31

394 36 0
                                    

Jessi merasa kepanikan merayapi setiap serat dalam dirinya saat dia melihat Olla tergeletak lemah di hadapannya. Tadi, samar samar Jessi mendengar rintihan Olla.

Dengan instingnya, Jessi mengikuti arah suara tersebut. Melewati banyak semak belukar dan keadaan yang sepi.

Hingga Jessi menemukan tubuh seorang gadis yang tergeletak di tanah.

Wajah Jessi pucat dan napasnya terengah-engah dengan tidak teratur. Tanpa ragu, Jessi segera melangkah mendekati Olla, hatinya berdebar kencang dengan kekhawatiran yang memenuhi benaknya. Dia tahu bahwa setiap detik sangat berharga dalam situasi seperti ini.

Dengan gemetar, Jessi meraba-raba tubuh Olla, mencari tanda-tanda apa pun dari apa yang bisa menjadi penyebab kondisi kritisnya. Dia merasa detak jantungnya semakin cepat ketika dia menemukan bekas luka kecil di lengan Olla, yang tampaknya menjadi titik masuk racun yang meresap ke dalam tubuhnya.

Tubuh Jessi bergerak otomatis saat dia mencoba mengingat pelajaran pertolongan pertama yang dia pelajari bertahun-tahun yang lalu. Dia segera mengambil tindakan, menempatkan telapak tangannya di atas luka kecil tersebut, berharap bisa memperlambat penyebaran racun. Keringat dingin mulai menetes dari dahinya saat dia merasa kebingungan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Dengan pikiran yang terburu-buru, Jessi mengingat sebuah ramuan darurat yang pernah dia dengar, diyakini bisa membantu mengeluarkan racun dari tubuh. Tanpa ragu, dia meninggalkan Olla sebentar untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan.

Jessi meraba-raba semak belukar di sekitarnya, mencari setiap bahan yang bisa membantunya menyelamatkan Olla.

Setelah menemukan semua bahan yang diperlukan, Jessi segera kembali ke sisi Olla. Wajahnya tegang dengan fokus saat dia mulai menyiapkan ramuan, mencampurkan bahan-bahan dengan hati-hati sesuai dengan instruksi yang dia ingat. Tangannya gemetar, tetapi tekadnya tetap kuat. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menyerah, bahwa nyawa Olla sekarang sepenuhnya tergantung padanya.

"Olla, bertahanlah..." Tangan Jessi gemetar. Meracik ramuan tersebut.

Ketika ramuan selesai, Jessi dengan hati-hati memasukkan beberapa tetes ke dalam mulut Olla, berharap bisa mengurangi efek racun di dalam tubuhnya. Dia merasa jantungnya terasa berat saat dia menunggu dengan napas tertahan, berharap dan berdoa agar ramuan itu berhasil.

Jessi mengecup serta melumat bibir Olla. Dengan rasa yang masih begitu aneh. Karena bibir Olla juga terkena sedikit racun dari sapu tangan milik Freya. Jessi memperdalam ciumannya hingga ia memejamkan matanya. Menikmati bibir Olla yang mulai kenyal itu.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti abad, Jessi akhirnya melihat tanda-tanda kehidupan mulai kembali ke wajah Olla. Napasnya menjadi lebih teratur dan warna di wajahnya mulai kembali. Jessi merasakan lega yang tak terucapkan melanda dirinya, tetapi dia tahu bahwa perjuangannya masih belum berakhir.

Jessi memutuskan untuk membawa tubuh lemah Olla menuju tempat persembunyiannya. Mengingat ia sudah tak menampakkan diri lagi di dunia luar.

Dengan tekad yang membara, Jessi terus memberikan perawatan pada Olla, tidak pernah meninggalkannya sebentar pun. Dia tahu bahwa dia harus tetap waspada, bahwa efek racun bisa kembali kapan saja jika dia tidak berhati-hati.

Malam berlalu dengan lambat, tetapi setiap detiknya penuh dengan perjuangan dan ketegangan. Jessi tidak pernah lelah, terus mengerahkan segala tenaga dan kemampuannya untuk menjaga Olla tetap stabil. Setiap kali dia melihat tanda-tanda kehidupan kembali di wajah Olla, semangatnya semakin membara.

Dan akhirnya, setelah berjuang tanpa kenal lelah, Jessi melihat mata Olla terbuka perlahan. Sorot matanya yang lemah memandanginya dengan penuh syukur. Jessi merasakan kebahagiaan yang tak terhingga melanda hatinya, karena akhirnya, setelah semua perjuangan itu, dia berhasil menyelamatkan nyawa orang yang sangat dicintainya.

Jessi memeluk Olla erat-erat, air mata kebahagiaan mengalir tanpa henti dari matanya. Mereka berdua sama-sama melewati badai yang mengerikan itu.

Setelah beberapa saat yang penuh dengan pelukan erat dan kebahagiaan yang tak terucapkan, Olla mulai berbicara dengan suara lemah. "Jessi," desahnya, "Freya... Dia..."

Jessi menegangkan otot-ototnya saat mendengar nama itu. Freya. Dia tahu bahwa gadis itu memiliki dendam yang dalam padanya, tetapi dia tidak pernah membayangkan bahwa Freya akan melakukan sesuatu sekejam ini.

Namun, dia memilih untuk hanya mendengarkan, menahan diri untuk tidak menyela ucapan Olla. Dia tahu bahwa ini adalah saat untuk memberikan dukungan padanya, untuk membiarkannya meluapkan semua yang ada dalam pikirannya.

Olla melanjutkan, suaranya gemetar, tetapi tekadnya teguh. Dia menceritakan bagaimana Freya telah menjebaknya dengan meniru suara ayahnya. Bagaimana dia merasakan gejala yang mengerikan beberapa jam kemudian, dan bagaimana dia hampir kehilangan harapan sebelum Jessi datang.

Jessi mendengarkan dengan hati yang berat, tetapi dia tahu bahwa sekarang tidak saatnya untuk menangis atau marah. Yang penting sekarang adalah bahwa Olla aman, bahwa mereka berdua bisa melanjutkan hidup mereka bersama-sama.

Dia meraih tangan Olla dengan lembut, menatapnya dengan penuh kasih. "Kita akan melewati ini bersama-sama," ucapnya dengan tegas. "Freya nggak akan pernah bisa memisahkan kita."

Olla tersenyum lemah, tetapi cahaya harapan kembali bersinar di matanya. Mereka berdua tahu bahwa perjuangan mereka belum berakhir, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka memiliki satu sama lain untuk menghadapinya.

"Jeci..." Yang dipanggil mengulum bibirnya. Melihat Olla yang membuka bibirnya. Jessi yang paham pun kembali menyatukan bibir mereka.

MY PLEASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang