Damon dan Ara sudah duduk di hadapan seorang penghulu. Damon telah menggamitkan tangan kanannya dengan tangan kanan penghulu. Ketika kebahagiaan itu masih jelas terpancar di setiap wajah orang yang hadir di sana.
Tiba-tiba... "Hentikan pernikahan ini!" Seorang wanita memasuki aula, mengenakan pakaian serba hitam, dan kaca mata hitam.
Saat wanita itu melepas kaca matanya, Damon tampak sangat terkejut. "Mama?"
Novia berjalan menghampiri Damon. Langsung melancarkan kemarahannya. "Damon, Mama gak sudi punya menantu SEORANG MANTAN NARAPIDANA!!" Ia berteriak-teriak, tidak bisa lagi menahan emosinya.
Damon berdiri dan siap menghadapi mamanya. "Mama, aku tahu..." Ia melihat Sofi berdiri di belakang sang mama. "Mama udah dikomporin. Gak masalah. Tapi aku akan TETAP NIKAH SAMA ARA!" Ia tidak kalah emosinya, berikut ketegasan rasa yang langsung ditunjukkan.
Novia masih marah. "Damon, kamu berani membantah Mama?"
"Aku gak pernah bantah Mama," tampik Damon. "Tapi, kalau Mama salah, aku pun gak akan tinggal diam. Biar pun dia mantan narapidana atau mantan apapun, aku gak peduli. Aku akan tetep nikah sama Ara!"
"Kamu..." Novia menatap putranya getir, sementara tatapan benci tertuju pada sang mempelai wanita--Ara. "Ternyata udah tega banget sama Mama. Dan kamu maksa! Artinya, kamu maksa Mama untuk mati!" Ia mengeluarkan pisau kecil dari dalam clutch-nya. Apakah ini sudah direncanakannya atau bagaimana. Aksinya itu menuai pekikan setiap orang yang ada di ruangan luas tersebut. "Sebaiknya, kamu bunuh Mamamu ini, daripada kamu nikah dengan dia!" Ia menyerahkan pisau kecil itu dengan paksa ke tangan Damon. Karena putranya bergeming saja, ia merebut kembali pisau itu, dan menodongkan ke lehernya sendiri.
"Ma! Cukup, Ma!" pekik Damon, membujuk mamanya supaya lebih melunak. "Damon sangat mencintai Ara. Tolong, Mama jangan begini." Ia berusaha merebut pisau itu dari tangan Novia.
Novia tetap kekeh. "Berarti kamu memutuskan agar Mama mati? Baik!" Ia bersiap menghujamkan pisau itu ke lehernya sendiri. Namun tiba-tiba terhenti.
Karena pekikan Ara yang mengguncang ruangan penuh ragam emosi itu. "Berhenti! Tante, tolong hentikan. Saya..." Air matanya mengalir. "Saya minta maaf, udah bikin hubungan kalian rusak. Damon, aku cinta sama kamu. Tapi sepertinya..." Ia bicara sambil terbata-bata karena menahan tangis. "Kita bukan jodoh. Selamat tinggal!" Ia menyingsing gaun pengantinnya, lalu pergi meninggalkan resort sambil meluapkan tangis.
"Ara!" Damon mau mengejarnya.
Novia keburu menahannya dengan nada mengancam, "Kamu ngejar dia, Mama mati!"
Damon bingung. Ia tidak mampu melakukan apapun saat itu. Pernikahan pun batal.
*
Ara masih di jalanan. Ia menangis. Hingga kedua kakinya lemas, menyebabkan ia jatuh terduduk di rerumputan pinggir jalan. Masih menangis.
Pada saat itulah, Ray datang. Ia langsung memeluk Ara.
"Aku mencintai Damon, Ray." Tangisan Ara pecah. Air matanya tumpah ruah membasahi pakaian Ray.
Ray mengusap-usap bagian belakang kepala Ara. "Aku tahu," bisiknya.
Ara tidak mau pulang ke apartemen. Ray sempat bingung mau mengantarnya ke mana. Maka, ia pun menelepon seseorang. "Boleh ya, Ma? Setidaknya buat sementara aja."
Di ujung telepon, Irani pun menjawab, "Oke. Bawa ke sini, ya... Mama akan siapin kamarnya."
Ray menelpon Irani, saat Ara tertidur pulas di mobilnya, karena lelah kebanyakan menangis.
*
Ray terpaksa menggendong Ara masuk ke dalam kamar tamu yang sudah disipakan oleh Irani. Tidurnya terlalu pulas.
"Dia cantik ya, Ray." Irani tersenyum saat memuji wajah cantik Ara dalam polesan riasan seorang pengantin wanita.
"Cantik banget, Ma." Ray menyetujui apa yang mamanya katakan.
Irani merasa prihatin dengan semua masalah ini. "Mama ngerasa, Novia bodoh sekali. Punya menantu secantik ini malah ditolak."
"Itu karena Ara mantan narapidana," ucap Ray.
"Setiap orang pasti melakukan kesalahan," kata Irani. "Hanya saja, Novia gak mau membuka matanya. Dia seperti gak pernah melakukan kesalahan aja."
*
Ara terbangun, dan mendapati dirinya di suatu tempat yang terasa asing. Apalagi dirinya sudah tidak mengenakan gaun pengantin. "Gue di mana?" Dirinya memang berada di dalam sebuah kamar. Apa ini kamarnya? Bukan. Kamar pengantinnya? Bukan. Lalu..? Ara baru ingat kejadian sebelum dirinya tertidur, sekian jam lalu. Pernikahannya dengan Damon, batal. Mengingatnya, membuat Ara sedih.
Kemudian pintu kamar terbuka. Masuklah Ray. "Kamu udah bangun, Ra?"
Ara terkejut. "Ini di mana, Ray?"
Ray tersenyum. "Di kamar tamu rumahku," jawabnya.
Ara juga baru ingat, dia ketiduran di mobil Ray. "Makasih ya, Ray," ucapnya sendu.
Seorang wanita juga masuk ke kamar itu, membawakan sarapan. "Selamat pagi." Irani datang dengan wajah sumringah.
Ara menatap wanita itu. Siapa dia?
Ray tahu, Ara merasa asing di tempat ini, juga penghuninya. Ia pun buru-buru memperkenalkan, "Oh ya Ara, kenalin, dia mamaku."
Ara pun bisa tersenyum pada Irani. Meski senyum yang terlihat sulit untuk merekah.
Irani memahami kondisi batin gadis itu. "Ara, kamu sarapan dulu, ya."
Ara hanya mampu berucap, "Terima kasih, Tante."
*
Anton dan Nindy sedang berada di kafe, membicarakan kejadian di pernikahan Damon dan Ara yang batal total.
"Kasihan ya, mereka," ucap Anton.
Nindy tidak mampu mengatakan apapun. Hanya bisa mendesah dan berkali-kali menghela napas panjang.
*
Sementara itu, sungguh kasihan Damon. Ia ditahan oleh mamanya di rumah. Bahkan, pergi ke kantor saja tidak boleh.
"Mama akan terus kurung kamu, sampai kamu sadar akan kesalahan kamu!" omel Novia.
Damon diam. Ia sudah tidak peduli. Pikirannya mencari-cari cara, supaya bisa kabur. Saat ini ia hanya bisa mengurung diri di dalam kamarnya. Ia benar-benar stress. Ia ingin mencari Ara, tapi ke mana. Ia sudah hubungi Anton dan Nindy, mereka tidak tahu keberadaan Ara. Coba menghubungi Ray, tidak ada jawaban.
"Damon, makan malam dulu!" panggil Novia dari ruang makan. Ia tidak ingin kecolongan lagi. Ia memaksa Damon tinggal bersamanya di rumah. Panggilan itu hanya diabaikan.
*
Ara memandangi gaun pengantinnya, yang di gantung dalam lemari. Air matanya berlinang lagi. "Damon, sekarang aku baru sadar. Hubungan kita hanyalah mimpi. Pernikahan ini hanyalah angan. Mana mungkin kelinci dapat terbang? Kamu hanyalah pangeran dalam dongeng. Aku takut perasaan kita pun gak ubahnya hanya ilusi. Tapi yang gak sanggup aku tepis adalah rasa cintaku ke kamu itu nyata." Tiada hari tanpa Ara menangis. Sepasang matanya sampai sembab dan memerah. "Aku mencintai kamu, Damon. Terlepas dari sadar atau tidak, perasaanku ini nyata. Tapi kenapa kita dipisahin kayak gini? Aku kangen banget sama kamu."
Ray tidak sengaja mendengar semua yang Ara katakan. Membuat dirinya semakin sadar, bahwa kesempatannya mendapatkan Ara sangat tipis, bahkan hampir aus dimakan kecewa. Ia tahu, Ara sangat mencintai Damon.
Irani memperhatikan Ray dari ruang makan. Lalu, ia menghampiri putranya itu. "Ray, perlu kamu tahu satu hal. Bahwa cinta gak bisa dipaksa. Kalau memang dia gak mencintai kamu, biarlah. Jadikan dia temen aja."
"Iya, Ma. Maunya Ray juga gitu." Ray merasa begitu nelangsa sendiri dengan semua keadaan ini.
"Ini baru anak Mama." Irani mengecup kening Ray penuh kasih sayang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia (TAMAT)
RomanceSebuah cerita tentang perjalanan hidup dia. Tentang cinta dia. Tentang dia, dia, dan dia....