P.25

767 63 6
                                    

[Christy POV]

Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kalinya aku mengedipkan kedua kelopak mataku ini. Semenjak kedua kakiku menapak di halaman yang seluas kebun raya ini, aku tak henti hentinya memandangi rumah yang berdiri dengan megah dan indah ini.

Aku rasa ini memang rumah asli kakakku. Tidak mungkin juga kakakku merangkai sebuah lelucon hanya untuk mengerjai diriku dan juga ayahku.

Oh iya. Kak Chika mengajakku dan juga ayah untuk tinggal di rumahnya. Kak Chika cerita kalau dia sering merasa kesepian di rumahnya yang besar ini. Menurutku ucapan itu tidak ada salahnya sih.

"Ayo masuk!"

Suara indah kakakku kembali menyapu indera pendengaranku. Membuyarkan lamunanku yang tengah asyik menghayal.

Aku merasakan langkahku yang sedikit cepat karena tangan kiriku yang ditarik oleh kak Chika.

"Wow," ujarku takjub melihat interior rumahnya. Lagi dan lagi aku ingin melontarkan pujian pada rumah ini. Selalu berhasil memanjakan mataku yang sederhana ini.

"Jangan bengong terus dong. Aku kayak ngomong sama patung tau!"

Aku sedikit panik dengan sentakan kakakku. Ternyata kak Chika sudah mengajak diriku berbicara dari tadi. Tapi aku abaikan karena fokus terhadap rumah ini.

"Ah iya kak, maaf." Aku mengusap tengkukku melihat tatapan kakakku yang kurang bersahabat.

Ayahku juga tidak banyak berkomentar. Beliau sama seperti diriku. Kedua bola matanya tak henti hentinya untuk menyapu sekitarnya.

"Yaudah, sini, kakak anterin ke kamarnya."

Akhirnya kami naik ke lantai dua. Ternyata pemandangannya menjadi semakin bagus jika di lihat dari atas sini.

Aku terus mengekor hingga sampai di depan pintu kamar. "Ayah?" Kak Chika membuka pintu tersebut. "Ini kamar buat ayah," ujarnya lagi dan mempersilahkan ayah untuk masuk.

Ruangannya cukup besar. Tentu lebih besar dari rumah sebelumnya. Kira kira sebesar ruang tamu rumah lama lah. "Makasi banyak ya Chika," kakak tersenyum dan mengangguk. "Anggap rumah sendiri ya, yah."

"Nghh,"

Aku sedikit tersentak kala kak Chika menarik tanganku untuk mengikuti dirinya. Kak Chika membuka pintu kamar dan mengajakku masuk. Terlihatlah banyak foto kak Chika yang terpajang rapi di dalam sana.

Jangan bilang kalau kak Chika mau tidur bareng sama aku? Kalau beneran, aku seperti tidur di surga saja.

"Christy, kamu tidur di sini ya," ujarnya. "Sama kakak."

Tuh kan bener!

Aku hanya menganggukkan kepalaku. Aku juga tidak memiliki alasan yang jelas jika menolak penawaran dari kak Chika.

Ternyata begini ya rasanya tinggal di rumah yang mewah ini. Pada saat aku sampai di sini, sudah ada beberapa pelayan yang mengambil alih barang barang ku. Jadi kamu masuk tanpa menggeret koper.

Lalu sekarang barang bawaannya sudah tertata rapi di dalam kamar. Aku yang terbiasa mandiri ini merasa sedikit keenakan jadinya.

Aku baru saja selesai membasuh wajahku. Sekarang aku sedang duduk di atas kasur sembari menunggu kak Chika yang berada di kamar mandi. Katanya, kak Chika mau mengajakku untuk tidur siang.

Jujur saja aku tidak biasa melakukan aktivitas tidur siang. Karena jam siangnya ku gunakan untuk membantu ayahku. Terkadang juga aku ada kegiatan tambahan di sekolah, seperti kemarin. Makanya aku pulang agak sore.

Aku menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Aura kak Chika semakin memancar di dalam mataku. Dan tersimpan rapi dalam ingatanku. Entah kenapa, kakakku yang satu ini amat sangat cantik. Bahkan di mata wanita sepertiku.

Rambut tergerai dengan bando di atas kepalanya. Baju dan celana yang terlihat kasual dan pastinya mahal. Semakin menapakkan kaki jenjangnya. Padahal kak Chika hanya membasuh muka saja, tapi kenapa aroma wanginya menyeruak ke dalam hidungku.

Kak Chika mulai memposisikan dirinya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku. Aku ikut merebahkan tubuh karena aku di tarik oleh kak Chika. Ia tersenyum sembari memelukku. Akupun ikut tersenyum dibuatnya.

"Sekarang tidur ya?" Aku mengangguk. Sepertinya suara kak Chika berisi obat tidur yang seketika membuatku mengantuk. Lalu aku memejamkan mataku.

[Christy POV end]


























"Aku yakin Gracia itu salah satu manusia terkuat yang di pilih oleh wanita itu untuk menjadi pelindung luarnya!" Oniel setuju dengan pendapat istrinya–Indah.

"Merakitnya menjadi petarung yang semakin tangguh! Sial!" Imbuh Oniel yang baru mengerti akan bahaya yang menanti keluarganya.

Ternyata wanita itu—Shani—sudah memikirkan rencana ini bertahun tahun lamanya. Dan naasnya, Oniel dan sekeluarga baru menyadarinya.

Di ruang keluarga ini bukan hanya ada Oniel dan Indah saja, tapi ada Olla dan juga Lulu. Flora tidak ikut karena berbeda rumah dengan mereka.

"Jadi kita harus cepet mi, pi. Pancing dia biar dia datang sendiri." Oniel mengangguk mengiyakan ucapan Olla.

"Oke, nanti kita susun rencananya. Pantau Flora terus agar dia tetap aman." Semuanya mengangguk dan kembali melakukan aktivitasnya masing masing.

Sedangkan di rumahnya Flora, di sana sudah ada Sumini yang sedang melakukan tugasnya dengan baik. Dengan Flora yang berada di atas sofa sambil memangku Snack yang ia beli bersama Freya tadi.

Freya juga ikut pulang ke rumahnya Flora. Sekarang Freya sedang berada di taman belakang bersama bi Sumini.

"Ini beneran mami?" tanya Freya saat berhadapan dengan Sumini. Freya melihat wajah mereka yang terlampau mirip. "Menurut kamu?"

Sumini kembali melakukan tugasnya. Tak menghiraukan tatapan aneh dari anaknya sendiri.

"Tapi kenapa mi? Maksud aku, ada apa?" Sumini menghela nafasnya kemudian memeriksa keadaan sekitar rumahnya.

Shani pun menjelaskan maksud dan tujuannya berada di rumah ini. Shani hanya ingin memantau pergerakan dari anak bungsu Oniel. Shani bahkan sudah menduga jika dalam waktu dekat akan ada penyerangan terhadap keluarganya.

Setelah mendengarkan cerita dari maminya, Freya menunduk lemas lalu berlalu begitu saja menuju ruang depan. Freya tidak menyangka bahwa keluarganya dan keluarga Flora memiliki hubungan yang kurang baik.

Freya mencoba menarik nafasnya untuk mengembalikan suasana hatinya. Di depan sana ada flora yang masih duduk anteng menonton televisinya.

Flora menoleh ketika ia merasakan pergerakan di sebelahnya. "Udah ke toiletnya?" Freya mengangguk dan merebahkan punggungnya di sandaran sofa.

"Kenapa? Kok kaya banyak pikiran gitu?" Flora memutar tubuhnya ada bisa melihat raut wajah Freya dengan lebih jelas. "Aku nggak apa apa. Cuma lagi banyak tugas aja."

Flora meletakkan bungkusannya di atas meja. "Beneran? Di bawa nggak tugasnya? Kita kerjain bareng bareng." Freya tersenyum mendengar ucapan dari Flora.

"Kebetulan aku nggak bawa, hehe. Gak apa, nanti bisa tanya temen."

Obrolan mereka pun kembali berlanjut. Sumini pun melanjutkan pekerjaannya sembari mengawasi dua anak tersebut.

"Kan nggak lucu ya kalau misalkan musuh jadi teman gara gara anak yang saling suka." Shani tersenyum kecut jika membayangkan hal itu benar benar terjadi dalam hidupnya.

MY PLEASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang