24. Jangan Datang Lagi

226 38 6
                                    

"Nau, temen lo jatuh di tangga!" Seorang cewek menghampiri Naura dengan tergesa-gesa.

"Hah? Maksud lo Citra?" pekik Naura.

"Citra ...," gumam Raden.

Tak menunggu lama, cowok itu bergegas menuju lokasi yang disebutkan siswi tadi. Raden bahkan tidak mempedulikan Naura yang berteriak memanggilnya. Saat ini yang ada di pikirannya hanya Citra seorang.

Saat nyaris tiba di tangga, Raden melihat beberapa siswa-siswi berkerumun. Mereka kompak memusatkan atensi ke arah bawah. Raden pun lekas membelah kerumunan dan sudah berniat menjejakki anak tangga. Namun, gerakannya seketika terhenti saat melihat sosok yang sejak tadi ia khawatirkan kini sudah bersama orang lain.

Raden tercenung di tempatnya. Netranya menatap Citra yang sudah berada di punggung Billy. Cewek itu kelihatan meringis menahan sakit sementara Billy memasang ekspresi cemas. Namun, mulutnya terus merapalkan kalimat demi kalimat untuk menenangkan Citra.

Billy lantas bergegas menuju lantai satu, di mana UKS berada. Lambat laun kerumunan siswa-siswi pun mulai berkurang. Sementara Raden masih tetap di posisinya. Ia berdiri diam bak patung tak bernyawa.

"Nah lho. Nyesel kan lo sekarang? Siapa suruh dulu hobi banget nyakitin Citra? Giliran sekarang ada cowok yang siap bahagiain Citra lo sok-sokan pasang muka galau. Sok-sokan merasa paling tersakiti, padahal jelas-jelas di sini lo antagonisnya," ujar Naura, menusuk tepat di hati Raden.

Benar. Di sini emang gue antagonisnya. Batin Raden.

***

"Kok bisa sampai jatuh sih, Cit?"

"Ya, namanya juga apes, Bil."

"Bukan apes, tapi lo-nya aja yang nggak hati-hati."

"Ck! Lo ngomel mulai dari tadi. Kaki gue tambah sakit nih dengar omelan lo."

Billy langsung mengatupkan bibirnya usai mendapat semprotan dari Citra. Ia lantas kembali fokus memijat pergelangan kaki Citra yang tampak agak bengkak.

"Lo yakin nggak mau ke rumah sakit aja?" tanya Billy tanpa mengalihkan fokusnya dari pergelangan kaki Citra.

"Nggak usah. Keselo doang. Nanti juga sembuh abis dikasih minyak urut," tolak Citra.

Sesekali cewek itu mendesis menahan sakit saat pijatan tangan Billy terlalu kuat.

"Lo kenapa bisa jatuh, sih? Mikirin apa? Ini bukan lo banget, Cit," gumam Billy. Rupanya cowok itu masih tak percaya akan hal yang baru saja menimpa rekan seperjuangannya ini.

Citra tidak langsung menjawab. Kini, ia malah sibuk melamun, memikirkan kembali apa yang menjadi penyebab dirinya bisa sampai jatuh berguling-guling di tangga. Tadi sesaat setelah meninggalkan Raden tiba-tiba saja kepalanya pusing. Matanya juga berkunang-kunang dan sulit berfokus. Kondisi itu membuatnya kesulitan membedakan mana tangga yang nyata dan mana yang hanya ilusi saja sehingga akhirnya Citra malah jatuh.

"Lo kecapekan, ya? Semalam tidur jam berapa, sih?" selidik Billy.

Cewek itu meringis pelan, menyadari apa yang membuatnya bisa sampai pusing dan berkunang-kunang. "Jam 3," cicit Citra.

"Tuh, kan!" sembur Billy.

"Lo, tuh! Bebal banget kalau dibilangin! Gue kan udah bilang, belajar boleh tapi jangan sampai lalai sama kesehatan lo sendiri. Gue tau tes masuk kedokteran tinggal seminggu lagi, tapi bukan berarti lo bisa ngeforsir diri lo sampai segininya, Cit. Emang lo mau begitu nanti lo dapat pengumuman diterima kedokteran besoknya lo mati gara-gara kurang tidur, kurang istirahat?" cerocos Billy persis mulut emak-emak tukang gosip.

SERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang