannya sangat tak layak. Kepalanya dipenuhi krim dari kue ulang tahunnya sementara wajahnya mulai dibasahi air mata yang jatuh begitu saja.

"Raden, tunggu!" seru Citra. Kedua kakinya terus berlari melewati koridor.

"Raden!" Sekali lagi, Citra memanggil sang pacar atau mungkin mantan pacar?

Setelah usaha yang cukup getol, akhirnya Citra berhasil menggapai tangan Raden. Sontak saja Raden menghentikan langkahnya. Malas-malasan cowok itu menatap Citra.

"Den, kamu nggak serius, kan? Kamu cuma lagi bercanda, kan? Kamu cuma mau nge-prank aku, ya, kan?" serbu Citra.

Secercah harapan melintas di mata Citra kala melihat Raden tersenyum padanya. Namun, detik berikutnya harapan itu dipaksa musnah oleh sikap Raden yang dengan kasar menghempaskan tangan Citra.

"Gue serius. Kita putus. Masih kurang jelas? Selama ini gue cuma jadiin Lo sebagai bahan taruhan sama teman-teman gue," terang Raden.

"Nggak. Kamu pasti bohong. Nggak mungkin kamu sejahat itu. Raden yang aku kenal adalah cowok baik-baik bukan--"

Kata-kata Citra terhenti oleh tawa yang keluar dari bibir Raden. Tawa yang terdengar meremehkan Citra Maharani.

Raden mengusap ujung matanya yang berair karena tertawa cukup lama. Cowok itu lantas kembali menatap Citra sambil sesekali menggelengkan wajah.

"Citra, Citra ... gue nggak nyangka ternyata lo sebego ini. Bisa-bisanya lo percaya kalo selama ini gue beneran suka sama lo? Cit, lo coba ngaca, deh. Di rumah lo nggak ada kaca, ya? Emang, sih, kata cowok-cowok di sekolah ini, lo cantik. Sayangnya, di mata gue lo nggak secantik itu sampai bisa bikin gue jatuh cinta. Yang ada ...." Raden memberi jeda ucapannya, kemudian mengubah ekspresinya menjadi datar dan dingin hanya dalam hitungan detik. " ... selama kita pacaran ... gue malah ilfill sama lo. Lo yang manja dan cuma bisa nyusahin gue. Kalo bukan karena taruhan sama teman-teman gue, nggak sudi gue lama-lama sama lo."

Kembali rekahan senyum menghias bibir Raden setelah berhasil menghina dan mengikis habis rasa percaya diri seorang Citra Maharani.

Pelan, Raden menepuk bahu kanan Citra beberapa kali kemudian berkata, "Gue pulang dulu, ya. Mulai hari ini lo harus terbiasa pulang tanpa gue. Semangat move on-nya."

Di tengah koridor yang sepi Citra ditinggalkan seorang diri. Cowok yang selama ini berhasil mewarnai hari-harinya pergi begitu saja setelah berhasil menggores luka di hatinya. Tak hanya luka batin, Raden bahkan mempermalukan dirinya di depan teman-teman mereka.

Citra tidak tahu harus apa dan bagaimana. Dia sudah terlanjur memberikan seluruh hatinya untuk Raden. Namun, ternyata selama ini cowok itu hanya bersandiwara belaka.

Hatinya hancur berkeping-keping. Tak akan bisa utuh lagi. Tak akan sama lagi. Dunianya sepenuhnya runtuh. Hari-harinya berubah kelabu. Semua orang di sekolahnya kini mengenalnya sebagai gadis yang hanya menjadi objek taruhan oleh Raden dan teman-temannya. Kapanpun dan dimanapun dirinya pasti akan jadi topik panas gosip para adik kelas maupun kakak kelas.

Tahun itu sungguh menjadi tahun terberat bagi Citra. Sekaligus tahun menyakitkan yang sepenuhnya merenggut kebahagiaannya.



***

Halooo, guysss!
Apa kabar? Masih ingat sama aku nggak, ya? Yaaa, ini aku pemilik akun Wattpad cokeltmatcha, si penulis Possesive Playboy (Naresh-Kara). Yesss! Aku kambeeek bawa cerita baru. Judulnya Balikan,Yuk! Hehehe.
Semoga bisa menghibur dan nyantol di hati kalian, ya.
Salam zeyeeeeng💓💓💓

SERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang