10. Aku Mau

4.2K 438 162
                                    

Sebelum scroll, baca ini dulu yuk sebentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum scroll, baca ini dulu yuk sebentar.

"Allahumma najji ikhwananal mu'mininal mustadhafina fi Falisthin wa fi kulli makan."

Ya Allah, selamatkanlah saudara-saudara kami kaum mukminin yang tertindas di Palestina dan di setiap tempat.

Terima kasih, selain itu, aku mau ingatkan untuk jangan berhenti berbicara tentang Palestina. Bantu mereka dengan apa pun semampu yang kita bisa, walaupun hanya dengan doa.

Happy Reading.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
🏍🏍🏍

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

Husna sampai di rumah Ibunya sekitar pukul sepuluh siang, tidak terlalu jauh dari pondok, tapi tadi Husna singgah ke beberapa tempat, setengah enggan untuk pulang. Dia melihat rumah itu sepi, Husna membuka pagar dan tersenyum, ternyata adiknya sedang bermain di teras rumah.

"Mba Husna!"

Husna langsung memeluknya, anak berusia lima tahun ini adalah adik tiri Husna, anak yang dibawa Ayah tirinya.

"Ibu ada?" tanya Husna.
"Ibu kerja."
"Om Arya?"
"Ayah tidur."

Husna mengangguk, duduk di kursi teras sambil memangku Tita. Husna tidak pernah memanggil Ayah tirinya dengan sebutan Ayah, karena Husna rasa laki-laki itu tidak pantas disebut Ayah.

"Tita udah makan? Atau puasa?"
"Ita makan itu," Tita menunjuk bungkusan permen. Husna menghela napas, menggendong Tita masuk dan langsung ke dapur.

Tidak ada makanan, nasi juga sepertinya sisa kemarin. Husna bingung dengan dua orang dewasa yang tinggal di rumah ini, jika tidak mau saling mengurus kenapa menikah, pikirnya. Husna berjalan ke warung , membeli telur dan bumbu masak. Dia akan membuat nasi goreng untuk adiknya.

"Eh ada Husna," sapa Arya sambil menyentuh lengannya. Husna dengan cepat menghindar.

"Katanya kamu nikah ya?" tanya Arya sambil mencomot nasi milik Tita. Husna tetap diam dan tidak menjawab.

"Kecil-kecil udah pintar menggoda. Kaya Ibu kamu," ucapnya lagi sambil terkekeh.

Husna langsung melengos dan masuk ke kamarnya, tidak lupa Husna juga mengunci kamarnya. Dia akan menunggu sampai Ibunya pulang bekerja lalu pamit dan kembali ke pondok. Husna melihat isi kamarnya yang sudah seperti gudang, menghela napas lalu mengambil ransel di dalam lemari dan mengemasi barang yang masih bisa dia bawa.

Untuk saat ini, Husna sudah memutuskan untuk hidup bersama Husain, bagaimana akhirnya, Husna tidak peduli, yang penting adalah Husna bertahan sampai setidaknya dia lulus dan mendapat pekerjaan. Karena Husna pikir, apa yang Husain rasakan untuknya hanya sementara, Husain memiliki banyak pilihan. Dan Husna tidak bisa bergantung kepada Husain selamanya.

Harsa HusnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang