9. Yang Tidak Bisa Kembali

1K 100 13
                                    

Begitu melihat Citra jatuh pingsan Rayan dan anak basket yang lain langsung berlari menghampiri gadis itu. Rayan langsung membawa kepala Citra ke pangkuannya dan menepuk-nepuk pipi Citra.

"Cit? Citra, bangun! Citra?" panggil Rayan panik.

Cowok itu semakin panik ketika menyadari suhu tubuh Citra sangat panas. Wajahnya juga tampak begitu pucat. Kemungkinan besar gadis itu sedang sakit dan akhirnya pingsan gara-gara ulah konyol Raden.

Mengingat apa yang Raden lakukan, Rayan pun kesal. Ia langsung menoleh ke arah Raden yang masih berada di tengah lapangan.

"Woi! Tanggung jawab lo!" teriak Rayan penuh rasa kesal.

Tak ada tanda-tanda Raden bergerak setelah mendapat bentakan murka dari kapten timnya. Pikiran cowok itu seolah-olah sedang berada di dunia lain. Berkelana jauh entah kemana hingga kemarahan Rayan tak memberi efek apapun padanya.

"Ada apa ini?"

Seseorang bertanya seraya menyeruak masuk ke dalam kerumunan. Altan si ketua OSIS yang memberi tugas pada Citra untuk membawa berkas proposal ke ruang OSIS, kini terlihat syok melihat anggotanya pingsan dan dikerumuni anak-anak basket.

"Citra?" panggil Altan.

Cowok itu langsung bergerak cepat, membawa Citra ke dalam gendongannya tanpa peduli pada kerumunan di sekitarnya. Ia kemudian berlari menuju mobil. Setelah menidurkan Citra di kursi belakang, Altan bergegas melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

Panik dan khawatir tergambar jelas di wajah Altan. Apalagi saat ingat betapa panas suhu tubuh temannya itu.

"Maafin gue, Cit," sesal Altan.

Tiba-tiba saja Altan mengingat perdebatannya dengan Naura tempo hari. Ia merasa bersalah karena sempat berpikir mungkin saja gosip yang beredar tentang Citra memang benar adanya. Altan sempat mengira bahwa mungkin memang benar Citra berselingkuh saat masih pacaran dengan Raden. Ia berpikir demikian karena berkaca pada sikap Raden yang tampak sangat membenci gadis itu. Cara Raden memperlakukan Citra benar-benar menjelaskan bahwa cowok itu punya alasan kuat atas tindakannya itu sehingga Altan berakhir berpikir demikian.

"Gue benar-benar teman yang nggak tau diri! Selama ini lo selalu bantu gue, tapi gue malah ...." Altan tak sanggup melanjutkan ucapannya.

Ia hanya bisa mendesah kesal, mengutuk diri sendiri dalam hati.

Tak lama, mobil Baleno warna merah itu tiba di rumah sakit. Setelah memarkirkan mobilnya, Altan lekas menggendong Citra memasuki UGD.
Tim medis pun langsung menangani Citra sementara Altan menunggu di luar bersama rasa khawatirnya yang kian memuncak.

Sekarang ia bingung harus memberitahu siapa perihal kondisi Citra yang kini masih berada di UGD. Orang tua Citra? Altan sama sekali tak mengenalnya. Dan, sekarang Altan baru sadar bahwa ia tak tahu apa-apa tentang Citra. Altan tidak tahu di mana Citra tinggal dan siapa orang tua Citra. Altan juga tidak tahu seperti apa keluarga Citra. Sementara Citra nyaris tahu semua hal tentangnya. Sangat miris, bukan?

"Naura!" celetuk Altan.

Bergegas ia meraih ponsel dalam saku celana seragamnya. Ia kemudian mencoba mendial nomor dari gadis yang sudah sejak lama ia sukai itu. Berharap Naura akan mengangkat telepon darinya meskipun kemarin mereka sempat terlibat perselisihan.

Butuh 3 kali percobaan hingga akhirnya Altan dapat mendengar suara Naura.

"Apaan, sih? Lo ganggu tau nggak?" sungut Naura.

Altan menghela napas lega meskipun telinganya disambut oleh nada tak enak dari Naura.

"Ra, lo bisa ke rumah sakit sekarang, nggak?" tanya Altan.

SERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang